Terima Kasih Anda Telah Berkunjung di Blog Obet Nego Y. Agau

Rabu, 22 Mei 2013

memahami hubungan antara Iman dan Teologi


Iman Dan Teologi: "Apa Hubungannya?"


"Melalui Iman Kita Mengerti" (Ibrani 11:1)
Teologi merupakan "penemuan", "penyusunan" dan "penyajian" mengenai kebenaran-kebenaran tentang Allah. Sama sekali tidak ada unsur yang merekomendasikan bahwa teologi itu bisa "direkayasa". Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam teologi, yakni: (1). Teologi dapat dimengerti. Artinya teratur dan rasional, berlawanan dengan "perasaan", "kontemplasi-perenungan" dan "imajinasi-hayalan". Kemampuan berpikir analitis sangat diperlukan. Agar bisa mengerti, teologi harus dipelajari dan ditekuni serta "hidup" di dalamnya. (2). Teologi menuntut adanya penjelasan. Artinya melibatkan "interpretasi" dan "sistematisasi". Ini ada kaitannya dengan pemaknaan suatu tema ajaran alkitabiah, istilah-istilah dan kosep-konsep teologi. Dalam prinsip ini, seseorang yang hendak belajar atau ingin memahami "sesuatu" dalam dan tentang teologi, ia harus menjadi seorang "penafsir" dan memiliki "sistem" berteologi tersendiri. Atau, paling tidak, mengadopsi sistem teologi tertentu yang diyakini "benar". (3). Beriman. Iman harus bersumber pada Alkitab. Antara "beriman" dan "berteologi" secara Kristen itu hampir tidak ada bedanya. Namun, kadang-kadang suatu prinsip teologi bisa dikorbankan untuk iman; atau sebaliknya. Walau demikian, sumber teologi dan iman Kristiani harus berdasarkan pada [bukan 'dari' atau 'dalam'] Alkitab sebagai standard -- pedoman utama.
Syarat-syarat Berteologi Secara Sederhana:
(1). Harus percaya.
Memang ada seseorang yang mampu berteologi dengan baik tetapi tanpa iman. Tetapi, seorang teolog yang percaya, akan mampu memberikan penjelasan wahyu Allah yang tidak sepenuhnya dimengerti dengan pikiran yang terbatas. - Di sinilah pernyataaan, "Kita diam apabila Alkitab diam" sangat relevan. "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita..." (Ul. 29:29).
(2). Harus berpikir
Berpikir identik dengan berfilsafat. Dalam berteologi, filsafat dianggap sebagai "Ibu" yang menggendong teologi itu. Tanpanya, teologi akan kekurangan. Pola berpikir seorang teolog, bukanlah mengabaikan rasio, tetapi, sebaliknya ia mampu mengatur - memanaga rasionya dengan teratur. Seorang teolog harus mampu berpikir secara teologis, yakni, berpikir secara eksegetik, berpikir dengan memahami suatu arti secara tepat. Misalnya, istilah "teologia Reformasi", secara tepat mengacu kepada suatu aliran teologi yang muncul pada era Reformasi abad ke-16-17. Bukan atau tidak ada kaitannya dengan reformasi politik di Indonesia, dsb. Dalam syarat inilah, mengapa istilah-istilah teologi itu tetap dipertahankan dan seminimal mungkin tidak dikontekstualkan. Seorang teolog, tidak hanya sebagai interpreter, tetapi juga mampu mempertahankan konsep-konsep teologianya secara utuh (logis dan berwibawa).
(3). Harus Interdependen
Cara berpikir setiap orang memang berbeda-beda. Ada yang berpikir secara zig-zag, tetapi ada juga yang berpikir secara sistemik, teratur. Orang yang berpikir zig-zag tidak akan mampu mengintegrasikan pemikirannya secara konsistena. Sebaliknya, mereka yang berpikir sistematis, mampu melihat dan mengintegrasikan seluruh pemikirannya secara konsisten. Dunia teologi, adalah dunia berpikir dan analisis. Dalam berpikir dan menganalisa, seorang teolog tidak mungkin berdiri sendiri. Ia harus bergantung kepada pihak di luar diri dan pemikirannya. Dalam hal ini, intelek saja tidak cukup. Seorang teolog harus memiliki sumber pemikiran dan pemahaman yang berasal dari luar dirinya sediri. Seorang teolog harus interdependen. Seorang teolog harus memiliki pegangan utama, Alkitab -- wahyu Allah. Teolog harus memiliki panduan yang dapat dipercaya, yaitu para ahli dan karya mereka yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan teolog harus tunduk pada pembimbingnya, yaitu Allah, yang kepadanya ia sedang belajar dan berteologi. Karena, "Roh Kebenaran itu akan memimpin ke dalam seluruh kebenaran" (Yoh. 16:13).
(4). Harus Menyembah.
Meskipun berteologi identik dengan latihan akademik, namun, idealnya seorang teolog adalah penyembah yang baik dan benar. Seorang teolog harus sadar betul kelayakan dari obyek penyembahannya dan sekaligus taat. Kata Yesus, "sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa". (Yoh. 15:5).
Jadi, Bagaimana?
Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: "Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku." (Yoh. 6:45). "Teologi yang sehat bukan hanya melalui pengakuan atau kredo, tetapi melalui kehidupan yang berbuah-buah; dan kehidupan yang kudus harus didasarkan pada teologi yang sehat." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar