Terima Kasih Anda Telah Berkunjung di Blog Obet Nego Y. Agau

Minggu, 26 Mei 2013

belajar dan mengenal kitab Yunus dalam Perjanjian Lama

MAKALAH
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas:
Pengantar hermeneutika perjanjian lama 2
( PHPL 2)
Kitab Yunus
Dosen Pengampu:
Pdt. Bimbing kalvari, M.Th


 










Dibuat oleh
Jhon fernando.s


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN 2012


A.    Kitab Yunus
1.      Hal-hal khusus kitab Yunus
Kitab Yunus adalah merupakan salah satu bagian dari Kitab-kitab kedua belas nabi kecil. Oleh karena itu kitab-kitab kedua belas nabi itu aslinya dituliskan dalam satu gulungan, maka kalangan yahudi menganggapnya hanya satu kitab saja; bandingkanlah dengan sebutan dalam bahasa yunani: Dodekapropheton yaitu kitab kedua belas nabi. Biasanya nabi-nabi itu sebutan untuk kedua belas nabi kecil, hal ini sesuai dengan Augustinus yang membedakan kedua belas nabi kecil dari ketiga nabi besar ”Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel. Perbedaan nabi besar dan nabi kecil bukanlah dari seberapa penting dan tenarnya para nabi, melainkan dari banyaknya karangan(Tulisan) yang mereka tinggalkan.
Keunikan Kitab Yunus di antara kitab-kitab nabi kecil lain terletak pada jenis tulisan (genre). Kitab ini hampir seluruhnya berbentuk narasi. Hal ini jelas berbeda dengan kitab-kitab lain yang hanya memuat sedikit narasi atau bahkan tidak memiliki bagian narasi sama sekali. Masih terkait dengan poin di atas, Kitab Yunus lebih merupakan sebuah biografi daripada kumpulan khotbah.2 Penekanan terletak pada kehidupan nabi Yunus daripada pesan yang ia bawa, sekalipun kehidupan tersebut pada dirinya sendiri sudah merupakan pesan teologis yang kuat. Keunikan ini bahkan akan lebih terlihat apabila kita mengetahui bahwa khotbah Yunus hanya dicatat dalam satu ayat (3:4), tanpa mencakup nama TUHAN, dan disampaikan dengan keengganan. Keunikan lain dari kitab ini adalah popularitas cerita dalam kitab ini. Kitab Yunus merupakan tulisan nabi kecil yang paling dikenal oleh orang-orang Kristen awam. Cerita tentang Yunus di perut ikan bahkan sudah sedemikian akrab di telinga anak-anak sekolah minggu. Walaupun Kitab Yunus berbentuk narasi dan kisah di dalamnya sudah sedemikian terkenal, tetapi harus diakui bahwa ada beberapa hal dalam kitab ini yang masih belum jelas. Beberapa pertanyaan yang biasanya diajukan antara lain: mengapa Yunus enggan memberitakan injil di Niniwe? Apakah selama di perut ikan Yunus dalam keadaan mati atau tidak? Bagaimana seorang raja dan para penduduk yang kafir bisa meresponi berita penghukuman secara positif?

2.      Latar belakang Sosial, Budaya dan Historis kitab Yunus
Kitab Yunus membicarakan Yunus bin amitai. Jelaslah bahwa orang itusama dengan nabi yang disebut dalam II raja-raja 14:25. Nabi Yunus bernubuat selama pemerintahan raja Yerobeam II (783-743 SM) di Israel Utara.
Sama seperti Kitab Obaja, Kitab Yunus tidak memberikan rujukan historis apapun yang bias menolong pembaca untuk menebak masa pelayanan Yunus (bdk. 1:1). Tidak seperti Kitab Obaja, kita masih memiliki petunjuk penting di bagian Alkitab yang lain. Menurut 2 Raja-raja 14:25 masa keemasan secara militer pada masa pemerintahan Yerobeam II merupakan penggenapan dari nubuat yang disampaikan oleh nabi Yunus. Keterangan ini menunjukkan bahwa Yunus pasti melayani sebelum Yerobeam meraih semua keberhasilan tersebut.
kita tidak bisa menebak lebih detil lagi. Yerobeam memerintah cukup lama (40 tahun, 2Raj 14:23) sehingga sulit bagi kita untuk mengetahui waktu pelayanan Yunus secara lebih spesifik. Kita juga tidak mengetahui pada tahun keberapa Yerobeam menggapai puncak kesuksesan militer. Berdasarkan keterbatasan ini kita hanya bisa meyakini bahwa Yunus melayani pada paruh kedua abad ke-8 SM.

Pada masa ini kerajaan Asyur sedang mengalami kemunduran secara militer dan juga politik. Oleh karena itu bangsa Israel dengan mudah dapat merebut kembali beberapa daerah yang sebelumnya dikuasai oleh Asyur. Seiring dengan kesuksesan politik atau militer, pertumbuhan ekonomi bangsa Israel pun berada dalam jalur yang positif. Walaupun masa pelayanan Yunus relatif dapat dipastikan, tetapi tidak demikian halnya dengan waktu penulisan Kitab Yunus. Sebagian teolog meyakini bahwa kitab ini bukan ditulis oleh Yunus. Mereka mengajukan beberapa argumen sebagai dukungan.
1.      Penggunaan kata ganti orang ke-3 tunggal. Argumen seperti ini jelas tidak kuat. Beberapa kitab terkenal yang ditulis oleh tokoh dalam cerita tersebut juga memakai kata ganti orang ke-3, misalnya Taurat yang ditulis oleh Musa, Anabasis karya Xenophon, maupun Gallic Wars karangan Julius Caesar.6 Penggunaan kata ganti orang hanyalah masalah gaya penulisan dan tidak berhubungan dengan isu kepenulisan sama sekali.
2.      Bentuk lampau hāyeţa (“adalah”) di 3:3. Dari bentuk lampaui ini ditarik kesimpulan bahwa pada waktu kitab ini ditulis Kota Niniwe sudah tidak memiliki ukuran yang sama dengan pada waktu Yunus melayani di sana. Lebih khusus lagi, sebagian penafsir menduga teks ini menyiratkan bahwa pada saat penulisan Kota Niniweh sudah dihancurkan oleh Babel pada awal abad ke-7 SM.
Argumen di atas juga tidak terlalu meyakinkan. Penggunaan bentuk lampau seperti ini tidak dapat dipakai sebagai rujukan untuk mengetahui rentang waktu antara peristiwa dan penulisan. Dalam penulisan narasi Ibrani bentuk lampau memang lazim digunakan, terlepas dari jarak waktu peristiwa dengan penulisan maupun perubahan situasi yang terjadi diantara rentang waktu ini. Contoh paling jelas ada di Yosua 14:14 “Itulah sebabnya Hebron menjadi (hāyeţa) milik pusaka Kaleb bin Yefune, orang Kenas itu, sampai sekarang ini”. Kalimat di Yunus 3:3 sangat rancu dan bisa dipahami dalam banyak cara. Teks ini bisa merujuk pada ukuran tugas atau durasi waktu pelayanan yang harus dilakukan Yunus, bukan ukuran kota. Frase lealōhim (LAI:TB “mengagumkan”, RSV/NRSV/ESV“exceedingly”) dapat berarti “bagi Allah”, sedangkan kata gādol berarti “penting” (NIV“very important”). Jika penafsiran ini diterima, maka Yunus 3:3 lebih merujuk pada nilai kota Niniwe di mata Tuhan daripada ukuran kota tersebut.
3.      Penggunaan beberapa ungkapan Aramik, misalnya sephina (“kapal”). Sebagian penafsir memandang fenomena ini sebagai petunjuk konklusif bahwa Kitab Yunus tidak mungkin ditulis pada zaman Yunus sendiri, karena pada masa itu pengaruh bahasa Aram belum seberapa besar. Bahasa Aram baru dominan pada zaman kerajaan Persia. Argumen ini, sama seperti dua argumen sebelumnya, tidak memiliki kekuatan yang meyakinkan. Archer dengan teliti telah memberikan sanggahan terhadap argument tersebut.  Beberapa kosa kata atau tata bahasa yang dianggap sebagai hasil pengaruh bahasa Aram ternyata tidak demikian. Beberapa kata tersebut bahkan sudah ditemukan dalam tulisan-tulisan yang jauh lebih tua daripada masa hidup Yunus. singkatnya, argument ini telah mengabaikan satu fakta penting bahwa Yunus berasal dari daerah utara (2Raj 14:25) yang sangat akrab dengan pengaruh bahasa Aram dari bangsa Asyur.
4.      Pengaruh dari kitab-kitab lain. Sebagian penafsir menduga Kitab Yunus dipengaruhi oleh Kitab Yoel (Yunus 3:9 dari Yoel 2:14; Yunus 4:2 dari Yoel 2:13). Kitab lain yang sering diduga sebagai sumber yang dipakai oleh penulis Kitab Yunus adalah Kitab Yeremia. Pertobatan penduduk Niniwe yang akhirnya mengubah keadaan mereka diyakini bersumber dari konsep pemuliaan-perendahan suatu bangsa di Yeremia. Seandainya Kitab Yunus memakai tulisan Yeremia, maka kitab ini pasti ditulis sesudah pembuangan ke Babel. Argumen ini pun gagal memberi bantahan yang memadai. Pentarikhan Kitab Yoel sendiri sangat tidak konklusif. Seandainya kitab tersebut ditulis pada abad ke-8 SM, maka tidak mengherankan jika kitab ini memiliki pengaruh dalam Kitab Yunus. Di samping itu, kesamaan yang ada bisa dipahami secara terbalik (Kitab Yoel yang memakai Kitab Yunus). Cara lain untuk memahami hal ini adalah keberadaan sumber tertulis lain yang dipakai baik oleh Yoel maupun Yunus. Berkaitan dengan Yeremia 18:7-8, kesamaan yang ada bersifat sangat umum. Tidak ada petunjuk apapun yang meyakinkan tentang hubungan sastra (literary interdependency) antara dua tulisan ini. Kesamaan konsep antara kedua tulisan ini sangat mungkin berasal dari kesatuan wahyu dalam Alkitab. Allah yang satu mengajarkan konsep yang sama diseluruh Alkitab.

Dari semua pembahasan di atas kita dapat menarik konklusi bahwa tidak ada alasan yang kuat untuk mengasumsikan rentang waktu yang sangat lama antara peristiwa dan penulisan. Yang paling penting, pesan yang disampaikan dalam kitab ini lebih berkaitan dengan situasi pada waktu Yunus melayani daripada situasi pada saat penulisan. Lebih jauh, terlepas dari berapa lama durasi antara peristiwa dan penulisan, pesan yang diberitakan dalam kitab ini tetap sama, apalagi dalam banyak hal Yunus memang tidak bermaksud memberikan keterangan historis yang detil. Jumlah rujukan historis yang sangat minim menyiratkan bahwa kitab ini dapat dipahami dengan baik sekalipun tanpa pengetahuan yang lengkap tentang situasi historis pada zaman itu.

1.      Jenis tulisan
Secara tradisional Kitab Yunus dianggap sebagai sebuah tulisan historis. Setiap detil yang
ditulis di dalamnya adalah berdasarkan fakta. Situasi baru berubah pada zaman modern. Sebagian penafsir, baik liberal maupun injili, mulai mempertanyakan nilai historisitas Kitab Yunus. Perubahan sikap teolog liberal lebih banyak ditentukan oleh asumsi dasar yang menolak semua hal yang supranatural dalam Alkitab. Di sisi lain, beberapa teolog injili menganggap bahwa sejak awal Kitab Yunus memang tidak dimaksudkan sebagai tulisan historis. Alkitab mengilhami Yunus untuk mengajarkan beberapa konsep teologis yang penting melalui sebuah perumpamaan.15 Beberapa teolog injili juga memilih untuk bersikap skeptis terhadap isu historisitas dan menegaskan bahwa isu ini tidak relevan dalam penafsiran. Mengapa para teolog modern meragukan historisitas Kitab Yunus? Ada beberapa alasan. Yang terutama, para teolog liberal menolak beberapa kisah yang dianggap tidak masuk akal. Keberadaan Yunus selama 3 hari 3 malam di perut ikan dan pertumbuhan pohon jarak yang terlalu ajaib merupakan beberapa hal yang sering dipersoalkan. Beberapa teolog injili mencoba memberikan respon terhadap sanggahan di atas dengan cara menunjukkan beberapa penemuan penting tentang nelayan yang mampu bertahan hidup selama 3 hari di perut ikan besar. Jawaban seperti ini memang bisa mempertahankan nilai historis kisah Yunus, tetapi pendekatan ini tampaknya tidak terlalu sesuai dengan maksud Kitab Yunus. Pembacaan sekilas sudah cukup untuk menunjukkan bahwa penulis Kitab Yunus ingin agar para pembaca melihat kisah ini sebagai sesuatu yang ajaib. Peristiwa angin ribut yang tidak biasa (1:4-7), hasil undian yang diatur oleh TUHAN (1:8-16) maupun pemuntahan Yunus ke kota Niniwe secara ajaib (2:17) semua menunjukkan bahwa ini merupakan peristiwa yang ajaib. Kita sebaiknya tidak terlalu mengikuti asumsi dasar teolog liberal yang antisupranaturalisme. Bagi kita yang mempercayai mujizat, kita tidak akan mengalami kesulitan untuk menerima semua kisah dalam kitab ini sebagai sebuah peristiwa historis. Dalam perspektif kita apa yang disebut “historis” tidak dapat dibatasi pada hal-hal yang masuk akal. Mujizat juga peristiwa historis.
Poin lain yang sering dipersoalkan oleh teolog modern adalah catatan historis yang tidak tepat atau kurang spesifik. Sebagai contoh, Kitab Yunus hanya memakai sebutan “raja Niniwe” tanpa menyebutkan nama raja tersebut. Penyebutan “raja Niniwe” sendiri secara historis dianggap tidak tepat, karena Niniwe hanyalah sebuah kota, bukan negara (3:6). Terhadap sanggahan ini kita perlu mengetahui bahwa Niniwe merupakan ibukota kerajaan Asyur. Beberapa bukti historis di luar Alkitab sudah sangat memadai untuk membuktikan hal ini. Ketika Yunus hanya menyebutkan “raja Niniwe”, maka hal itu sebenarnya sama dengan raja seluruh negara Asyur. Cara penyebutan seperti ini merupakan hal yang lazim dalam tulisan historis Perjanjian Lama. Ahab disebut sebagai Raja Samaria (1Raj 21:1), walaupun ia memerintah atas seluruh daerah utara yang melampaui batasan Kota Samaria. Benhadad, raja Aram, disebut sebagai “raja Damsyik” (2Taw 24:23). Poin lain yang menimbulan kontroversi adalah ukuran kota Niniwe yang diangap terlalu berlebihan. Tidak ada satu pun kota kuno yang memerlukan perjalanan lebih dari 3 hari. Penemuan arkheologis juga menunjukkan bahwa ukuran kota Niniwe tidak mungkin sebesar itu, walaupun kota ini memang tergolong besar. Sanggahan di atas sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh pembacaan yang kurang teliti. Konteks Yunus 3 menunjukkan bahwa ini merupakan perjalanan sambil berkhotbah. Yunus tidak hanya sekedar berkeliling tanpa melakukan apapun, tetapi berkeliling sambil menyampaikan berita penghukuman. Di samping itu, konteks pun memberi petunjuk bahwa Yunus beristirahat selama 3 hari khotbah keliling ini (3:4). Ia hanya mengunjungi beberapa tempat yang strategis yang memungkinkan untuk penyebaran berita lebih lanjut (3:5-6). Jadi, perjalanan 3 hari di sini harus dipahami sebagai total waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan semua khotbah, bukan waktu yang diperlukan untuk mengelilingi kota Niniwe. Dari pembahasan di atas terlihat bahwa keraguan terhadap historisitas Kitab Yunus tidak memiliki dasar yang kuat dan objektif. Satu hal yang paling menentukan di sini adalah sikap Yesus terhadap kisah Yunus. Yesus menggambarkan kematian-Nya selama 3 hari seperti kisah Yunus berada di perut ikan (Mat 12:39-40//Luk 11:29-30). Yesus juga pernah mengatakan bahwa di zaman akhir orang-orang Niniwe akan bangkit untuk menghakimi orang-orang Israel yang bebal (Mat 12:41//Luk 11:32). Walaupun beberapa telog telah mencoba memahami sikap Yesus ini bukan sebagai dukungan terhadap historisitas Kitab Yunus (Yesus bisa saja mengutip dari kitab ini sebagai sebuah perumpamaan), namun pandangan seperti ini sangat lemah. Rujukan tentang 3 hari di perut ikan dan perut bumi mungkin bisa dipahami seperti itu (walaupun hal ini tampak terlalu dipaksakan), tetapi tidak demikian halnya dengan kutipan kedua. Jika orang-orang Niniwe tidak benar-benar bertobat, bagaimana mereka bisa bangkit untuk menghakimi orang-orang Israel? Jika kisah ini hanyalah perumpamaan, apakah kekuatan dari peringatan Yesus di sini?

2.      Tujuan penulisan
Tujuan Kitab Yunus telah mendorong perdebatan di kalangan para teolog. Beberapa mencoba melihat Yunus sebagai tipologi dari Kristus. Sebagaimana Yunus dibebaskan dari kematian setelah 3 hari di perut ikan, demikian pula dengan Kristus di perut bumi. Sebagaimana Yunus adalah seorang Israel dan hamba TUHAN, demikian pula dengan Kristus. Pendekatan ini terlalu dogmatis dan pasti sulit dipahami oleh pembaca mula-mula Kitab Yunus. Yang lain mencoba mengidentifikasikan Yunus dengan penduduk Niniwe. Baik Yunus maupun penduduk Niniwe sama-sama menghadapi bahaya atau ketidaknyamanan (kata Ibrani untuk “malapetaka” dan “kekesalan hati” di 3:10 dan 4:6 adalah sama) dan berusaha dengan kekuatan sendiri, tetapi akhirnya anugerah TUHANlah yang mampu menyelamatkan mereka. Pendekatan ini tampak terlalu dipaksakan. Kesamaan yang ada tidak sekuat yang dipikirkan. Usulan lain adalah dengan melihat Yunus sebagai perwakilan dari bangsa Israel. Sebagaimana Yunus tidak taat terhadap panggilan, lalu dihukum oleh TUHAN dan akhirnya mau menjadi alat TUHAN untuk bangsa kafir, demikian pula dengan bangsa Israel yang akan dihukum TUHAN tetapi selanjutnya dipakai untuk menggenapi misi bagi bangsa-bangsa kafir. Pandangan ini tidak bisa menjelaskan sikap Yunus yang tetap keras kepala di bagian akhir.
Kita sebaiknya memahami tujuan ini secara teosentris. Artinya, kitab ini ditulis untuk menunjukkan bahwa kasih karunia dan belas-kasihan TUHAN juga berlaku atas bangsa-bangsa kafir atas dasar pertobatan mereka.  Berdasarkan hal ini bangsa Israel seharusnya juga berkewajiban menyampaikan kesaksian kepada bangsa-bangsa kafir. Konsep di atas tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang asing dalam Alkitab. Abaraham dipanggil supaya semua bangsa mendapat berkat darinya (Kej 12:1-3; 21:8-21). Dari semula Alkitab memang dimulai dengan Adam, bukan Abraham. Alkitab bahkan mencatat beberapa orang kafir yang dihormati oleh umat Allah, misalnya Melkisedek (Kej 14), Yitro (Kel 18) dan Ruth (Ruth 1-4). Kitab Yesaya bahkan memerintahkan umat TUHAN untuk menjadi terang bagi semua bangsa di bumi (Yes 49:6).

3.      Struktur kitab
Kitab Yunus berbentuk narasi singkat yang relatif cukup mudah untuk ditelusuri pergerakan
ceritanya. Perubahan tempat, perkembangan cerita dan atmosfir masing-masing bagian sangat mudah untuk dideteksi. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak banyak perdebatan yang muncul seputar struktur kitab ini, kecuali dalam tingkat yang lebih detil.
·        Perintah Allah ditolak oleh Yunus (1:1-3)
·        Yunus melarikan diri dan dikejar oleh TUHAN (1:4-17)
·        Doa Yunus untuk kelepasan (2:1-10)
·        Perintah TUHAN dibarui dan ditaati (3:1-3)
·        Berita penghukuman dan pertobatan penduduk Niniwe (3:4-10)
·        Kemarahan Yunus dan jawaban TUHAN (4:1-11)
·        Kemarahan Yunus (4:1-5)
·        Pelajaran dari TUHAN (4:6-9)
·        Inti pelajaran: belas-kasihan TUHAN (4:10-11)

4.      Teologi kitab
Walaupun Kitab Yunus berisi sebuah narasi yang relatif singkat, namun makna teologis di
dalamnya cukup mendalam. Beberapa bahkan awalnya tidak dipahami oleh Yunus sendiri.
Apa saja pesan teologis yang penting dalam kitab ini?
1.      belas-kasihan TUHAN. Ini merupakan inti dari seluruh Kitab Yunus.
Inti ini sengaja diletakkan di bagian akhir sebagai klimaks cerita. Keengganan Yunus untuk berkhotbah di Niniwe berkaitan dengan keyakinan Yunus bahwa TUHAN adalah penyayang, belas kasih dan sabar (4:2). Jawaban TUHAN di bagian penutup kitab juga mempertegas konsep tersebut. Allah sangat mengasihi penduduk Niniwe yang sangat berdosa (4:10-11). Belas-kasihan ini seharusnya menjadi cermin bagi bangsa Israel, karena mereka pun merasakan hal yang sama. Walaupun bangsa Israel sangat berdosa kepada TUHAN (2Raj 14:25-27), namun TUHAN tetap mengasihi mereka dengan cara memberi mereka kelepasan atas musuh-musuh, demikian pula TUHAN berhak memberi pertolongan kepada bangsa kafir, apalagi mereka mau bertobat dengan sungguh-sungguh. Sikap TUHAN di sini jelas kontras dengan sikap Yunus. Rasa nasionalisme dan superioritas etnis membuat Yunus sulit mengharapkan hal yang baik untuk bangsa lain. Di mata Yunus penduduk Niniwe tidak pantas mendapatkan belas-kasihan karena keberdosaan dan kekejaman mereka, walaupun ia sadar bahwa TUHAN pasti berkenan atas pertobatanmereka. Yunus ingin agar mereka dihukum. Sikap ini jelas tidak bisa dibenarkan. Keadaan bangsa Israel pada zaman Yunus tidak lebih baik daripada keadaan rohani penduduk Niniwe. Kalau TUHAN mau menunjukkan belas-kasihan kepada bangsa Israel yang terus berdosa, mengapa TUHAN tidak boleh mengasihi penduduk Niniwe yang bertobat?

2.      Konsep kedua yang penting adalah kedaulatan TUHAN. Konsep ini ditunjukkan melalui banyak cara. Pengakuan penumpang kapal (1:14-16) dan belas-kasihan TUHAN atas penduduk Niniwe (4:4-10) membuktikan bahwa Dia adalah Allah atas semua bangsa. Kedaulatan ini juga tampak dari cara Allah memakai segala sesuatu untuk merealisasikan rencana-Nya. Salah satu kata kunci dalam kitab ini adalah kata kerja mana) (“menentukan”) yang dikenakan untuk TUHAN. Ia memakai angin ribut (1:4), mengatur hasil undian (1:7), mengutus ikan besar (1:17), menyuruh ikan itu memuntahkan Yunus (2:10), menumbuhkan pohon jarak dengan begitu cepat (4:6) dan seekor ulat (4:6). Konsep terakhir adalah tentang kemarahan. Salah satu kontras yang menarik antara TUHAN dan Yunus adalah dalam hal kemaraham. Yunus mengakui bahwa TUHAN adalah sabar dan tidak menyukai malapetaka terjadi atas manusia (4:2). Walaupun TUHAN berhak untuk menumpahkan kemarahan-Nya pada penduduk Niniwe yang sangat berdosa (1:2;4:11), tetapi Allah justru memilih untuk mengasihi mereka. Ironisnya, Yunus sendiri memilih untuk marah walaupun ia sebenarnya tidak memiliki alasan untuk marah (4:4-5). Yunus marah atas pertobatan penduduk Niniwe, padahal ia mampu bersukacita atas pertumbuhan pohon jarak. Ia bahkan marah lagi atas kematian pohon jarak walaupun ia tidak berhak atas pohon itu (4:10).



Daftar Pustaka

Douglas Stuart, vol. 31, Word Biblical Commentary : Hosea-Jonah, electronic ed., Logos Library
System; Word Biblical Commentary (Dallas: Word, Incorporated, 1998), 431.

Tremper Longman III & Raymond B. Dillard, An Introduction to the Old Testament (2nd ed., Grand
Rapids: Zondervan, 2006), 443.

Gleason L. Archer, A Survey of Old Testemanet Introduction, 342.

Longman III & Dillard, An Introduction to the Old Testament, 445.

Leslie C. Allen, The Books of Joel,Obadiah, Jonah, and Micah. 181.

Hill & Walton, A Survey of the Old Testament, 501.


Drs. A. Kramer Th., tafsiran alkitab Yunus.1-10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar