MAKALAH
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas:
Pengantar hermeneutika
perjanjian lama 2
( PHPL 2)
Kitab Yunus
Dosen
Pengampu:
Pdt. Bimbing kalvari, M.Th
Dibuat oleh
Jhon fernando.s
SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI
GEREJA
KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN 2012
A.
Kitab
Yunus
1.
Hal-hal
khusus kitab Yunus
Kitab
Yunus adalah merupakan salah satu bagian dari Kitab-kitab kedua belas nabi
kecil. Oleh karena itu kitab-kitab kedua belas nabi itu aslinya dituliskan
dalam satu gulungan, maka kalangan yahudi menganggapnya hanya satu kitab saja;
bandingkanlah dengan sebutan dalam bahasa yunani: Dodekapropheton yaitu kitab
kedua belas nabi. Biasanya nabi-nabi itu sebutan untuk kedua belas nabi kecil,
hal ini sesuai dengan Augustinus yang membedakan kedua belas nabi kecil dari ketiga
nabi besar ”Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel. Perbedaan nabi besar dan nabi kecil
bukanlah dari seberapa penting dan tenarnya para nabi, melainkan dari banyaknya
karangan(Tulisan) yang mereka tinggalkan.
Keunikan
Kitab Yunus di antara kitab-kitab nabi kecil lain terletak pada jenis tulisan
(genre). Kitab
ini hampir seluruhnya berbentuk narasi. Hal ini jelas berbeda dengan
kitab-kitab lain yang
hanya memuat sedikit narasi atau bahkan tidak memiliki bagian narasi sama
sekali. Masih
terkait dengan poin di atas, Kitab Yunus lebih merupakan sebuah biografi
daripada kumpulan
khotbah.2 Penekanan terletak pada kehidupan nabi Yunus daripada pesan yang ia bawa,
sekalipun kehidupan tersebut pada dirinya sendiri sudah merupakan pesan
teologis yang
kuat. Keunikan ini bahkan akan lebih terlihat apabila kita mengetahui bahwa
khotbah Yunus
hanya dicatat dalam satu ayat (3:4), tanpa mencakup nama TUHAN, dan disampaikan dengan keengganan. Keunikan
lain dari kitab ini adalah popularitas cerita dalam kitab ini. Kitab Yunus merupakan tulisan
nabi kecil yang paling dikenal oleh orang-orang Kristen awam. Cerita tentang
Yunus di
perut ikan bahkan sudah sedemikian akrab di telinga anak-anak sekolah minggu. Walaupun
Kitab Yunus berbentuk narasi dan kisah di dalamnya sudah sedemikian terkenal, tetapi
harus diakui bahwa ada beberapa hal dalam kitab ini yang masih belum jelas. Beberapa
pertanyaan yang biasanya diajukan antara lain: mengapa Yunus enggan memberitakan
injil di Niniwe? Apakah selama di perut ikan Yunus dalam keadaan mati atau tidak?
Bagaimana seorang raja dan para penduduk yang kafir bisa meresponi berita penghukuman
secara positif?
2.
Latar
belakang Sosial, Budaya dan Historis kitab Yunus
Kitab
Yunus membicarakan Yunus bin amitai. Jelaslah bahwa orang itusama dengan nabi
yang disebut dalam II raja-raja 14:25. Nabi Yunus bernubuat selama pemerintahan
raja Yerobeam II (783-743 SM) di Israel Utara.
Sama
seperti Kitab Obaja, Kitab Yunus tidak memberikan rujukan historis apapun yang
bias menolong pembaca untuk menebak masa pelayanan
Yunus (bdk. 1:1). Tidak seperti Kitab Obaja,
kita masih memiliki petunjuk penting di bagian Alkitab yang lain. Menurut 2
Raja-raja 14:25 masa
keemasan secara militer pada masa pemerintahan Yerobeam II merupakan penggenapan dari nubuat yang disampaikan
oleh nabi Yunus. Keterangan
ini menunjukkan bahwa
Yunus pasti melayani sebelum Yerobeam meraih semua keberhasilan tersebut.
kita tidak bisa
menebak lebih detil lagi. Yerobeam memerintah cukup lama (40 tahun, 2Raj 14:23) sehingga sulit bagi kita untuk
mengetahui waktu pelayanan Yunus secara
lebih spesifik. Kita juga tidak mengetahui pada tahun
keberapa Yerobeam menggapai puncak kesuksesan
militer. Berdasarkan keterbatasan ini kita hanya bisa
meyakini bahwa Yunus melayani pada paruh kedua abad ke-8 SM.
Pada
masa ini kerajaan Asyur sedang mengalami kemunduran secara militer dan juga politik. Oleh karena itu bangsa Israel dengan
mudah dapat
merebut kembali beberapa daerah yang
sebelumnya dikuasai oleh Asyur. Seiring dengan kesuksesan politik atau militer, pertumbuhan ekonomi bangsa Israel pun
berada dalam jalur yang positif. Walaupun
masa pelayanan Yunus relatif dapat dipastikan, tetapi tidak demikian halnya dengan waktu penulisan Kitab Yunus.
Sebagian teolog meyakini bahwa kitab ini bukan ditulis oleh Yunus. Mereka mengajukan beberapa
argumen sebagai dukungan.
1.
Penggunaan kata
ganti orang ke-3 tunggal. Argumen
seperti ini jelas tidak kuat. Beberapa
kitab terkenal yang ditulis oleh tokoh dalam cerita tersebut juga memakai kata ganti orang ke-3, misalnya Taurat yang
ditulis oleh Musa, Anabasis
karya
Xenophon, maupun Gallic Wars karangan
Julius Caesar.6 Penggunaan kata ganti orang hanyalah masalah gaya penulisan dan tidak
berhubungan dengan isu kepenulisan sama sekali.
2.
Bentuk lampau
hāyeţa (“adalah”) di
3:3. Dari bentuk lampaui ini ditarik kesimpulan bahwa
pada waktu kitab ini ditulis Kota Niniwe sudah tidak memiliki ukuran yang sama dengan pada waktu Yunus melayani di
sana. Lebih khusus lagi, sebagian penafsir menduga teks ini menyiratkan bahwa pada saat
penulisan Kota Niniweh sudah dihancurkan oleh Babel pada awal abad ke-7 SM.
Argumen di atas juga tidak terlalu
meyakinkan. Penggunaan bentuk lampau seperti ini tidak dapat dipakai sebagai rujukan untuk
mengetahui rentang waktu antara peristiwa dan penulisan.
Dalam penulisan narasi Ibrani bentuk lampau memang lazim digunakan, terlepas dari
jarak waktu peristiwa dengan penulisan maupun perubahan situasi yang terjadi
diantara rentang waktu ini. Contoh paling jelas ada di Yosua 14:14 “Itulah
sebabnya Hebron menjadi
(hāyeţa) milik pusaka
Kaleb bin Yefune, orang Kenas itu, sampai sekarang ini”. Kalimat di Yunus 3:3 sangat rancu dan
bisa dipahami dalam banyak cara. Teks
ini bisa merujuk pada ukuran tugas atau durasi waktu pelayanan yang harus
dilakukan Yunus, bukan
ukuran kota. Frase lealōhim (LAI:TB
“mengagumkan”, RSV/NRSV/ESV“exceedingly”) dapat berarti “bagi Allah”, sedangkan kata gādol berarti
“penting” (NIV“very important”). Jika
penafsiran ini diterima, maka Yunus 3:3 lebih merujuk pada nilai kota Niniwe di mata Tuhan daripada
ukuran kota tersebut.
3.
Penggunaan beberapa
ungkapan Aramik, misalnya sephina
(“kapal”).
Sebagian penafsir memandang
fenomena ini sebagai petunjuk konklusif bahwa Kitab Yunus tidak mungkin ditulis pada zaman Yunus sendiri, karena pada
masa itu pengaruh bahasa Aram belum
seberapa besar. Bahasa
Aram baru dominan pada zaman kerajaan Persia. Argumen
ini, sama seperti dua argumen sebelumnya, tidak memiliki kekuatan yang meyakinkan. Archer dengan teliti telah
memberikan sanggahan terhadap argument tersebut. Beberapa kosa kata atau tata bahasa yang
dianggap sebagai hasil pengaruh bahasa
Aram ternyata tidak demikian. Beberapa kata tersebut bahkan sudah ditemukan dalam tulisan-tulisan yang jauh lebih
tua daripada masa hidup Yunus. singkatnya,
argument ini telah mengabaikan satu fakta penting
bahwa Yunus berasal dari daerah utara (2Raj 14:25)
yang sangat akrab dengan pengaruh bahasa Aram dari bangsa Asyur.
4.
Pengaruh dari kitab-kitab lain. Sebagian
penafsir menduga Kitab Yunus dipengaruhi
oleh Kitab Yoel (Yunus 3:9 dari Yoel 2:14; Yunus 4:2 dari Yoel 2:13). Kitab
lain yang sering diduga sebagai sumber yang
dipakai oleh penulis Kitab Yunus adalah Kitab Yeremia.
Pertobatan penduduk Niniwe yang akhirnya mengubah keadaan mereka diyakini bersumber
dari konsep pemuliaan-perendahan suatu bangsa di Yeremia. Seandainya Kitab Yunus memakai tulisan Yeremia,
maka kitab ini pasti ditulis sesudah pembuangan ke Babel. Argumen
ini pun gagal memberi bantahan yang memadai. Pentarikhan
Kitab Yoel sendiri sangat
tidak konklusif. Seandainya kitab tersebut ditulis pada abad ke-8 SM, maka
tidak mengherankan jika kitab ini memiliki
pengaruh dalam Kitab Yunus. Di samping itu, kesamaan
yang ada bisa dipahami secara terbalik (Kitab Yoel yang memakai Kitab Yunus). Cara lain untuk memahami hal ini adalah
keberadaan sumber tertulis lain yang dipakai baik oleh
Yoel maupun Yunus. Berkaitan
dengan Yeremia 18:7-8, kesamaan yang ada bersifat sangat umum. Tidak ada petunjuk apapun yang meyakinkan tentang
hubungan sastra (literary
interdependency) antara
dua tulisan ini. Kesamaan konsep antara kedua tulisan ini sangat mungkin
berasal dari kesatuan wahyu dalam Alkitab. Allah
yang satu mengajarkan konsep yang sama diseluruh Alkitab.
Dari
semua pembahasan di atas kita dapat menarik konklusi bahwa tidak ada alasan
yang kuat untuk mengasumsikan rentang waktu
yang sangat lama antara peristiwa dan penulisan. Yang
paling penting, pesan yang disampaikan dalam kitab ini lebih berkaitan dengan
situasi pada waktu Yunus melayani daripada
situasi pada saat penulisan. Lebih jauh, terlepas dari berapa lama durasi antara peristiwa dan
penulisan, pesan yang diberitakan dalam kitab ini tetap sama, apalagi dalam banyak hal
Yunus memang tidak bermaksud memberikan keterangan
historis yang detil. Jumlah rujukan historis yang sangat minim menyiratkan bahwa kitab ini dapat dipahami dengan
baik sekalipun tanpa pengetahuan yang lengkap tentang
situasi historis pada zaman itu.
1. Jenis
tulisan
Secara
tradisional Kitab Yunus dianggap sebagai sebuah tulisan historis. Setiap detil
yang
ditulis di
dalamnya adalah berdasarkan fakta. Situasi baru berubah pada zaman modern. Sebagian penafsir, baik liberal maupun
injili, mulai mempertanyakan nilai historisitas Kitab Yunus. Perubahan sikap teolog liberal
lebih banyak ditentukan oleh asumsi dasar yang menolak
semua hal yang supranatural dalam Alkitab. Di sisi lain, beberapa teolog injili menganggap bahwa sejak awal Kitab Yunus
memang tidak dimaksudkan sebagai tulisan historis.
Alkitab mengilhami Yunus untuk mengajarkan beberapa konsep teologis yang penting melalui sebuah perumpamaan.15
Beberapa teolog injili juga memilih untuk bersikap skeptis terhadap isu historisitas dan
menegaskan bahwa isu ini tidak relevan dalam penafsiran. Mengapa para teolog modern meragukan
historisitas Kitab Yunus? Ada beberapa alasan. Yang
terutama, para teolog liberal menolak beberapa kisah yang dianggap tidak masuk
akal. Keberadaan Yunus selama 3 hari 3 malam
di perut ikan dan pertumbuhan pohon jarak yang terlalu
ajaib merupakan beberapa hal yang sering dipersoalkan. Beberapa teolog injili mencoba
memberikan respon terhadap sanggahan di atas dengan cara menunjukkan beberapa penemuan
penting tentang nelayan yang mampu bertahan hidup
selama 3 hari di perut ikan besar. Jawaban seperti ini memang bisa mempertahankan nilai historis kisah Yunus, tetapi
pendekatan ini tampaknya tidak terlalu sesuai dengan maksud Kitab Yunus. Pembacaan sekilas
sudah cukup untuk menunjukkan bahwa penulis Kitab
Yunus ingin agar para pembaca melihat kisah ini sebagai sesuatu yang ajaib. Peristiwa angin ribut yang tidak biasa
(1:4-7), hasil undian yang diatur oleh TUHAN (1:8-16) maupun pemuntahan Yunus ke kota Niniwe
secara ajaib (2:17) semua menunjukkan bahwa ini
merupakan peristiwa yang ajaib. Kita
sebaiknya tidak terlalu mengikuti asumsi dasar teolog liberal yang
antisupranaturalisme. Bagi
kita yang mempercayai mujizat, kita tidak akan mengalami kesulitan untuk
menerima semua kisah dalam kitab ini sebagai
sebuah peristiwa historis. Dalam perspektif kita apa yang disebut “historis” tidak dapat
dibatasi pada hal-hal yang masuk akal. Mujizat juga peristiwa historis.
Poin
lain yang sering dipersoalkan oleh teolog modern adalah catatan historis yang
tidak tepat atau kurang spesifik. Sebagai
contoh, Kitab Yunus hanya memakai sebutan “raja Niniwe”
tanpa menyebutkan nama raja tersebut. Penyebutan “raja Niniwe” sendiri secara historis dianggap tidak tepat, karena
Niniwe hanyalah sebuah kota, bukan negara (3:6). Terhadap
sanggahan ini kita perlu mengetahui bahwa Niniwe merupakan ibukota kerajaan Asyur. Beberapa
bukti historis di luar Alkitab sudah sangat memadai untuk membuktikan hal ini. Ketika Yunus hanya menyebutkan
“raja Niniwe”, maka hal itu sebenarnya sama dengan
raja seluruh negara Asyur. Cara penyebutan seperti ini merupakan hal yang lazim dalam tulisan historis Perjanjian Lama.
Ahab disebut sebagai Raja Samaria (1Raj 21:1), walaupun
ia memerintah atas seluruh daerah utara yang melampaui batasan Kota Samaria. Benhadad, raja Aram, disebut sebagai
“raja Damsyik” (2Taw 24:23). Poin
lain yang menimbulan kontroversi adalah ukuran kota Niniwe yang diangap terlalu berlebihan. Tidak ada satu pun kota kuno
yang memerlukan perjalanan lebih dari 3 hari. Penemuan arkheologis juga
menunjukkan bahwa ukuran kota Niniwe tidak mungkin sebesar itu, walaupun kota ini memang
tergolong besar. Sanggahan
di atas sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh pembacaan yang kurang teliti. Konteks Yunus 3 menunjukkan bahwa ini
merupakan perjalanan sambil berkhotbah. Yunus tidak
hanya sekedar
berkeliling tanpa melakukan apapun, tetapi berkeliling sambil menyampaikan berita penghukuman. Di
samping itu, konteks pun memberi petunjuk bahwa Yunus
beristirahat selama 3 hari khotbah keliling ini (3:4). Ia hanya mengunjungi
beberapa tempat yang strategis yang memungkinkan
untuk penyebaran berita lebih lanjut (3:5-6). Jadi,
perjalanan 3 hari di sini harus dipahami sebagai total waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan semua khotbah, bukan waktu
yang diperlukan untuk mengelilingi kota Niniwe. Dari pembahasan di atas terlihat bahwa
keraguan terhadap historisitas Kitab Yunus tidak memiliki
dasar yang kuat dan objektif. Satu hal yang paling menentukan di sini adalah
sikap Yesus terhadap kisah Yunus. Yesus
menggambarkan kematian-Nya selama 3 hari seperti kisah
Yunus berada di perut ikan (Mat 12:39-40//Luk 11:29-30). Yesus juga pernah mengatakan bahwa di zaman akhir
orang-orang Niniwe akan bangkit untuk menghakimi orang-orang
Israel yang bebal (Mat 12:41//Luk 11:32). Walaupun
beberapa telog telah mencoba memahami sikap Yesus ini bukan sebagai dukungan terhadap historisitas Kitab
Yunus (Yesus bisa saja mengutip dari kitab ini sebagai sebuah perumpamaan), namun pandangan
seperti ini sangat lemah. Rujukan tentang 3 hari di
perut ikan dan perut bumi mungkin bisa dipahami seperti itu (walaupun hal ini
tampak terlalu dipaksakan), tetapi tidak
demikian halnya dengan kutipan kedua. Jika orang-orang Niniwe tidak benar-benar bertobat,
bagaimana mereka bisa bangkit untuk menghakimi orang-orang
Israel? Jika kisah ini hanyalah perumpamaan, apakah kekuatan dari peringatan Yesus di sini?
2. Tujuan
penulisan
Tujuan
Kitab Yunus telah mendorong perdebatan di kalangan para teolog. Beberapa mencoba melihat Yunus sebagai tipologi
dari Kristus. Sebagaimana
Yunus dibebaskan dari kematian
setelah 3 hari di perut ikan, demikian pula dengan Kristus di perut bumi. Sebagaimana Yunus adalah seorang Israel
dan hamba TUHAN, demikian pula dengan Kristus. Pendekatan
ini terlalu dogmatis dan pasti sulit dipahami oleh pembaca mula-mula Kitab Yunus. Yang
lain mencoba mengidentifikasikan Yunus dengan penduduk Niniwe. Baik Yunus maupun
penduduk Niniwe sama-sama menghadapi bahaya atau ketidaknyamanan (kata Ibrani untuk “malapetaka” dan “kekesalan
hati” di 3:10 dan 4:6 adalah sama) dan berusaha dengan
kekuatan sendiri, tetapi akhirnya anugerah TUHANlah yang mampu menyelamatkan mereka. Pendekatan ini tampak terlalu
dipaksakan. Kesamaan yang ada tidak sekuat yang dipikirkan. Usulan lain adalah dengan melihat Yunus
sebagai perwakilan dari bangsa Israel. Sebagaimana
Yunus tidak taat terhadap panggilan, lalu dihukum oleh TUHAN dan akhirnya mau menjadi alat TUHAN untuk bangsa
kafir, demikian pula dengan bangsa Israel yang akan dihukum TUHAN tetapi selanjutnya dipakai
untuk menggenapi misi bagi bangsa-bangsa kafir.
Pandangan ini tidak bisa menjelaskan sikap Yunus yang tetap keras kepala di
bagian akhir.
Kita
sebaiknya memahami tujuan ini secara teosentris. Artinya, kitab ini ditulis
untuk menunjukkan bahwa kasih karunia dan
belas-kasihan TUHAN juga berlaku atas bangsa-bangsa kafir
atas dasar pertobatan mereka. Berdasarkan hal ini bangsa Israel seharusnya juga berkewajiban menyampaikan kesaksian
kepada bangsa-bangsa kafir. Konsep
di atas tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang asing dalam Alkitab. Abaraham dipanggil supaya semua bangsa mendapat
berkat darinya (Kej 12:1-3; 21:8-21). Dari semula Alkitab
memang dimulai dengan Adam, bukan Abraham. Alkitab bahkan mencatat beberapa orang kafir yang dihormati oleh umat
Allah, misalnya Melkisedek (Kej 14), Yitro (Kel 18) dan Ruth (Ruth 1-4). Kitab Yesaya bahkan
memerintahkan umat TUHAN untuk menjadi terang bagi
semua bangsa di bumi (Yes 49:6).
3.
Struktur
kitab
Kitab Yunus
berbentuk narasi singkat yang relatif cukup mudah untuk ditelusuri pergerakan
ceritanya. Perubahan tempat,
perkembangan cerita dan atmosfir masing-masing bagian sangat
mudah untuk dideteksi. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak banyak perdebatan
yang muncul seputar struktur kitab ini, kecuali dalam tingkat yang lebih detil.
·
Perintah
Allah ditolak oleh Yunus (1:1-3)
·
Yunus
melarikan diri dan dikejar oleh TUHAN (1:4-17)
·
Doa
Yunus untuk kelepasan (2:1-10)
·
Perintah
TUHAN dibarui dan ditaati (3:1-3)
·
Berita
penghukuman dan pertobatan penduduk Niniwe (3:4-10)
·
Kemarahan
Yunus dan jawaban TUHAN (4:1-11)
·
Kemarahan
Yunus (4:1-5)
·
Pelajaran
dari TUHAN (4:6-9)
·
Inti
pelajaran: belas-kasihan TUHAN (4:10-11)
4.
Teologi
kitab
Walaupun Kitab
Yunus berisi sebuah narasi yang relatif singkat, namun makna teologis di
dalamnya cukup mendalam. Beberapa
bahkan awalnya
tidak dipahami oleh Yunus sendiri.
Apa saja pesan teologis yang penting
dalam kitab ini?
1.
belas-kasihan
TUHAN. Ini merupakan inti dari seluruh Kitab Yunus.
Inti ini
sengaja diletakkan di bagian akhir sebagai klimaks cerita. Keengganan Yunus
untuk berkhotbah
di Niniwe berkaitan dengan keyakinan Yunus bahwa TUHAN adalah penyayang, belas
kasih dan sabar (4:2). Jawaban TUHAN di bagian penutup kitab juga mempertegas konsep
tersebut. Allah sangat mengasihi penduduk Niniwe yang sangat berdosa (4:10-11). Belas-kasihan
ini seharusnya menjadi cermin bagi bangsa Israel, karena mereka pun merasakan
hal yang sama. Walaupun bangsa Israel sangat berdosa kepada TUHAN (2Raj 14:25-27),
namun TUHAN tetap mengasihi mereka dengan cara memberi mereka kelepasan atas
musuh-musuh, demikian pula TUHAN berhak memberi pertolongan kepada bangsa kafir,
apalagi mereka mau bertobat dengan sungguh-sungguh. Sikap
TUHAN di sini jelas kontras dengan sikap Yunus. Rasa nasionalisme dan
superioritas etnis
membuat Yunus sulit mengharapkan
hal yang baik untuk bangsa lain. Di mata Yunus penduduk
Niniwe tidak pantas mendapatkan belas-kasihan karena keberdosaan dan kekejaman
mereka, walaupun ia sadar bahwa TUHAN pasti berkenan atas pertobatanmereka.
Yunus ingin agar mereka dihukum. Sikap ini jelas tidak bisa dibenarkan. Keadaan bangsa
Israel pada zaman Yunus tidak lebih baik daripada keadaan rohani penduduk
Niniwe. Kalau
TUHAN mau menunjukkan belas-kasihan kepada bangsa Israel yang terus berdosa, mengapa
TUHAN tidak boleh mengasihi penduduk Niniwe yang bertobat?
2.
Konsep
kedua yang penting adalah kedaulatan TUHAN. Konsep ini ditunjukkan melalui banyak
cara. Pengakuan penumpang kapal (1:14-16) dan belas-kasihan TUHAN atas penduduk
Niniwe (4:4-10) membuktikan bahwa Dia adalah Allah atas semua bangsa. Kedaulatan
ini juga tampak dari cara Allah memakai segala sesuatu untuk merealisasikan rencana-Nya.
Salah satu kata kunci dalam kitab ini adalah kata kerja mana)
(“menentukan”) yang
dikenakan untuk TUHAN. Ia
memakai angin ribut (1:4), mengatur hasil undian (1:7), mengutus
ikan besar (1:17), menyuruh ikan itu memuntahkan Yunus (2:10), menumbuhkan pohon
jarak dengan begitu cepat (4:6) dan seekor ulat (4:6). Konsep
terakhir adalah tentang kemarahan. Salah satu
kontras yang menarik antara TUHAN dan Yunus adalah dalam hal
kemaraham. Yunus mengakui bahwa TUHAN adalah sabar dan tidak
menyukai malapetaka terjadi atas manusia (4:2). Walaupun TUHAN berhak untuk
menumpahkan kemarahan-Nya pada penduduk Niniwe yang sangat berdosa (1:2;4:11),
tetapi Allah justru memilih untuk mengasihi
mereka. Ironisnya, Yunus sendiri memilih untuk marah
walaupun ia sebenarnya
tidak memiliki alasan untuk marah (4:4-5). Yunus marah atas
pertobatan penduduk Niniwe, padahal ia mampu bersukacita atas pertumbuhan pohon
jarak. Ia bahkan marah lagi atas kematian pohon jarak walaupun ia tidak berhak
atas pohon
itu (4:10).
Daftar Pustaka
Douglas Stuart, vol. 31, Word Biblical Commentary : Hosea-Jonah, electronic
ed., Logos Library
System; Word Biblical Commentary
(Dallas: Word, Incorporated, 1998), 431.
Tremper Longman III & Raymond
B. Dillard, An Introduction to the Old Testament (2nd ed., Grand
Rapids: Zondervan, 2006), 443.
Gleason L. Archer, A Survey of Old Testemanet Introduction, 342.
Longman III & Dillard, An Introduction to the Old Testament, 445.
Leslie C. Allen, The Books of Joel,Obadiah, Jonah, and Micah. 181.
Hill & Walton, A Survey of the Old Testament, 501.
Drs. A. Kramer Th., tafsiran alkitab Yunus.1-10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar