PENGERTIAN TENTANG
ETIKA KRISTEN DAN PENERAPANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. ETIKA KRISTEN DAN ETIKA PADA UMUMNYA
1. Titik Tolak Berpikir
Tugas
etika di sini adalah menyelidiki, mengontrol, mengoreksi dan mengarahkan cara
yang baik yang seharusnya dilakukan. Sedangkan ukuran "apa yang baik"
dalam etika pada umumnya adalah sesuai dengan tuntutan masyarakat secara umum,
kata hati dan keputusan batin untuk bertindak atau melakukan yang baik.
Titik
tolak berpikir Etika Kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan
diri di dalam Tuhan Yesus Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan akan kasih
Allah yang menyelamatkan kita (bandingkan dengan 1 Yohanes 4:19). Kehidupan
etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Dalam Etika Kristen kewibawaan
Tuhan Yesus Kristus diakui. Berkaitan dengan kewibawaan, George Wolfgang Forell menekankan bahwa, titik utama Etika
Kristen, khususnya etika Perjanjian Baru) adalah Yesus Kristus. Kehidupan
Kristus menjadi tema-tema pokok Perjanjian baru, menjadi pusat norma etis bagi
orang yang percaya kepada-Nya. Secara kontekstual, makna etika Kristen
diperhadapkan dengan situasi tertentu, yakni kini dan di sini.3 Oleh sebab itu,
Etika Kristen mempelajari situasi yang seharusnya dengan mengingat situasi yang
sebenarnya.
Etika
Kristen itu? Sebetulnya, Etika Kristen termasuk kelompok ilmu normatif yang
menguraikan masalah-masalah seputar apa yang baik. Dalam konteks iman Kristen
ukuran apa yang baik adalah segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Sedangkan kehendak Tuhan sendiri telah dinyatakan dalam Hukum dan Perintah
Tuhan, yakni Dasa Titah atau Hukum Sepuluh Perkara dan kasih sebagai landasan
yang utama. Dalam bab pertama telah dijelaskan bahwa etika adalah tindakan atau
perbuatan yang diwujudkan sebagai hasil dari analisa akal budi atas suatu
masalah, pertimbangan dan keputusan batin tentang hal yang baik. Di situ
terdapat kesadaran yang penuh dari seseorang yang akan melakukan perbuatan.
Sekarang
kita akan melihat perbedaan dan persamaan antara Etika
Sosial, etika pada umumnya, dengan Etika Kristen. Perbedaannya, Etika Sosial
menonjolkan peran manusia, yakni masyarakat dan hati nurani. Etika Sosial
bersifat humanistik dalam pengambilan keputusan tentang apa yang baik yang
harus dilakukan seseorang. Sedangkan Etika
Kristen yang ditekankan adalah kehendak Tuhan. Kenapa demikian? Kita
tahu dengan jelas bahwa sejak jatuh dalam dosa manusia tidak dapat lagi
melakukan tindakan yang baik. Apa yang baik dan buruk telah menjadi kacau-balau
dalam diri manusia sehingga manusia tidak dapat memilah dan membedakannya. Ada
kalanya yang dianggap baik, ternyata buruk dan demikian sebaliknya. Dalam Etika
Kristen kehendak Tuhan dikedepankan sehingga sifat Etika Kristen adalah
teologis dan imani. Memang ada unsur yang sama antara kedua etika tersebut,
yakni unsur analisa, pertimbangan akal budi atau kesadaran dan hati nurani.
Secara khusus, definisi
iman Kristen adalah "tindakan praktis yang dilakukan oleh manusia (pelaku)
sebagai pernyataan atau terjemahan dari analisa akal budi dan keputusan batin
akan hal yang baik yang sesuai dengan kehendak Tuhan".
Berkaitan
dengan apa yang baik, dalam buku Etika Filsafat, Poedjawijatna mengatakan bahwa
ada dua versi kebaikan, yakni kebaikan kodrati yang berlaku secara umum dan
kebaikan adi kodrati yang berdasarkan wahyu Allah.6 Kebaikan berdasarkan wahyu
Allah itu termasuk kebaikan yang dibicarakan dalam Etika Kristen.
Agustinus,
seorang Bapa Gereja,
etika
memikirkan kehendak Tuhan yang telah dinyatakan dalam Taurat, Allah Pendamai,
Allah Penebus dan sebagainya. Etika Kristen memikirkan ketetapan iman di tengah
realitas hidup.
Hubungan
keduanya dapat dilihat dalam 1 Yohanes 4: 19, "Kita mengasihi, karena
Allah lebih dahulu mengasihi kita". Di dalam firman tersebut yang menjadi
pokok Dogmatika adalah " ... Allah lebih dahulu mengasihi kita".
Sedangkan pokok Etika Kristen adalah "Kita mengasihi ...". Dengan
demikian Etika Kristen merupakan ekspresi atau terjemahan iman yang terwujud
dalam perbuatan yang bersumber pada kasih. Mengasihi merupakan ucapan syukur
seseorang yang telah merasakan kasih Tuhan.
2. Metode Dalam Etika Kristen
Namur
ada satu pendekatan, yakni pendekatan kritik.
Etika
pada dasarnya mempelajari dan mengamati masalah-masalah seputar etik
moral dan kesusilaan dengan realisasinya secara kritis. Etika tidak memberi
ajaran, namun memeriksa kebiasaan-kebiasaan (adat-istiadat), nilai-nilai,
norma-norma dan pandangan-pandangan etik-moral dan kesusilaan secara kritis.
Etika menuntut tanggung jawab dan berusaha menjernihkan masalah etik moral dan
kesusilaan.
Dengan
keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa etika dalam menelaah setiap
masalah memakai metode yang disebut pendekatan kritik. Namun kita tidak boleh
lupa bahwa pendekatan kritik tersebut harus didasarkan pada etika. Oleh sebab
itu secara tegas dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai Etika Kristen
adalah metode kritis etis.
B. Asas-asas Etika Kristen
1. Iman
Untuk
membicarakan hal ini, kita perlu meninjau terlebih dulu bahwa hakikat
kemanusiaan kita adalah citra Allah (Kej. 1:2627). Citra Allah itu meliputi
gambar Allah (imago Dei) dan teladan Allah (similitudo Dei). Ini merupakan
kelengkapan manusia yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk melakukan
tugastugas yang telah diberikan-Nya.
Citra
Allah adalah potret atau bayangan yang mempunyai kesamaan sifat. Namun satu hal
yang harus kita ketahui adalah kecitraan manusia dengan Tuhan terkait dengan
tugas manusia. Manusia memang segambar dengan Tuhan tetapi bukan sifat atau
keadaan atau tabiat yang imanen dalam diri manusia melainkan kedudukan manusia
yang diperoleh karena berhadapan dengan Tuhan atau karena bersangkut-paut
dengan Tuhan. Dengan kata lain citra Allah yang dimiliki manusia merupakan
persekutuan dengan Tuhan sebagai berkat dan karunia sehingga sikap dan kelakuan
manusia sesuai dengan gambar dengan Tuhan. Manusia mencerminkan atau
memantulkan cahaya kemuliaan Tuhan Allah.9 Citra Allah dimiliki manusia ketika
manusia berada di Eden atau Firdaus. Manusia yang diciptakan sesuai dengan
citra Allah inilah yang ditugasi untuk menguasai atau memerintah dunia dan
segala makhluk. Menguasai atau memerintah dalam hal ini berarti memelihara,
mengusahakan dan membangun (Kej. 1:28, 2:15).
filsafat
orang Jawa adalah memayu hayuning bawana. Istilah "memayu" berarti
memberi daging atas kerangka, memberi dinding pada kerangka rumah dan sekaligus
memberi atap. Sedangkan istilah "hayu" berarti cantik atau bagus.
Istilah "bawana" berarti dunia atau jagad raya (kosmos).
Jadi,
memayu hayuning bawana berarti mempercantik, melengkapi, membangun dunia,
termasuk membangun citra diri agar baik, bagus dan cantik dalam kelakuan dan
sifat. Itulah tugas manusia yang harus dilakukan. Manusia dan semua makhluk
lairulya adalah milik Tuhan. Kita adalah milik Tuhan dan bukan milik kita sendiri.
Perbuatan
dan tindakan manusia langsung berhubungan dengan etika. Sedangkan etika sendiri
memberi kepada kita pokok-pokok
pertimbangan sebagai bahan pengambilan keputusan etis untuk apa yang perlu dan
harus kita lakukan.11 Ciri khas Etika Kristen adalah dimensi Kristen. Dimensi
Kristen inilah yang membedakan antara Etika Kristen dan Etika Sosial atau etika
pada umumnya
Perbuatan
etis kita adalah perbuatan baik sebagai terjemahan atau ekspresi dari iman kita
karena kita telah dibenarkan oleh iman kepada Kristus oleh Tuhan (Rm 3:22; Gal.
2:16). Hal itu juga karena kita telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus
Sang Juru selamat itu. Iman berkaitan erat dengan perbuatan. Oleh sebab itu,
apabila iman tanpa perbuatan, iman itu menjadi mati atau kosong (Yak. 2:17,
22).
2. Pengakuan tentang Manusia
Asas
atau titik pangkal Etika Kristen adalah iman, karya Tuhan dan pemeliharaan-Nya
terhadap semua makhluk. Dari sini Etika Kristen memperhatikan tindakan manusia
karena pada hakikatnya "...sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh
Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama lamanya" (Rm
11:36).
3. Manusia Dengan Tingkah Lakunya
Etika
memang menyoroti kehidupan manusia dengan tingkah lakunya. Manusia menilai
manusia yang lain. Hal itu dapat dilihat dari tindakan atau tingkah lakunya.
Dalam hal ini, Poedjawijatna mengatakan bahwa apabila penilaian itu diambil
secara luas, nilai akan bermacam-macam jenisnya. Nilai adalah a) penilaian
etis-moralis yang berkaitan dengan kelakuan baik dan kelakuan buruk, b)
penilaian medis yang berhubungan dengan kesehatan seseorang, dan c) penilaian
estetik yang berkaitan dengan keindahan.14
Berkaitan
dengan hal itu, dalam Etika Jawa dikenal dengan dora sembada (berbohong tetapi
dianggap baik). Etika dora sembada sebenarnya dapat dikatakan sebagai;
kejahatan kecil yang menyelamatkan.
Jadi hal
ini pun termasuk pengecualian atau tidak baik tetapi apa boleh buat.
Masalah
yang sama pada zaman Modern ini adalah, misal, masalah perang, penindasan
politik, politik apartheid (ras diskriminasi) di beberapa bagian dunia ini,
ketidakadilan dalam bidang sarana dan prasarana hidup manusia dan sebagainya.
Kita harus memikirkan bagaimana seorang Kristen dalam kenyataan seperti itu.
Persoalannya adalah sampai sejauh mana kita dapat berkompromi dengan kenyataan
seperti itu? Inilah persoalan etis-teologis.
C. Baik dan Buruk
1. Pandangan Umum
Ada
hubungan antara baik dan buruk. Apabila tindakan etis tidak baik, tindakan
tersebut disebut buruk. Derajat keburukan tidak perlu sama. Semua itu buruk
karena tidak baik. Buruk adalah pengertian negatif.
Baik dan
buruk dapat juga diberi pengertian positif dan negatif. Namun ada yang netral
seperti makan, berjalan, tidur, menulis, mengedipkan mata. Ada juga tindakan
yang pura-pura atau munafik atau hipokrit.
a. Hedonisme.
Etika
yang mencari kebahagiaan sebagai prinsip yang paling dasar menurut hedonisme
adalah eu daimonisme (Yun) yang berarti kebahagiaan. Hedonisme berasal dari
kata bahasa Yunani: "to hedone" yang berarti kenikmatan, kegembiraan,
kepuasan. Hedonisme bertolak dari anggapan bahwa manusia hendaknya hidup
sedemikian rupa sehingga mencapai kebahagiaan atau kenikmatan. Tindakan manusia
cenderung ingin puas. Menurut Sigmund Freud, kecenderungan itu adalah libido
seksualitas. Sedangkan menurut Alfred Adler, kecenderungan itu adalah memiliki
kekuasaan. Faktor kecenderungan ini mendorong manusia untuk bertindak.
Hedonisme menganggap bahwa rasa puas dapat menimbulkan kebahagiaan. Sedangkan
kebahagiaan dapat menenangkan manusia sehingga tidak lagi butuh apa-apa.
Kebahagiaan menjadi tujuan pada dirinya sendiri. Ciri khas semangat hedonisme
adalah "carilah kenikmatan dan hindarilah perasaan yang menyakitkan".
Jadi, menurut hedonisme, ukuran baik itu adalah apabila memuaskan.
b. UtiIitarisme
Jeremy
Bentham, orang Inggris. Dalam mengevaluasi suatu tindakan, ia mengembangkan
kalkulus atau perhitungan tentang kebahagiaan. Istilah utilitarisme berasal
kata utilis (Lat) yang berarti berguna. Utilitarisme dianggap sebagai Etika
Sukses, yakni suatu etika yang menilai kebaikan dari apakah perbuatan
menghasilkan suatu hal yang baik atau tidak. Misal, tindakan korupsi itu tidak
baik apabila hanya berguna bagi dirinya sendiri.
Utilitarisme
bermaksud agar orang selalu bertindak sedemikian rupa sehingga sebanyak mungkin
orang mendapatkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Utilitarisme juga
mengungkapkan penghayatan moral yang kritis dan rasional. Tujuan seperti itulah
yang diberi nilai moral. Menurut moral tradisional, bohong itu tidak boleh.
Tetapi, menurut utilitarisme, bohong itu hanya terlarang karena
akibat-akibatnya lebih jelek jika dibandingkan mengatakan kebenaran. Andaikata,
akibatdari kebohongan itu akan lebih baik, kita boleh bohong, bahkan wajib. Di
bidang politik praktis apa saja boleh dilakukan asal berguna karena baik
menurut utilitarisme adalah apa yang berguna.
c. Vitalisme
Menurut
vitalisme apa yang baik mencerminkan kekuatan hidup manusia. Dalam hidup
manusia terdapat kekuatan dan kekuasaan. Vitalisme berpendapat bahwa kekuatan
dan kekuasaan itu bertujuan untuk menaklukkan orang lain yang lemah. Hal itu
berarti manusia yang berkuasa itulah yang baik. Perbuatan-perbuatan yang
termasuk vilatisme adalah feodalisme, diktatorisme, kolonialisme. Jadi sekali
lagi, ukuran yang baik menurut vitalisme adalah orang kuat dan berkuasa yang
dapat mengalahkan dan menindas orang yang lemah.
d. Sosialisme
Masyarakatlah
yang menentukan baik dan buruknya tindakan seseorang yang menjadi anggota
masyarakat tersebut. Apa yang baik adalah sesuai anggapan masyarakat tertentu.
dikunjungi
seseorang yang berasal Belanda. Menurut pengakuannya, ia baru pertama kali
berkunjung di Indonesia. Lalu, saya suguhi (hidangkan) minuman dan makanan
kecil. Begitu saya persilahkan, ia langsung menghabiskan semua suguhan
(hidangan). Menghabiskan makanan dan minuman dengan sekali dipersilahkan, bagi
tamu saya, itu baik dan sopan. Namun menurut orang Timur, ada perbedaan. Dengan
beberapa kali dipersilahkan, kemudian diminum itu baik. Namun ukuran baik dan
sopan apabila tuan rumah lebih dulu melakukan, kemudian si tamu baru menyusul.
Selain itu, ukuran sopan dan baik, apabila minuman dan makanan kecil yang
dihidangkan masih sisa sedikit. Apabila makanan dan minuman habis sama sekali,
itu berarti tidak sopan.
e. Humanisme
Apa yang
baik menurut ukuran aliran ini adalah apa yang sesuai dengan kodrat manusia
secara eksistensial dalam cipta (daya berpikir), rasa (rasa-perasaan, situasi
dan kondisi) dan karsa (kehendak, keinginan) dan menentukan baik dan buruknya
suatu tindakan yang dilakukan secara konkret. Sedangkan tindakan konkret
berasal dari kata hati si pelaku sehingga Humanisme hanya melihat segi yang
abstrak dan terlepas dari subjek yang melakukan tindakan itu. Tindakan yang
baik adalah sesuai dengan derajat manusia yakni kodratnya. Contoh, pohon mangga
pasti berbuah mangga dan tidak boleh lain karena kodratnya adalah mangga. Makan
dan minum itu sangat baik untuk mempertahankan hidup. Tetapi, apabila makan dan
minumnya itu untuk mencari kesenangan sehingga mabuk, perbuatannya tidak sesuai
dengan kodratnya. Itu merupakan perbuatan yang buruk.
2. Pandangan Iman Kristen
Iman
Kristen berpendapat, bahwa hanya Tuhan saja yang baik. pertanyaan apa yang baik
hanya dapat dijawab oleh Tuhan sendiri. Kenapa demikian? Karena, manusia telah
jatuh dalam dosa, yakni
pelanggaran yang fatal dengan memakan buah pengetahuan baik dan jahat (Kej.
3:1-24). Akibatnya manusia sudah tidak dapat lagi membedakan atau memilahkan
baik dan jahat. Baik dan jahat campur aduk dan berkecamuk dalam kehidupan
manusia. Manusia tidak dapat lagi menjawab secara benar dan mutlak tentang apa
yang baik. Karena Tuhan adalah sumber dari segala yang baik, dengan demikian
hanya Tuhan sajalah yang dapat dan berhak untuk menjawab apa yang baik.
Kebaikan Tuhan adalah mutlak.
Pengetahuan
akan hal yang baik dicari oleh manusia. Namun tempat yang baik hanya ada dalam
Tuhan itu sendiri. Dengan demikian, jika seseorang mencari apa yang baik, ia
juga mencari Tuhan. Menurut Alkitab, sebenarnya orang beriman sudah diberi
karunia pengetahuan tentang yang baik (Mi. 6:8). Syaratnya apabila manusia mau
mendengarkan firman Tuhan. Karena itu, manusia harus dapat mengetahui kehendak
Tuhan. Dalam Alkitab memuat petunjuk tentang hal ini seperti firman yang
dikatakan Tuhan Yesus, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup ..."
(Yoh. 14:6a). Selain itu, sebelum manusia jatuh dalam dosa, manusia memang
telah diberi pengertian tentang cara yang seharusnya dilakukan untuk menjadi
petugas di taman Eden, yakni mengusahakan dan memelihara (Kej. 2:15) dalam
kaitannya dengan tugas menguasai dan memenuhi bumi (Kej. 1:28).
Selama
manusia masih mempertahankan kesegambarannya dengan Tuhan dan tidak mau menjadi
sama atau menandingi Tuhan akan ada persekutuan perjanjian yang erat dan
hubungan kasih yang intim. Dalam keadaan seperti ini, manusia tahu akan
kehendak Tuhan sehingga tindakan manusia seperti ini disebut posse non peccare
(dimungkinkan untuk tidak berbuat jahat). Namun yang terjadi adalah manusia
sudah tidak mau lagi berada dalam ikatan dengan Tuhan. Manusia ingin mencari
otonomi sendiri. Akibatnya, manusia tidak tahu lagi kehendak Tuhan dan tidak
tahu lagi apa yang baik secara hakiki. Pengetahuan baik dan jahat memang dia
kuasai tetapi dalam melakukan apa yang baik selalu mengarah atau mengandung
pada apa yang tidak baik. Tindakan manusia setelah jatuh dalam dosa menjadi non
posse no peccare (tidak mungkin tidak atau sudah pasti berbuat jahat).
Perbuatan baik bercampur dengan perbuatan jahat.
Segalanya
telah berubah. Kebenaran sebagai anugerah Allah berubah menjadi kejahatan.
Keselamatan berubah menjadi kesengsaraan. Kebijaksanaan berubah menjadi
kebodohan. Untuk itu, manusia harus mengalami pemugaran atau pembangunan
kembali. Pemugaran itu dilakukan sendiri oleh Tuhan sehingga kita menjadi
manusia baru (2 Kor. 5:17) dan sesuai dengan citra Allah (Rm 8:29, 12:2; 1 Kor.
3:18; Kol. 3:10). Menjadi manusia segambar dengan Tuhan berarti hidup dalam
hubungan yang baik dengan Tuhan.21 Proses Restitutio Imaginis Dei merupakan
pemugaran kembali citra Allah.
Terimakasih buat tulisannya, kiranya Tuhan Jesus memberkati
BalasHapusTerimakasih buat tulisannya, kiranya Tuhan Jesus memberkati
BalasHapus