Terima Kasih Anda Telah Berkunjung di Blog Obet Nego Y. Agau

Sabtu, 25 Mei 2013

PENGERTIAN TENTANG ETIKA KRISTEN DAN PENERAPANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

PENGERTIAN TENTANG ETIKA KRISTEN DAN PENERAPANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. ETIKA KRISTEN DAN ETIKA PADA UMUMNYA
1. Titik Tolak Berpikir
Tugas etika di sini adalah menyelidiki, mengontrol, mengoreksi dan mengarahkan cara yang baik yang seharusnya dilakukan. Sedangkan ukuran "apa yang baik" dalam etika pada umumnya adalah sesuai dengan tuntutan masyarakat secara umum, kata hati dan keputusan batin untuk bertindak atau melakukan yang baik.
Titik tolak berpikir Etika Kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri di dalam Tuhan Yesus Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan kita (bandingkan dengan 1 Yohanes 4:19). Kehidupan etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Dalam Etika Kristen kewibawaan Tuhan Yesus Kristus diakui. Berkaitan dengan kewibawaan, George Wolfgang Forell menekankan bahwa, titik utama Etika Kristen, khususnya etika Perjanjian Baru) adalah Yesus Kristus. Kehidupan Kristus menjadi tema-tema pokok Perjanjian baru, menjadi pusat norma etis bagi orang yang percaya kepada-Nya. Secara kontekstual, makna etika Kristen diperhadapkan dengan situasi tertentu, yakni kini dan di sini.3 Oleh sebab itu, Etika Kristen mempelajari situasi yang seharusnya dengan mengingat situasi yang sebenarnya.
Etika Kristen itu? Sebetulnya, Etika Kristen termasuk kelompok ilmu normatif yang menguraikan masalah-masalah seputar apa yang baik. Dalam konteks iman Kristen ukuran apa yang baik adalah segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sedangkan kehendak Tuhan sendiri telah dinyatakan dalam Hukum dan Perintah Tuhan, yakni Dasa Titah atau Hukum Sepuluh Perkara dan kasih sebagai landasan yang utama. Dalam bab pertama telah dijelaskan bahwa etika adalah tindakan atau perbuatan yang diwujudkan sebagai hasil dari analisa akal budi atas suatu masalah, pertimbangan dan keputusan batin tentang hal yang baik. Di situ terdapat kesadaran yang penuh dari seseorang yang akan melakukan perbuatan.
Sekarang kita akan melihat perbedaan dan persamaan antara Etika Sosial, etika pada umumnya, dengan Etika Kristen. Perbedaannya, Etika Sosial menonjolkan peran manusia, yakni masyarakat dan hati nurani. Etika Sosial bersifat humanistik dalam pengambilan keputusan tentang apa yang baik yang harus dilakukan seseorang. Sedangkan Etika Kristen yang ditekankan adalah kehendak Tuhan. Kenapa demikian? Kita tahu dengan jelas bahwa sejak jatuh dalam dosa manusia tidak dapat lagi melakukan tindakan yang baik. Apa yang baik dan buruk telah menjadi kacau-balau dalam diri manusia sehingga manusia tidak dapat memilah dan membedakannya. Ada kalanya yang dianggap baik, ternyata buruk dan demikian sebaliknya. Dalam Etika Kristen kehendak Tuhan dikedepankan sehingga sifat Etika Kristen adalah teologis dan imani. Memang ada unsur yang sama antara kedua etika tersebut, yakni unsur analisa, pertimbangan akal budi atau kesadaran dan hati nurani. Secara khusus, definisi iman Kristen adalah "tindakan praktis yang dilakukan oleh manusia (pelaku) sebagai pernyataan atau terjemahan dari analisa akal budi dan keputusan batin akan hal yang baik yang sesuai dengan kehendak Tuhan".
Berkaitan dengan apa yang baik, dalam buku Etika Filsafat, Poedjawijatna mengatakan bahwa ada dua versi kebaikan, yakni kebaikan kodrati yang berlaku secara umum dan kebaikan adi kodrati yang berdasarkan wahyu Allah.6 Kebaikan berdasarkan wahyu Allah itu termasuk kebaikan yang dibicarakan dalam Etika Kristen.
Agustinus, seorang Bapa Gereja,
etika memikirkan kehendak Tuhan yang telah dinyatakan dalam Taurat, Allah Pendamai, Allah Penebus dan sebagainya. Etika Kristen memikirkan ketetapan iman di tengah realitas hidup.
Hubungan keduanya dapat dilihat dalam 1 Yohanes 4: 19, "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita". Di dalam firman tersebut yang menjadi pokok Dogmatika adalah " ... Allah lebih dahulu mengasihi kita". Sedangkan pokok Etika Kristen adalah "Kita mengasihi ...". Dengan demikian Etika Kristen merupakan ekspresi atau terjemahan iman yang terwujud dalam perbuatan yang bersumber pada kasih. Mengasihi merupakan ucapan syukur seseorang yang telah merasakan kasih Tuhan.
2. Metode Dalam Etika Kristen
Namur ada satu pendekatan, yakni pendekatan kritik.
Etika pada dasarnya mempelajari dan mengamati masalah-masalah seputar etik moral dan kesusilaan dengan realisasinya secara kritis. Etika tidak memberi ajaran, namun memeriksa kebiasaan-kebiasaan (adat-istiadat), nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan etik-moral dan kesusilaan secara kritis. Etika menuntut tanggung jawab dan berusaha menjernihkan masalah etik moral dan kesusilaan.
Dengan keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa etika dalam menelaah setiap masalah memakai metode yang disebut pendekatan kritik. Namun kita tidak boleh lupa bahwa pendekatan kritik tersebut harus didasarkan pada etika. Oleh sebab itu secara tegas dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai Etika Kristen adalah metode kritis etis.
B. Asas-asas Etika Kristen
1. Iman
Untuk membicarakan hal ini, kita perlu meninjau terlebih dulu bahwa hakikat kemanusiaan kita adalah citra Allah (Kej. 1:2627). Citra Allah itu meliputi gambar Allah (imago Dei) dan teladan Allah (similitudo Dei). Ini merupakan kelengkapan manusia yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk melakukan tugastugas yang telah diberikan-Nya.
Citra Allah adalah potret atau bayangan yang mempunyai kesamaan sifat. Namun satu hal yang harus kita ketahui adalah kecitraan manusia dengan Tuhan terkait dengan tugas manusia. Manusia memang segambar dengan Tuhan tetapi bukan sifat atau keadaan atau tabiat yang imanen dalam diri manusia melainkan kedudukan manusia yang diperoleh karena berhadapan dengan Tuhan atau karena bersangkut-paut dengan Tuhan. Dengan kata lain citra Allah yang dimiliki manusia merupakan persekutuan dengan Tuhan sebagai berkat dan karunia sehingga sikap dan kelakuan manusia sesuai dengan gambar dengan Tuhan. Manusia mencerminkan atau memantulkan cahaya kemuliaan Tuhan Allah.9 Citra Allah dimiliki manusia ketika manusia berada di Eden atau Firdaus. Manusia yang diciptakan sesuai dengan citra Allah inilah yang ditugasi untuk menguasai atau memerintah dunia dan segala makhluk. Menguasai atau memerintah dalam hal ini berarti memelihara, mengusahakan dan membangun (Kej. 1:28, 2:15).
filsafat orang Jawa adalah memayu hayuning bawana. Istilah "memayu" berarti memberi daging atas kerangka, memberi dinding pada kerangka rumah dan sekaligus memberi atap. Sedangkan istilah "hayu" berarti cantik atau bagus. Istilah "bawana" berarti dunia atau jagad raya (kosmos).
Jadi, memayu hayuning bawana berarti mempercantik, melengkapi, membangun dunia, termasuk membangun citra diri agar baik, bagus dan cantik dalam kelakuan dan sifat. Itulah tugas manusia yang harus dilakukan. Manusia dan semua makhluk lairulya adalah milik Tuhan. Kita adalah milik Tuhan dan bukan milik kita sendiri.
Perbuatan dan tindakan manusia langsung berhubungan dengan etika. Sedangkan etika sendiri memberi kepada kita pokok-pokok pertimbangan sebagai bahan pengambilan keputusan etis untuk apa yang perlu dan harus kita lakukan.11 Ciri khas Etika Kristen adalah dimensi Kristen. Dimensi Kristen inilah yang membedakan antara Etika Kristen dan Etika Sosial atau etika pada umumnya
Perbuatan etis kita adalah perbuatan baik sebagai terjemahan atau ekspresi dari iman kita karena kita telah dibenarkan oleh iman kepada Kristus oleh Tuhan (Rm 3:22; Gal. 2:16). Hal itu juga karena kita telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus Sang Juru selamat itu. Iman berkaitan erat dengan perbuatan. Oleh sebab itu, apabila iman tanpa perbuatan, iman itu menjadi mati atau kosong (Yak. 2:17, 22).
2. Pengakuan tentang Manusia
Asas atau titik pangkal Etika Kristen adalah iman, karya Tuhan dan pemeliharaan-Nya terhadap semua makhluk. Dari sini Etika Kristen memperhatikan tindakan manusia karena pada hakikatnya "...sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama lamanya" (Rm 11:36).
3. Manusia Dengan Tingkah Lakunya
Etika memang menyoroti kehidupan manusia dengan tingkah lakunya. Manusia menilai manusia yang lain. Hal itu dapat dilihat dari tindakan atau tingkah lakunya. Dalam hal ini, Poedjawijatna mengatakan bahwa apabila penilaian itu diambil secara luas, nilai akan bermacam-macam jenisnya. Nilai adalah a) penilaian etis-moralis yang berkaitan dengan kelakuan baik dan kelakuan buruk, b) penilaian medis yang berhubungan dengan kesehatan seseorang, dan c) penilaian estetik yang berkaitan dengan keindahan.14
Berkaitan dengan hal itu, dalam Etika Jawa dikenal dengan dora sembada (berbohong tetapi dianggap baik). Etika dora sembada sebenarnya dapat dikatakan sebagai; kejahatan kecil yang menyelamatkan.
Jadi hal ini pun termasuk pengecualian atau tidak baik tetapi apa boleh buat.
Masalah yang sama pada zaman Modern ini adalah, misal, masalah perang, penindasan politik, politik apartheid (ras diskriminasi) di beberapa bagian dunia ini, ketidakadilan dalam bidang sarana dan prasarana hidup manusia dan sebagainya. Kita harus memikirkan bagaimana seorang Kristen dalam kenyataan seperti itu. Persoalannya adalah sampai sejauh mana kita dapat berkompromi dengan kenyataan seperti itu? Inilah persoalan etis-teologis.

C. Baik dan Buruk
1. Pandangan Umum
Ada hubungan antara baik dan buruk. Apabila tindakan etis tidak baik, tindakan tersebut disebut buruk. Derajat keburukan tidak perlu sama. Semua itu buruk karena tidak baik. Buruk adalah pengertian negatif.
Baik dan buruk dapat juga diberi pengertian positif dan negatif. Namun ada yang netral seperti makan, berjalan, tidur, menulis, mengedipkan mata. Ada juga tindakan yang pura-pura atau munafik atau hipokrit.
a. Hedonisme.
Etika yang mencari kebahagiaan sebagai prinsip yang paling dasar menurut hedonisme adalah eu daimonisme (Yun) yang berarti kebahagiaan. Hedonisme berasal dari kata bahasa Yunani: "to hedone" yang berarti kenikmatan, kegembiraan, kepuasan. Hedonisme bertolak dari anggapan bahwa manusia hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga mencapai kebahagiaan atau kenikmatan. Tindakan manusia cenderung ingin puas. Menurut Sigmund Freud, kecenderungan itu adalah libido seksualitas. Sedangkan menurut Alfred Adler, kecenderungan itu adalah memiliki kekuasaan. Faktor kecenderungan ini mendorong manusia untuk bertindak. Hedonisme menganggap bahwa rasa puas dapat menimbulkan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan dapat menenangkan manusia sehingga tidak lagi butuh apa-apa. Kebahagiaan menjadi tujuan pada dirinya sendiri. Ciri khas semangat hedonisme adalah "carilah kenikmatan dan hindarilah perasaan yang menyakitkan". Jadi, menurut hedonisme, ukuran baik itu adalah apabila memuaskan.
b. UtiIitarisme
Jeremy Bentham, orang Inggris. Dalam mengevaluasi suatu tindakan, ia mengembangkan kalkulus atau perhitungan tentang kebahagiaan. Istilah utilitarisme berasal kata utilis (Lat) yang berarti berguna. Utilitarisme dianggap sebagai Etika Sukses, yakni suatu etika yang menilai kebaikan dari apakah perbuatan menghasilkan suatu hal yang baik atau tidak. Misal, tindakan korupsi itu tidak baik apabila hanya berguna bagi dirinya sendiri.
Utilitarisme bermaksud agar orang selalu bertindak sedemikian rupa sehingga sebanyak mungkin orang mendapatkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Utilitarisme juga mengungkapkan penghayatan moral yang kritis dan rasional. Tujuan seperti itulah yang diberi nilai moral. Menurut moral tradisional, bohong itu tidak boleh. Tetapi, menurut utilitarisme, bohong itu hanya terlarang karena akibat-akibatnya lebih jelek jika dibandingkan mengatakan kebenaran. Andaikata, akibatdari kebohongan itu akan lebih baik, kita boleh bohong, bahkan wajib. Di bidang politik praktis apa saja boleh dilakukan asal berguna karena baik menurut utilitarisme adalah apa yang berguna.
c. Vitalisme
Menurut vitalisme apa yang baik mencerminkan kekuatan hidup manusia. Dalam hidup manusia terdapat kekuatan dan kekuasaan. Vitalisme berpendapat bahwa kekuatan dan kekuasaan itu bertujuan untuk menaklukkan orang lain yang lemah. Hal itu berarti manusia yang berkuasa itulah yang baik. Perbuatan-perbuatan yang termasuk vilatisme adalah feodalisme, diktatorisme, kolonialisme. Jadi sekali lagi, ukuran yang baik menurut vitalisme adalah orang kuat dan berkuasa yang dapat mengalahkan dan menindas orang yang lemah.
d. Sosialisme
Masyarakatlah yang menentukan baik dan buruknya tindakan seseorang yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Apa yang baik adalah sesuai anggapan masyarakat tertentu.
dikunjungi seseorang yang berasal Belanda. Menurut pengakuannya, ia baru pertama kali berkunjung di Indonesia. Lalu, saya suguhi (hidangkan) minuman dan makanan kecil. Begitu saya persilahkan, ia langsung menghabiskan semua suguhan (hidangan). Menghabiskan makanan dan minuman dengan sekali dipersilahkan, bagi tamu saya, itu baik dan sopan. Namun menurut orang Timur, ada perbedaan. Dengan beberapa kali dipersilahkan, kemudian diminum itu baik. Namun ukuran baik dan sopan apabila tuan rumah lebih dulu melakukan, kemudian si tamu baru menyusul. Selain itu, ukuran sopan dan baik, apabila minuman dan makanan kecil yang dihidangkan masih sisa sedikit. Apabila makanan dan minuman habis sama sekali, itu berarti tidak sopan.
e. Humanisme
Apa yang baik menurut ukuran aliran ini adalah apa yang sesuai dengan kodrat manusia secara eksistensial dalam cipta (daya berpikir), rasa (rasa-perasaan, situasi dan kondisi) dan karsa (kehendak, keinginan) dan menentukan baik dan buruknya suatu tindakan yang dilakukan secara konkret. Sedangkan tindakan konkret berasal dari kata hati si pelaku sehingga Humanisme hanya melihat segi yang abstrak dan terlepas dari subjek yang melakukan tindakan itu. Tindakan yang baik adalah sesuai dengan derajat manusia yakni kodratnya. Contoh, pohon mangga pasti berbuah mangga dan tidak boleh lain karena kodratnya adalah mangga. Makan dan minum itu sangat baik untuk mempertahankan hidup. Tetapi, apabila makan dan minumnya itu untuk mencari kesenangan sehingga mabuk, perbuatannya tidak sesuai dengan kodratnya. Itu merupakan perbuatan yang buruk.

2. Pandangan Iman Kristen
Iman Kristen berpendapat, bahwa hanya Tuhan saja yang baik. pertanyaan apa yang baik hanya dapat dijawab oleh Tuhan sendiri. Kenapa demikian? Karena, manusia telah jatuh dalam dosa, yakni pelanggaran yang fatal dengan memakan buah pengetahuan baik dan jahat (Kej. 3:1-24). Akibatnya manusia sudah tidak dapat lagi membedakan atau memilahkan baik dan jahat. Baik dan jahat campur aduk dan berkecamuk dalam kehidupan manusia. Manusia tidak dapat lagi menjawab secara benar dan mutlak tentang apa yang baik. Karena Tuhan adalah sumber dari segala yang baik, dengan demikian hanya Tuhan sajalah yang dapat dan berhak untuk menjawab apa yang baik. Kebaikan Tuhan adalah mutlak.
Pengetahuan akan hal yang baik dicari oleh manusia. Namun tempat yang baik hanya ada dalam Tuhan itu sendiri. Dengan demikian, jika seseorang mencari apa yang baik, ia juga mencari Tuhan. Menurut Alkitab, sebenarnya orang beriman sudah diberi karunia pengetahuan tentang yang baik (Mi. 6:8). Syaratnya apabila manusia mau mendengarkan firman Tuhan. Karena itu, manusia harus dapat mengetahui kehendak Tuhan. Dalam Alkitab memuat petunjuk tentang hal ini seperti firman yang dikatakan Tuhan Yesus, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup ..." (Yoh. 14:6a). Selain itu, sebelum manusia jatuh dalam dosa, manusia memang telah diberi pengertian tentang cara yang seharusnya dilakukan untuk menjadi petugas di taman Eden, yakni mengusahakan dan memelihara (Kej. 2:15) dalam kaitannya dengan tugas menguasai dan memenuhi bumi (Kej. 1:28).
Selama manusia masih mempertahankan kesegambarannya dengan Tuhan dan tidak mau menjadi sama atau menandingi Tuhan akan ada persekutuan perjanjian yang erat dan hubungan kasih yang intim. Dalam keadaan seperti ini, manusia tahu akan kehendak Tuhan sehingga tindakan manusia seperti ini disebut posse non peccare (dimungkinkan untuk tidak berbuat jahat). Namun yang terjadi adalah manusia sudah tidak mau lagi berada dalam ikatan dengan Tuhan. Manusia ingin mencari otonomi sendiri. Akibatnya, manusia tidak tahu lagi kehendak Tuhan dan tidak tahu lagi apa yang baik secara hakiki. Pengetahuan baik dan jahat memang dia kuasai tetapi dalam melakukan apa yang baik selalu mengarah atau mengandung pada apa yang tidak baik. Tindakan manusia setelah jatuh dalam dosa menjadi non posse no peccare (tidak mungkin tidak atau sudah pasti berbuat jahat). Perbuatan baik bercampur dengan perbuatan jahat.
Segalanya telah berubah. Kebenaran sebagai anugerah Allah berubah menjadi kejahatan. Keselamatan berubah menjadi kesengsaraan. Kebijaksanaan berubah menjadi kebodohan. Untuk itu, manusia harus mengalami pemugaran atau pembangunan kembali. Pemugaran itu dilakukan sendiri oleh Tuhan sehingga kita menjadi manusia baru (2 Kor. 5:17) dan sesuai dengan citra Allah (Rm 8:29, 12:2; 1 Kor. 3:18; Kol. 3:10). Menjadi manusia segambar dengan Tuhan berarti hidup dalam hubungan yang baik dengan Tuhan.21 Proses Restitutio Imaginis Dei merupakan pemugaran kembali citra Allah.




2 komentar:

  1. Terimakasih buat tulisannya, kiranya Tuhan Jesus memberkati

    BalasHapus
  2. Terimakasih buat tulisannya, kiranya Tuhan Jesus memberkati

    BalasHapus