Terima Kasih Anda Telah Berkunjung di Blog Obet Nego Y. Agau

Kamis, 04 Desember 2014

Peranan perempuan di Gereja Kalimantan Evangelis. Disusun oleh : Obet Y. Agau

MAKALAH
TUGAS MATA KULIAH
TEOLOGI FEMINIS
Judul
 “Peranan perempuan di Gereja Kalimantan Evangelis”


Penulis                   : Obet Nego
NIM                       : 11.16.23
Dosen Pengampu  : Pdt., Dr. May Linda Sari


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN-KALSEL
NOV 2014

BAB I
PENDAHULUAN
            Tidak dapat dibayangkan bila hidup manusia didunia tanpa adanya kehadiran perempuan. Apa jadinya bila di dunia ini tidak ada ada perempuan? Pasti akan sulit sekali dan dapat kita tebak hasilnya. Yakni manusia akan punah sejak awal mula. Pentingnya peran perempuan yang sama seperti halnya juga laki-laki. Dengan kelebihan dan keurangan yang dimiliki perempuan, para perempuan berusaha menujukan jati diri mereka yang sebenarnya, terkhusus pada zaman post modern.
            Namun disayang banyak sekali dan meragukan keberadaan tentang kemampuan perempuan. Keraguan itu muncul sejak awal-mula dan mungkin saja sekarang ini. Dapat terlihat jelas dan tergambar jelas ketika kita melihat di dalam teks-teks Alkitab terkhusus dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian lama jelas bahwa sistem yang di anut ialah patriakal. Dimana wanita di anggap kaum atau ciptaan nomer 2. Namun beranjak dari sejarah perempuan itu mulai aktif berperan dalam kehidupan manusia
            Dalam makalah ini kita akan melihat kenyataan perempuan yang terjun aktif dalam pelayanan gereja. secara khusus disini pendeta perempuan yang turuit ambil bagian dalam dunia pelayanan. peran mereka sagatlah penting bagi GKE. Semoga makalah ini bermanfaaat.







BAB II
ISI
1.      Latar belakang
            Melihat sejarah tentang keberadaan perempuan dan perannya sangatlah menyedihkan. Perempuan menjadi korban dari penindasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Harkat dan martabat perempuan sering kali di rendahkan dan tidak tidak dipandang sama sekali. Penguragan nilai perempuan dan melihat perempuan sebagai ciptaan nomer dua dari laki-laki. Hal ini jelas-jelas menimbulkan kecemburuan sosial kareena terjadinya pembatasan golongan dan gender.  
          Karena kita hidup didunia yang umumnya bersifat patriakal selama kira-kira delapan ribu tahun, maka wanita tidak dianggap memberi arti banyak, kecuali dalam pengaruhnya terhadap kaum pria. Semua orang bisa berangapan, bahwa mereka selalu dan dimana-mana tertindas secara menyakitkan, namun itu tidak benar. Walaupun demikian, memang kebutuhan, harapan, ciri khas dan sikap pria selalu dipentingkan secara menonjol. Wanita terutama dihargai karena kemampuannya yang khas untuk memberi keturunan dan dukungan sosial yang memenuhi ambisi pria.[1]

          Jika kita menengok sejarah yang terjadi maka sangat ironis meiihat peranan perempuan di masyarakat. Status nomer dua menjadi batu sandungan kaum perempuan untuk berkarya bebas. Gaya patriakal membuat orang kerap kali memandang nomer dua perempuan. Padahal jika kita melihat perempuan juga memiliki kesempatan bisa melakukan seperti yang kaum pria lakukan ( pemikiran).


2.      Peranan perempuan dalam kisah penciptaan
            Laki-laki dan perempuan dalam kisah penciptaan memiliki kesamaan derajat. Laki-laki dan perempuan diciptakan segambar dan serupa dengan Allah seperti dalam nast Kejadian 1:27. Bahkan dikatakan dalam Alkitab juga bahwa perempuan diciptakan untuk menjadi penolong yang sepadan ( Kej 2:21-23). Perempuan di ciptakan menjadi mitra dan rekan pria untuk menjalani kehidupan secara bersama. 2 point ini jelas mengambarkan kedudukan perempuan dan tugasnya sebagaimana mestinya.

            Secara deskriptif dikatakan dalam Kej 1:27 bahwa laki-laki dan perempuan berbeda secara seksualitas tetapi posisinya setara sebagai sesama ciptaan Allah. Allah menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) menurut tselem (gambar) dan demut (rupa) Allah. Kata tselem tidak pernah digunakan untuk suatu gambaran visual yang konkrit, tetapi murni suatu gambar yang tidak memiliki isi dan bentuk yang konkrit. Kata tselem merupakan istilah umum yang menunjuk kepada hubungan, dan menggambarkan sesuatu yang tidak ada. Kata Tselem sebenarnya menunjuk kepada “tanda‟, yakni suatu tanda yang menunjuk kepada sesuatu atau seseorang yang tidak hadir. Ini berarti, menurut Kej. 1:26-27, manusia yang ditempatkan di dunia adalah “tanda‟ yang menunjuk kepada kehadiran Allah. Jadi manusia menjadi tanda kehadiran Allah yang diberikan mandat sebagai wakil Allah untuk memerintah di dalam dunia[2]

            Kesamaan identitas antara laki-laki dan perempuan sangat terlihat dalam gambar Allah menciptakan manusia. Kesamaan rupa dan tanda yang Allah berikan kepada manusia tanpa membedakannya antara perempuan dan laki-laki secara pemikiran, walaupun ada kesamaan fisik dan memang jelas perbedaan fisik yang mencirikan keduanya.
            Manusia yaitu laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar Allah menunjukkan bahwa posisi mereka setara tanpa hierarki. Diciptakan menurut gambar Allah adalah suatu martabat dari laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan tugas yang sama dari Allah (Kej 1:26 ;28-29). Sehingga laki-laki tidak akan berada diatas perempuan ataupun sebaliknya.[3]

3.      Peranan Perempuan dan perkembangannya hingga zaman post modern.
           
            Hampir segalanya telah berubah semenjak masa itu. emansipasi wanita melanda bagai air bah. Masing-masing ge;lombangmembawa kemajuan baru (maupun persoalan) yang timbul antara gelombang itu. wanita pejuang emansipasi yang gigih, muda dan modern menunjukan kecendrungan demikian. Ada bukti kuat bahwa hal itu, sampai batas tertentu, sudah merupakan instink wanita. Dalam system patriakat wanita dididik untuk memperkuat instink demikian sekaligus mencegah munculnya sikap ingin bebas memutuskan sendiri.[4]
           
             Sulitnya melenyapkan pemikiran-pemikiran patriaki yang terjadi di masyarakat sejak zaman dahulu hingga sekarang ini. Namun tidak semua wanita menyerah dengan problema itu. seberkas gabungan menguntungkan antara intuisi, kelicinan, dan temperamen memungkinkan banyak wanita untuk maju terus dengan sukses besar, tetap mempertahankan keseimbagan melewati segala penghalang. Namum bolehlah kita menyimpulkan, bahwa kedua segi khusus pada identitas wanita. Yang pertama adalah perhatian asasi yang dimilikinya terhadap hubungan antar manusia. Yang kedua ialah kecendrungan untuk mengikuti nilai-nilai umum yang berkiblat pada pria, sehingga menyulitkan melakukan penilaian terhadap kebutuhan dan kekuatannya sendiri. Bahakan yang terkuat diantara kita pun, secara sadar atau tidak, masih saja menginjakan satu kai dalam system patriakal.[5]
.
             Walaupun dengan keterbatasan yang dimiliki kaum perempuan dalam semangat perjuangan meraih kesamaan gender. Mereka lambat laun dalam perkembangan zaman membuktikan kemampuan perempuan bahwa perempuan mampu bersaing dengan pria. Banyak posisi penting yang diduduki perempuan sebagai bukti bahwa perempuan memiliki kesamaan kemampuan bukan hanya masalah meneruskan keturunan namun juga berjuang untuk mempertahankan kehidupan. Perjuangan itu terus berlanjut hingga zaman post modern ini.

4.      Peran perempuan dan Gereja Kalimantan Evangelis
            Peran perempuan dalam Gereja Kalimantan Evangelis sangatlah penting. Dilihat secara menyeluruh keaktifan anggota jemaat perempuan sangatlah dominan dibandingkan anggota jemaat laki-laki. Berdasarkan gambaran umum melihat kondisi yang terjadi maka pentingnya peranan perempuan dalam pelayanan di Gereja Kalimantan Evangelis. Oleh karena itulah penyadaran akan pentinganya peranan perempuan dalam gereja.
Contoh lain  peranan penting perempuan dapat dilihat dari konsisten dan komitmen yang kuat dalam mengambil, menjalankan jabatan pengurus di dalam gereja bahkan sebagai pendeta perempuan di GKE. Dengan fakta yang ada jumlah pendeta perempuan lebih banyak dari pada laki-laki juga dapat menunjukan bahwa prempuan mempunyai kemampuan yang sama dalam memimpin jemaat pada khususnya.


5.      Sumbangsih pemikiran Teologi Feminis dalam pengembagan pemikiran teologi di STT
            Jika kita melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini pada dunia pelayanan terkhusus di GKE. Banyak peranan kaum perempuan yang menunjukan existensinya dan kemampuannya berjemaat dan berorganisasi gereja. Sebagai Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis Banjarmasin yang sebagai sumber pendidik berbasis teologi secara khusus. Hendaknya STT GKE Banjarmasin membuat program yang menyangkut pembinaan warga gereja GKE terkhusus anggota perempuan, dimana meilhat kenyataan fakta yang terjadi dilapangan bahwa banyaknya peran perempuan dalam dunia pelayanan. Perlu adanya pembinaan apalagi pemberian pendidikan tentang isu-isu yang menyangkut teologi feminis. STT GKE harus memberi ruang untuk member pengajaran akan hal-hal yang menyangkut perempuan maupun yang berbau teologi feminis.
            Diharapkan dengan adanya pendidikan yang di berikan oleh STT GKE kepada kaum perempuan secara Khusus akan memberikan pemahaman. Kepada semua pihak tentang keberadaan perempuan seharusnya melalui pendidikan teologi feminis dan isu-isu yang menyangkut masalah perempuan. Bisa dilaukuan semacram seminar atau diskusi panel tentang pendidikan teolgi feminis bagi jemaat. Jika dalam STT GKE sendiri hendaknya menambah waktu study tentang teologi feminis  

BAB III
PENUTUP
            Laki-laki dan perempuan pada dasarnya berbeda secara fisik. namun fisik bukanlah hal utama yang membuat alasan bahwa perempuan itu harus di nomer duakan. Namun jika kita melihat secara objektif ada kesamaan yakni secara pemikiran tiap laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki kemungkinan untuk melakukan tindakan dan pemikiran yang sama dan tidak bisa dibatasi oleh karena fisik saja.
            Kita harus melihat kesamaat tugas dan kesamaan ciptaan. Perempuan diciptakan untuk menjadi mitra kerja laki-laki. Bukan untuk di nomer duakan derajatnya. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.




[1] Barnhouse, Ruth Tiffany, IDENTITAS WANITA ( bagaimana mengenal dan membentuk citra diri), Yogyakarta, Penerbit Kanisius,  1988, Hal 29-30.
[2] Ellen van Volde, Stories of the Beginning, Genesis 1-11 and Other Creation Stories (London: SCM Press,1996) h. 24-25, 27,28

[3] Yonky Karman, Bunga rampai Teologi Perjanjian Lama, (BPK Gunung Mulia, 2007), hal. 45.

[4] Barnhouse, Ruth Tiffany, IDENTITAS WANITA ( bagaimana mengenal dan membentuk citra diri), Yogyakarta, Penerbit Kanisius, hal 39
[5] Ibid.hal 46

Jumat, 31 Oktober 2014

Parsial (Analogi Teropong atau Teleskop). Oleh. Obet Y. Agau

Nama                                       : Obet Nego
NIM                                        :11.16.23
Tugas Mid-Test Mata Kuliah  : Teologi Agama-Agama
Dosen Pengampu                    : Pdt. Enta Malasinta, M. Th

Parsial
Analogi Teropong atau Teleskop.


Manusia dianugerahkan macam-macam indera dalam dirinya. Terkhususnya (special) disini akan membahas indra adalah mata. Mata disini saya ibaratkan wahyu Allah atau cahaya Ilahi yang di nyatakan dalam diri masing-masing kepada manusia. Mata diperoleh manusia siapa saja dia tidak memandang agama, ras, dan lain sebagainya. Mata di berikan oleh Allah kepada manusia bukan hanya orang Kristen. Mata adalah karunia Allah yang boleh diterima oleh siapa saja mahluk ciptaan khususnya juga manusia. Teropong atau teleskop disini adalah Kristen. Kita tentu mengetahui Fungsi dari teropong atau teleskop. Yakni benda untuk melihat objek yang jauh agar terlihat tampak menjadi lebih jelas terlihat. Kenapa saya mengambarkan demikian, karena mungkin saja bagi setiap manusia melihat objek yang jauh menggunakan matanya tanpa mengunakan teropong atau teleskop. Namun objek yang dipandangnya mengunakan matanya akan lebih baik atau lebih jelas jika mengunakan teropong atau teleskop. Namun ketika hendak melihat lebih menuju Allah dan bagaimana karyaNya. Tetap saja akan memerlukan alat bantunya adalah Teropong atau Teleskop Yesus Kritus melalui Kristen. Kristen adalah jalan yang akan membawa kejelasan arti kehidupan manusia seperti fungsi dari teropong atau teleskop. Disini yang dimaksud adalah fungsi teropong atau teleskop Yesus Kristus yang adalah penyelamat manusia. Karena dengan mengunakan teropong atau teleskop Yesus Kristus itu kita akan memperoleh kejelasan (keselamatan). Itu sebabnya saya memilih analogi teropong/ teleskop. karena tidak dapat dipungkiri Allah juga mengaruniakan Cahaya Ilahi kepada setiap manusia. Sekalipun cahaya ilahi ada bagi agama lain namun keselamatan dari Allah hanya ada dalam teropong atau teleskop Yesus Kristus melalui Kristen. Karena jelas dalam Alkitab jalan Keselamatan itu diberikan melalui diri Yesus Kristus. Pengenalan akan Yesus hanya ada dan lebih jelas dalam agama Kristen. Itulah sebab saya memilih parsial bukan pemenuhan dan pergantian total. 

STRATEGY KOMUNIKASI KHOTBAH






Nama Penulis                 : Obet Nego
Tugas Mata Kuliah       : Teologi Komunikasi
Dosen Pengampu           : Pbrt. Tulus Tu’u, S.Th, M. Pd

A.     Inti Sari Jurnal Pambelum 
I.              STRATEGY KOMUNIKASI KHOTBAH
Persiapan yang baik merupakan langkah yang baik untuk mencapai khotbah yang berhasil, menyentuh hati dan menarik bagi pendengar. Akan tetapi, kita mengingat kembali kata bijak, “Yang penting bukan isinya, tetapi bagaimana cara menyampaikannya.” Hal itu mau menyadarkan kita bahwa isi khotbah yang kita persiapkan dengan sebaik mungkin,
Untuk mencapai harapan yang baik itu, maka bagian strategy komunikasi khotbah ini membahas 1). Memakai garis besar khotbah, 2).Berdayakan kekuatan suara, 3).Berdayakan kekuatan bahasa tubuh, 4). Monolog tapi dialogis, 5). Pakailah alat bantu, 6).Sekali-sekali selipkan senyum tawa, 7).Menyentuh hati, 8).Personal.
1.      Memakai garis besar khotbah
Cara menyampaikan khotbah umumnya terdiri dari: 1).Membaca teks khotbah secara lengkap. 2). Membaca teks khotbah yang telah digaris bawahnya, yang lainnya disampaikan dengan agak bebas. 3). Menyusun teks lengkap dan menghafalkannya untuk disampaikan. 4).Menyusun kerangka sistematis dan garis-garis besarnya, dan menyampaikannya sesuai uurutan yang ada.[1] 
Cara yang terakhir umumnya cara yang menarik dan berkesan bagi para pendengar. Oleh karena dalam cara ini, pengkhotbah menjadi ia agak bebas bergerak dan tidak kaku, suasana lebih hidup. Matanya dapat memandang hadirin, sehingga terjadi kontak mata antara dirinya dengan para pendengar. Dalam komunikasi, seharusnya terjadi kontak mata antara komunikator dan pendengarnya. [2]
2.      Berdayakan kekuatan suara
Suara adalah sebuah energy, tenaga, kekuatan dan pengaruh. Apabila komunikator mengeluarkan suaranya berupa kalimat-kalimat yang mengandung makna dan pesan. Maka dari dalamnya dapat membawa tenaga, kekuatan, pengaruh bahkan kuasa untuk terjadinya perubahan dalam diri pendengarnya. Sebab komunikasi selalu mempunyai tujuan untuk mencapai terjadinya sebuah perubahan sikap, perubahan pendapat, perubahan perilaku, perubahan sosial, adaptasi diri pada situasi yang diperlukan, serta harmonisasi kehidupan dalam lingkungannya. [3] 
Dalam komunikasi, orang belajar, memahami, mengerti dan menangkapnya dari pemberi pembelajaran dengan pengaruh dari kata-kata = 7 %, pengaruh dari suara = 38 %, pengaruh dari bahasa tubuh, terutama wajah = 55 %. Dengan demikian, suara dan bahasa tubuh membuat 93 % dampaknya dalam komunikasi.[4] Oleh Karena itu, dalam khotbah, kekuatan suara kita sebaiknya dioptimalkan agar ada intonasi, penekanan-penekanan pada hal-hal yang perlu, kecepatan dan tempo diatur dengan baik, volume dan tinggi rendah suara dikontrol dengan baik pula. Sebab, kita bicara selain dengan kata-kata dan bahasa tubuh, kita bicara juga dengan nada suara kita. Perasaan, harapan, keinginan, permintaan, kesungguhan, keprihatinan, kegembiraan dan sukacita kita, selama berkhotbah dapat kita munculkan melalui perubahan-perubahan dan getaran suara kita. Suara kita perlu diberdayakan.[5]
3.      Berdayakan kekuatan bahasa tubuh
Bahasa tubuh (nonverbal) ternyata berpengaruh sangat besar dalam komunikasi, yakni 55 %. Sebab gerakan tubuh, ekspresi wajah, termasuk nada suara, tidak dapat dibuat-buat. Ia selalu menggambarkan keadaan hati dan pikiran seseorang. Bahasa nonverbal dapat berfungsi menguatkan, menekankan, memperteguh, mengulangi dan melengkapi apa yang telah diucapkan (secara verbal). [6] Dengan didayagunakannya bahasa nonverbal ini, maka pemahaman pesan yang disampaikan menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih jelas.
4.      Monolog sekaligus dialogis
Khotbah sudah umum bila disampaikan dengan cara monolog. Artinya, pengkhotbah menjadi pembicara tunggal, hanya satu arah dari dia kepada para pendengarnya. Sedangkan para pendengar hanya D4 (datang, duduk, diam dan dengar). Kondisi pasif seperti itu tidak selalu menguntung. Terutama bila khotbah yang disampaikan itu kurang menarik dan kurang mengesankannya. Ia dapat menjadi gelisah, bosan, jenuh, tanpa perhatian dan bertanya dalam hatinya, kapan khotbah ini amin tanda selesai. 
Sesungguhnya, khotbah salah satu pengertiannya adalah bercakap-cakap tentang firman Tuhan.[7] Oleh karena itu, meskipun dalam prakteknya khotbah disampaikan secara monolog (satu arah). Perlu juga ia diusahakan agar bernuansa dialogis (dua arah). Artinya, suasana diciptakan seperti orang bercakap-cakap antara dua orang atau lebih tentang Firman Tuhan. Demikian juga dalam khotbah kita. Untuk itu, dalam satu khotbah, kita dapat melakukan berulangkali membuat atau menyampaikan pertanyaan retoris kepada pendengar. Dengan cara menyampaikan pertanyaan retoris, mereka yang D4 tadi kita bawa menjadi terlibat dalam khotbah kita. Mereka yang semula pendengar pasif, pendengar dangkal bahkan mungkin bukan pendengar. Mereka, kita ubah dan kita bawa menjadi pendengar aktif, yang mau mendengar yang verbal dan nonverbal, [8] dan juga menjadi pendengar empati yang berusaha terlibat untuk memahami dan mendengarkan dengan penuh perhatian. [9]
5.      Pakailah alat bantu 
Manusia diberi Tuhan, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan hati untuk merasa. Dalam pembelajaran, menurut Vernon A. Magnesen, orang belajar 10 % dari yang dibacanya, 20 % dari yang didengarnya, 30 % dari yang dilihatnya, 50 % dari yang didengar dan dilihatnya, 70 % dari yang dikatakannya, 90 % dari yang dikatakan dan dilakukannya.[10] Berarti, kalau kita menggunakan alat bantu multimedia dalam membelajarkan jemaat, maka kekuatan pengaruhnya dalam pembelajaran itu = 50 %. Kalau hanya dengan cara konvensional/ mendengar, hanya = 20 % saja. Agak kecil, apalagi kalau kurang menarik dan kurang berkesan bagi pendengarnya.
Berkaitan dengan hal itu, simaklah dengan cermat berikut ini, kemanfaatan, dayaguna, kekuatan dan pengaruh alat bantu berupa gambar, barang-barang simbolis, audio visual dan multimedia, a.l, 1). Lebih menarik dan lebih variatif, 2). Menumbuhkan minat dan motivasi , 3). Orang akan lebih aktif dan terlibat dalam pembelajaran, 4). Melibatkan orang ikut berpikir, 5). Dengan media, konsentrasi dan perhatian lebih baik, 6). Hanya secara verbal saja, akan lebih mudah lelah dan jenuh, 7). Mempermudah pengertian dan pemahaman, 8). Orang diajak dari berpikir kongkret menuju berpikir abstrak, ini lebih mudah, 9). Kalau hanya verbal saja, orang diajak berpikir abstrak., 10). Meningkatkan persepsi, imajinasi dan tafsiran yang memperkaya, 11). Menyegarkan karena konsep disampaikan dalam bentuk baru, 12). Menolong menambah daya ingat, 13). Hal yang sukar, dipermudah dan disederhanakan, 14). Lebih mudah untuk diikuti dan dimengerti, 15). Pembelajaran dapat lebih cepat, 16). Mengatasi keterbatasan waktu, tempat dan bahasa.[11]
Sedangkan hasil penelitian Enny Trisnawati di sebuah jemaat GKE, tentang penggunaan multimedia dalam khotbah, dikatakan, a.l,: lebih menarik, lebih bagus, lebih banyak ingat, mudah dipahami dan dimengerti, menjadi lebih jelas, mudah diikuti, membuat ikut berpikir, menambah dan membantu daya tangkap, tidak monoton, mencegah kantuk, lebih konsentrasi. Meski ada yang mengatakan konsentrasi terganggu.[12]
Hasil teknologi yang begitu canggih dan mahal, mestilah digunakan lebih optimal lagi, yakni juga untuk sarana khotbah. Sehingga khotbah anda mempunyai pengaruh dan kekuatan yang lebih luar biasa besarnya. Perhatikan juga, bila memanfaatkan multimedia, seperti LCD, jangan teks khotbah lengkap yang ditayangkan, karena kalau demikian, justeru akan kontra produktif, sebab akan membuyarkan konsentrasi. Cukup hanya garis besar khotbah saja yang dibuat dan ditayangkan di layar. Akan menjadi sangat baik bila disertai gambar-gambar yang cocok dengan isi khotbah, sebab, sebuah gambar selalu punya makna dan pesan yang beragam arti serta menyentuh hati.[13]
6.      Sekali-sekali selipkan senyum tawa
Humor dapat menurunkan ketegangan dan menghilangkan kebosanan dan kejenuhan. Ia mampu menghidupkan suasana yang kaku menjadi lentur dan santai. Orang menjadi segar dan terjaga. Kadang dapat ditarik ke dalam arti dan makna dari baliknya, sama dengan ilustrasi dan kesaksian, yang tidak jarang lebih mampu dan lebih efektif daripada nasihat dan teguran yang keras. Ia dapat masuk menusuk secara positif ke dalam sanubari terdalam, sehingga membuat orang sadar diri lalu berbalik ke dalam pertobatan. [14]
Tony Buzan dalam “Jadi Orang Cerdas Spiritual,” mengutip Elia Wheeler Wilcox, “Tertawalah dan dunia akan ikut tertawa bersamamu.” Lalu Tony Buzan menjawab dan mengatakan, “Benar! Tertawalah dan dunia tertawa bersamamu ! Selera humor merupakan salah satu kualitas utama kecerdasan spiritual. Tawa akan mengurangi perasaan stress, meningkatkan kesehatan secara umum, dan menambah jumlah teman (yang lebih bahagia). Tawa dapat menciptakan kehidupan yang lebih bahagia, ceria, dan bersemangat. Dapat meredakan persoalan, dapat membagi ketegangan dan menyatukan orang dari berbagai profesi. Humor mempertalikan semua umat manusia.” [15] 
J.Oswald Sanders mengatakan, “Oleh karena manusia adalah gambar Allah, maka rasa humor adalah karunia Allah dan mendapatkan kedudukannya di dalam sifat ilahi. Tetapi humor merupakan karunia yang harus dikendalikan dan dipupuk. Humor yang bersih dan sehat akan meredakan ketegangan dan mengobati keadaan sulit, lebih dari pada apapun. Humor sangat besar nilainya bagi seorang pemimpin karena bermanfaat bagi dirinya maupun pekerjaannya.” 
Kata Charles H.Spurgeon, “Lebih baik membiarkan orang tertawa untuk sementara dari pada tertidur dengan pulas selama setengah jam.” dalam ibadah gereja. Humor yang sehat membuat orang terjaga, segar dan membuat mereka mampu mengikuti acara yang diikutinya. Presentasi tanpa humor, yang berlangsung panjang, atau pada jam-jam tertentu, dapat membawa orang pada rasa lelah dan kantuk. Humor akan mampu mencipta kesegaran dan keterjagaan mereka. 
Helmut Thielicke menulis, “Apakah kita tidak boleh memandang garis-garis yang ada di sekeliling mata kita, jika kita tertawa, itu sama seperti tanda iman yang terlihat dari garis-garis wajah yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan? Apakah hanya kesungguhan saja yang dibenarkan ? Apakah tertawa itu bersifat kafir? Kita telah membiarkan begitu banyak hal yang baik hilang dari gereja dan membuang banyak mutiara kepada babi. Satu gereja berada dalam keadaan kurang sehat, jika gereja membuang tawa ria dari ruang kebaktian, dan menyerahkannya kepada cabaret, kelab malam dan para pemimpin acara saja,” [16] sungguh menyedihkan. 
Karena itu, kita jangan sampai mengabaikan pendapat-pendapat tersebut. Dayagunakanlah tawa senyum secara hati-hati dan konstruktif, sehingga memberi dampak positif dalam khotbah kita. Bukankah juga di depan dikatakan, salah satu ciri komunikasi yang efektif adalah dapat membuat pendengar senang, gembira, sukacita bahkan bahagia. Demikian juga komunikasi khotbah kita, perlu diupayakan agar ada rasa senang, sukacita, gembira, bahkan bahagia yang dialami para pendengar kita. Kesan yang menarik dan melegakan hati serta membahagiakan. Menurut John Edmund Haggai, komunikasi Injil selain untuk memberitahu, menyentuh hatinya, meyakinkannya, membuatnya gembira sukacita, dan puncaknya ia berbuat sesuai motivasi dan harapan pengkhotbah.[17]
7.      Menyentuh hati 
Pendidikan seseorang kerap kali berpengaruh besar dalam cara berkomunikasi dan mengembangkan komunikasi. Bahasa yang digunakan dapat menjadi lebih tinggi dan ilmiah, tidak lagi sebagaimana bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam komunikasi dapat terjadi jurang antara yang berpendidikan tinggi dengan warga masyarakat biasa. Sehingga, terjadi hambatan dan kesulitan memahami, mengerti dan menangkap pesan-pesan dalam komunikasi.
Dalam khotbah dapat terjadi juga hal demikian. Ada kesan sementara, bahasa khotbah kita kerap agak terlalu tinggi, terlalu teologis dan intelektual, bahkan sedikit menjurus filosofis. Hal ini sedikit menjadi hambatan pendengar untuk menyelami dan menyerapnya. Khotbah demikian lebih cenderung banyak mengisi ranah kognitif (intelektual, rasio, akal pikiran). Tentu tidak salah bahwa ia mengisi sisi kognitif. Akan tetapi, bila hanya sampai di situ saja, maka khotbah masih kurang berdayaguna. Seharusnya, capaiannya seimbang antara rasio dengan emosi. Artinya, khotbah perlu mencapai ranah kognitif (intelaktual, rasio), tetapi dilanjutkan sampai menyentuh ranah afekktif (hati, perasaan, emosi). Sebab ranah afektif ini adalah ranah yang terdalam yang mampu membuat orang sadar diri, memperbaiki diri dan bertobat. Sebab itu, khotbah harus diupayakan sekuat-kuat untuk sampai menyentuh ke ranah afektif ini.
Bagaimana caranya agar khotbah mencapai dan menyentuh ranah afektif (hati,emosi)? Ia dapat dilakukan dengan memakai kesaksian, ilustrasi dalam berbagai bentuk, dapat juga memakai alat bantu gambar atau barang simbolis. Dari kesaksian, ilustrasi atau alat bantu itu, lalu ditarik ke aplikasinya. Seperti di depan, “Apa kaitan kisah tadi dengan sdr-sdr? Atau, bagaimana dengan sdr-sdr ?” Dengan cara itu, pesan dapat menukik tajam dan dalam, lalu masuk ke dalam hati, serta menyentuh hati terdalam para pendengar. Di sana dapat terjadi pertobatan (seperti Daud), perubahan hati, sikap, perilaku dan perbuatan hidupnya.
8.      Personal
Kegagalan dan hambatan komunikasi, di bagian depan dikatakan, antara lain disebabkan komunikasi itu kurang personal, terlalu bersifat umum. Oleh karena itu, dalam berkhotbah umumnya dilakukan di depan banyak orang. Tentu dengan hal semacam itu komunikasi menjadi sangat umum dan tidak atau kurang personal. Dapatkah hal umum semacam itu kita ubah dan arahkan menjadi sesuatu yang personal? Bagaimana caranya?
Untuk itu, di bagian aplikasi atau di bagian penutup, kita menarik hal-hal umum menjadi hal-hal khusus. Kita tidak mengakhiri khotbah kita hanya dalam kalimat-kalimat biasa tanpa ajakan, tantangan, seruan, panggilan dan komitmen. Kita mengganti cara itu dengan pola yang baru, agar penutup atau aplikasi kita menukik tajam ke dalam hati para pendengar. Caranya, kita agak mendorong, sedikit agak memotivasidengan kuat, agar pendengar mengambil sikap atau keputusan dalam hati mereka untuk mengikuti pesan Tuhan melalui khotbah yang kita sampaikan. 
Untuk itu, mirip dengan cara untuk menyentuh hati pendengar. Kita bertanya secara retoris berdasarkan uraian atau aplikasi, misalnya, a.l. “Kalau demikian, bagaimana dengan sdr-sdr? Siapa di antara sdr-sdr yang akan berkomitmen untuk setia pada Tuhan? Siapa dari kita yang akan tetap mengikut Tuhan walau jalan kita berat? Siapa yang ingin menemukan kebahagiaan sejati? “ dll. Lalu kita jawab dengan inti pesan akhir, kabar baik., sesuai dengan isi dan pesan khotbah kita. Baru berkata Amin.
Cara demikian, membuat akhir aplikasi atau akhir khotbah berubah dari umum menjadi khusus, dengan tantangan, panggilan, seruan, dan ajakan kepada orang secara pribadi ke pribadi. Khotbah puncaknya menjadi sangat personal dan pribadi. Lebih kuat lagi, apabila diikuti dengan intonasi suara yang meminta dan berharap dengan sangat, lalu diulangi dan ditegaskan dengan bahasa nonverbal, yakni tangan ditunjuk ke pendengar, dll. Maka, akan terasa kita sedang menunjuk mereka untuk menjawab dalam hati mereka agar mengambil keputusan atau sikap, perilaku atau perbuatan. Keputusan atau sikap itu sesuai isi khotbah kita. Sehingga khotbah bukan hanya sekedar menarik dan mengesankan, tetapi juga mengubah kehidupan pendengar. Perubahan itu bukan hasil kerja pengkhotbah, tetapi Tuhan melalui Roh Kudus dapat memakai hasil kerja dan jerih juang pengkhotbah untuk sebuah perubahan..
PENUTUP 
Komunikasi kita efektif kalau para pendengarnya memahami dan mengerti dengan jelas apa yang disampaikan oleh yang berbicara. Isi dan pesan yang disampaikan itu mampu masuk ke dalam batinnya yang paling dalam, sehingga mempengaruhi sikap dan perilakunya. Ia mendorong dan memotivasinya untuk bertindak dan berbuat sesuatu yang baik, yang dapat dan mampu memperbaiki relasi kehidupan yang lebih baik lagi. Kemudian, dalam dan dampak komunikasi itu adalah lahir dan munculnya perasaan senang, gembira sukacita bahkan bahagia. Komunikasi itu menyenangkan hatinya.
Komunikasi yang menghadirkan daya tarik dan rasa senang pada sebuah khotbah, dapat terjadi bila disusun tema dan tujuan khotbah, logis dan sistematis, mudah diingat, variasi dalam model khotbah, menyelami kebutuhan pendengar, mendayagunakan Ilustrasi dan kesaksiaan.  Dengan demikian, khotbah kita, selain menarik dan mengesankan, tetapi juga diberkati dan dipakai oleh Tuhan, sehingga mempunyai kekuatan untuk mengubah kehidupan para pendengarnya.

B.     Tanggapan Jurnal Pambelum

            Tulisan dalam Jurnal Pambelum ini sangat menarik dan memberikan banyak wawasan dalam berkomunikasi. Tulisan dalam Jurnal Pambelum ini memberikan banyak sekali tips atau strategi yang efektif dalam menjalani sebuah komunikasi. Tulisan ini sangat berguna ketika mengunakannya khususnya dalam berkhotbah maka dalam menjalani sebuah strategi komunikasi dengan hasil yang efetif dan tepat pada sasaran. Agar semuanya efektif para pengkhotbah harus pandai membaca strategi komunikasi dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi yang di alami.



[1]S. de Jong, Khotbah, h.83-88
[2]James KVF, Rahasia kekuatan percakapan, h.69.
[3]opcit. Onongh.8.
[4]Rajem Kemraj, Communicating Effectively for Evangelising, paper.
[5]Phillip LH, Seni Komunikasi Pemimpin, h. 59-65.
[6]Opcit, Deddy Mulyana, h.314-315
[7]EP. Ginting, Khotbah dan Pengkhotbah, h. 1.
[8]Opcit. Phillip LH, h. 15-20.
[9]Steward L.Tubbs, Human Communication, h. 172-173.
[10]Bobbi dePorter, Quantum Teaching, h.57.
[11]Tulu Tu’u, Teknik Pembelajaran di SHM, paper ceramah.
[12]Enny Trisnawati, Peranan Media dalam Khotbah, h. 38-46.
[13]Donald Leow, Audio Visual for Evangelisim, paper.
[14]Opcit. Hasan Sutanto, h. 192-193, 196.
[15]Tony Buzan, Jadi Orang Cerdas Spiritual, h. 72.
[16]J. Oswald Sanders, Pemimpin Rohani, h. 65-67.
[17]John Edmund Haggai, Lead On, h. 91-93.

Sabtu, 27 September 2014

kalimat kata-kata Tampung Tawar

Tampung Tawar

Kilau kasadingen danum-tawar toh aku manyadingen paim. Maka sadingen kea aseng nyamam.

Inyadingengku likut tatap paim uka manalikut kare peres panyakit baratus arae, sampai kare baribu bitie. manalikut dahiang baya, nupi papa, sial-kawe, Pali-endus barutas matei.

lnyadingengku lawin tunjukm kilau panyurung tanjung maka mayurung kea kare pikir akal, tiruk itung tuntang isi daham.

Inyadingengku buntis tuntang tambang takepm uka manambang tuah rajaki, bulau pungkal raja, rabia tisik tambun.

lnyadingengku ututm, kilau utut tantungan tulang maka hatuntut kea kare tuah rajaki. untung ukur tuntang tahaseng panjang.

Inyadingengku lukapm hapa menekap panatau panuhan tuntang uang-duit ; sadingen kea mahaga anak jarian, esu-buyut, uka hagatang sewut sarita.

Inyadingengku sikum uka manyiku hagagian kare dahiang -baya. nupi papa, sial-kawe tuntang ganan taluh papa.

Inyadingengku hunjun baham hapa manyambaha kare panatau panuhan, belom batuah barajaki tuntang umur panjang.

lnyadingengku tulang salangkam, hapan manyalangka hagagian sial kawe, pali endus, barutas matei.

lnyadingengku balengkung tuntang bongkok tingangm uka batengkung kambang nyahun tarung nyangkelang kulam Baring ije beken.

Inyadingengku ijangm uka pander saritam babehat, bahari kilau sarip nyahu hakumbang langit.

Inyadingengku tutuk urungm uka mananturung tuah-rajaki, umur panjang belom panju-panjung.

lnyadingengku balaum uka mahalau kea kare peteh liau matei, janjin pangambu nihau, batu junjun karapurum mahunjun kambang nyahun tarung.

lnyadingengku kulukm uka ikau manakuluk panatau panuhan, barajaki belom baumur panjang.

Toh behas-danum maka kilau behas toh tau mangkar-manyiwuh, kalute kea panatau panuhan, manak manjaria pintar-harati, panju-panjung kilau batang garing belum gantu-gantung batuyang tambarirang, sihung garing tuya-tuyang, baumban suli langiran sampu unar jala.

Toh undus kajarian bangkang haselan tingang, minyak uring katilambang nyahu, kilau balau bakahut tau bakarak kalute kea pambelom keton panju-panjung baumur panjang.

Natisangku nyalung kaharingan belom mangat bitim belom sanang - mangat kilau asang suhun danum. haring manggigi tingkah ampah lawai baun andau.