MAKALAH
Dibuat Untuk
Memenuhi Tugas
Hermeneutika Perjanjian Lama
I
Dosen Pengampu
Pdt. Tawar S, M.Th
Disusun oleh
NELSIA KARTIKA PASARIBU
OBET NEGO
VINI ISTRALINA
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN, MARET 2013
I.
PENDAHULUAN
Menafsir adalah kegiatan yang biasa kita sekalian lakukan setiap
hari di dalam hidup kita. Pada saat kita mendengar pernyataan lisan atau
membaca pernyataan tertulis dan berusaha untuk memahaminya, kita sebenarnya
tengah melakukan penafsiran (eksegese). Istilah “eksegesis” berasal dari kata
Yunani exegomai yang dalam bentuk dasarnya berarti “membawa keluar” atau
“mengeluarkan”. Apabila dikenakan pada tulisan-tulisan, kata tersebut berarti
“tafsiran” atau “penjelasan”. Jadi pada waktu kita membaca tulisan atau
mendengar suatu pernyataan yang kita coba pahami dan tafsirkan, kita sebenarnya
tengah melakukan penafsiran atau eksegesis.[1]
A.
Sumber Y
Seluruh ceritera tentang pembangunan mena Babel itu adalah karangan
Y. Hal itu ternyata dari pemakaian nama TUHAN (=YAHWE) untuk Allah (ayat 5, 6,
8, 9) pun gaya lukisan cerita itu sesuai dengan langgam bahasa pengarang Y.
Sumber cerita yang tertua dalam Pentateukh adalah sumber Yahwist. Banyak alasan
untuk menyatakan, bahwa sumber Yahwist itu berasal dari Selatan (Yehuda).
Tulisan-tulisan dalam suber Y itu mencerminkan adanya kesatuan, keteguhan, dan
kepercayaan serta kepenuhan nasional.
Sumber Y bergantung kepada tradisi lisan yang ada sebelumnya. Di
dalam tradisi lisan itu sudah terdapat tema-tema pokok yang menjadi bagian dari
seluruh sejarah keselamatan. Mulai dari pemanggilan nenek moyang sampai dengan
pendudukan tanah Kanaan. Para penulis sumber Y tidak hanya terpancang kepada
tema-tema itu saja. Mereka memperkembangkan seluruh cerita dan memasukan tema-tema
yang lain ke dalam cerita yang ditulisnya. Tema kejadian mula alam semesta
dimasukkannya ke dalam sejarah keselamatan. Demikian juga dengan pokok-pokok
kecil lain, sehingga seluruh hasil tulisan mereka merupakan tafsiran theologis
Yahwist yang unik terhadap sejarah keselamatan.
Sumber Yahwist mulai cerita purbakala dengan kejadian awal mula
alam semesta sampai cerita menara Babel yang mengakhiri seluruh cerita
purbakala dengan nada suram. Dengan pendahuluan seperti itu sumber Y berusaha
menonjolkan beberapa tujuan theologis. Penulis menekankan bahwa Yahweh bukan
hanya Allah Israel, tetapi juga adalah pencipta dan Tuhan atas dunia dan
manusia dan bangsa-bangsa di bumi. Penulis juga menempatkan sejarah bangsa
Israel dalam konteks sejarah dunia, mulai dari permulaan dan seterusnya.
Dua aspek yang ditekankan oleh sumber Y. Pertama, sumber ini
menempatkan sejarah keselamatan Israel dalam kerangka dan orientasi yang
universal. Aspek universal karya penyelamatan Allah diungkapkan oleh penulis sumber Yahwis dalam
cerita sejarah purbakala (Kejadian 1-11) yang mendahului dan menjadi latar
belakang cerita sejarah keselamatan. Kedua, dari mula sampai pada akhirnya,
penulis sumber Yahwist menekankan, bahwa tidak ada halangan manusiawi apapun
yang bisa meninggalkan kehendak Allah untuk melakukan karya penyelamatan-Nya.[2]
B.
Aspek Sejarah
Babel merupakan cerita aetiologis. Artinya cerita ini mengandung
keterangan sebab atau asal-usul. Cerita itu mencoba menerangkan mengapa di
dunia ini terdapat begitu banyak ragam bahasa. Cerita ini juga memberikan
keterangan populer, yang tidak ilmiah, mengenai nama Babel. Nama Babel
diterangkan sebagai yang berasal dari kata bahasa Ibrani balal yang berarti “kacau”. Padahal nama Babel itu sendiri berarti
“gerbang Allah”.
Latar belakang seluruh cerita menara Babel adalah Mesopotamia. Para
penulisnya tentu mengenal adanya menara-menara atau monumen-monumen di
mesopotamia, yang disebut ziggurat. Ziggurat itu merupakan bangunan tinggi yang
mencerminkan hubungan langit dan bumi. Bangsa Babel tentu sangat bangga dengan
ziggurat itu. bangunan itu merupakan kuil suci untuk bangunan tempat ibadah
mereka. Dengan demikian bangunan ziggurat itu merupakan ekspresi atau
pencerminan kesalehan dari bangsa Babel di Mesopotamia. Tetapi untuk para
penulis sumber Yahwist semuanya jadi lain, para penulis sumber Yahwist melihat
bahwa ziggurat yang tinggi dan megah itu adalah simbol kebanggan manusia.
Ziggurat itu adalah pencerminan dari sikap manusia yang mementingkan dirinya
sendiri. Selanjutnya para penulis sumber Yahwist menganggap ziggurat itu bukti
usaha manusia untuk memperoleh keselamatan lepaas dari Allah. Bahkan dengan
ziggurat itu manusia mau menyamai Allah. Hasilnya adalah malapetaka,
kehancuran, kekacauan, dan keterpecahan dunia ini.[3]
v Catatan
mengenai soal ilmu sastra
Di dalam berita menara Babel dalam bentuknya yang sekarang ini
tersembunyi dua cerita. Pertama, tentang pembangunan sebuah kota. Kedua, tentang
pembangunan sebuah menara.
A.
Corak
Kota
|
B.
Corak
Menara
|
(1) Adapun
seluruh bumi, satu bahasa dan satu logatnya. (3a) Mereka berkata seorang
kepada yang lain: “marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik-baik.
(4) marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota.” (6a) berfirmanlah TUHAN:
“mereka ini satu bangsa dan satu bahasa untuk semuanya. (7a) baiklah kita
turun dan mengacau-balaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak
mengerti lagi bahasa masing-masing.” (8b) dan mereka berhenti mendirikan kota
itu. (9a) itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena
di sanalah dikacau-balaukan TUHAN bahasa seluruh bumi.
Corak A
memberitakan rencana mendirikan kota. Allah mengacau-balaukan bahasa.
|
(2) Maka
berangkatlah mereka kesebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah sinear,
lalu menetaplah mereka di sana. (3b) lalu bata itulah dipakai mereka sebagai
batu dan ter gala-gala sebagai tanah liat. (4) juga kata mereka: “marilah
kita dirikan bagi kita sebuah menara
yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya
kita jangan terserak ke seluruh bumi. (5) lalu turunlah TUHAN untuk melihat
menara yang didirikan oleh anak-anak manusia itu. (6) dan berfirmanlah TUHAN:
(6b) “ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga
yang mereka rencanakan tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.” (8a)
demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ keseluruh bumi, (9b) dan dari
situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi.
Corak B
memberitakan pembangunan sebuah menara. Allah menyerakkan bangsa ke seluruh
bumi.
|
Tanggapan
yang menyatakan bahwa ada dua rupa berita dipersatukan dalam Kejadian 11:1-9
adalah terutama berdasarkan perlawanan ayat 5 “lalu turunlah TUHAN” dengan ayat
7 “Baiklah kita turun” dalam ayat 8b dikatakan “mereka berhenti mendirikan kota
itu” tidak disebut di sini pembangunan menara. Kedua bentuk karangan ini
termasuk karangan Y. Pengarang Y lah yang mempersatukan dan memintal keduanya.[4]
v Menurut
Para Ahli
Zaman sebelum air bah tidak lagi primitif dan biadab. Bukti-bukti
menunjukan bahwa zaman itu telah mempunyai peradaban tinggi. Pada zaman itu
umur manusia sangat panjang, bahasanya seragam, hidupnya dekat
kepada penyataan Allah dan hubungannya dengan Allah dan sesama manusia
lebih bebas. Bayangkanlah apa arti semua itu! Petunjuk mengenai karya seni dan
industri pada zaman itu dapat dibaca dalam Kej. 4:20-24. Tapi peradaban manusia
pertama dengan segala Ilmu Pengetahuan dan pengalamannya, pertaniannya, dan
kerajinannya, kesenian dan kesusastraannya kini lenyap, dan umat manusia mendapat permulaanbaru dalam Nuh dan anak keluarganya
masing-masing.
Kemudian diadakan peraturan-peraturan untuk mencegah perbuatan
dosa. Umur manusia dipersingkat. Tanah lebih banyak menuntut tenaga manusia,
tapi kurang memberi hasil. Karena itu daging
ditambahkan kepada makanan manusia.
Takut akan manusia ditanamkan dalam diri binatang-binatang. Peraturan hukuman mati diadakan untuk mencegah
pembunuhan terhadap sesama manusia __
(menjelang air bah, aniaya dan pembunuhan merajalela, lihat Kej.
6:11,13). Ditengah-tengah segala macam pencegahan itu, kesetiaan Allah
dinyatakan dalam rupa pelangi. Janji Alllah perlu sekali untuk meneguhkan
pengharapan manusia akan masa depan.
Tapi, masih dibutuhkan suatu peraturan pencegahan yang lain lagi,
yaitu PENGACAUAN BAHASA MANUSIA (11: 1-9). Penjamakan bahasa-bahasa itu
merupakan puncak peraturan pencegah. Pengacauan bahasa didahului persekutuan
manusia yang bermaksud hendak mendirikan suatu pusat rasial berupa satu menara
yang tinggi sekali. “Janganlah mengira mereka bodoh karena hendak mendirikan satu menara yang
puncaknya sampai ke langit”. Dalam naskah ibrani kata “sampai” itu tidak ada. Ayat itu bukannya hendak menyatakan tingginya menara. Maksudnya ialah
“Yang puncaknya berlangit”. Artinya, pada puncak itu terdapat peta perbintangan dan lukisan masing-masing
kelompok bintang seperti telah ditemukan di dalam kota kuno di Esneh dan
Denderah di Mesir. Bintang-bintang itu dipuja sebagai dewa dan ilah yang hidup,
jadi Babel menjadi pusat dan permulaan agama palsu.
Letnan Jendral Cheaney almarhum melukiskan penemuan bekas-bekas
reruntuhan Babel sbb: “Kira-kira 8 km sebelah barat daya hillah terdapat
reruntuhan paling istimewa diantara sekian banyak reruntuhan Babel, yaitu
reruntuhan Birs Nimroud , yang banyak
menjulang setinggi 46 meter keatas dari
landasan persegi empat seluas 11/2
hektar. Menara itu terbuat dari batu-batu dan bertingkat tujuh, sesuai
banyaknya bintang kepada siapa menara
itu dipersembahkan. tingkat paling bawah berwarna hitam, yaitu warna bintang
Sayarat Zuhal (Saturnus); tingkat
diatasnya kuning emas, menurut warna bintang
Mustari (Yupiter), diatasnya lagi
merah, warna bintang Marikh (Mars), dan demikian selanjutnya. Tingkat-tingkat itu merupakan satu menara
yang amat megah, dan di puncaknya
terdapat banyak tanda
dan gambar perbintangan. Dengan
demikian puncak menara itu MENGGAMBARKAN langit. maka kurang tepatlah jika Kej.
11:4 diterjemahkan, “yang puncaknya sampai
ke langit”. Kita tidak tahu apakah reruntuhan itu bekas menara yang tersebut
dalam Kejadian, tapi mungkin bekas menara itu menggambarkan maksud dan cara
pembangunan menara Babel.
Kamelut Babel terjadi
kira-kira 300 tahun sesudah air bah; terbukti dari Kej. 10:25 yang mengatakan
bahwa dalam zaman Peleg “bumi terbagi”, yaitu pada masa Tuhan mengacaukan
bahasa. Dan Peleg meninggal 340 tahun sesudah air bah. Ini dapat dihitung dalam
11:10-19. Menara Babel dimaksudkan untuk
menjaga kelangsungan segala tradisi zaman sebelum air bah. Kesalahan
pembuatan menara itu ialah berlawanan dengan perintah Allah yang
menghendaki manusia tersebar dan memenuhi
segenap muka bumi. “Marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak
diseluruh bumi” ( Kej. 11:4 ).
Menurut Dr. Alfred Edersheim, “seruan” itu merupakan semangat Babel
yang terdapat sepanjang zaman. Pastilah
maksud seruan itu ialah: Marilah kita memberontak ! ___ karena bukan saja
dengan itu Allah hendak memenuhi segenap
bumi manusia, dirintangi, melainkan kerajaan dunia semacam itu bahkan merupakan
tantangan terhadap Allah dan kerajaan-Nya. Terlebih pula alasan yang mendorong
mereka berbuat demikian ialah kesombongan dan kemegahan diri.
Babel adalah ibukota kerajaan Nimrod dan semenjak itu nama Babel
menjadi lambang dunia yang jahat, yang
dirasuki oleh jiwa iblis, pemberontak terbesar itu. Kebinasaan total dari Babel
Zaman purba, yang terjadi sebagai penggenapan nubuat seperti tersebut dalam
Yes. 13:19-22, merupakan salah satu keajaiban nubuat alkitab. Namun Babel dalam
arti kiasan masih hidup terus, seperti tersebut dalam Wahyu 18. Kebinasaan
negeri Babel zaman purba itu menjadi lambang bagi kebinasaan dunia kini yang
jahat ini.[5]
II.
TAFSIRAN
A.
Tafsiran
Masing-masing Ayat.
Ayat 1. Adapun
seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya: ayat ini menyatakan, bahwa
cerita itu asli adalah berdiri sendiri, oleh karena ayat 1 ini berkeyakinan,
bahwa terbaginya manusia atas bahasa-bahasa belumlah terjadi. (pengarang Y
telah menerangkan nama peleg (kej
10:25) dengan penjelasan, “sebab dalam zamannya bumi terbagi”). Ternyata dari
situ, bahwa cerita pembangunan menara Babel itu sekali-kali tidaklah mengenal
daftar bangsa-bangsa dalam Kejadian 10 seluruhnya ataupun daftar bangsa-bangsa
oleh Y. Kej 11:1 menganggap manusia bersatu; seluruh bumi berbahasa satu dan
mempunyai perbendaharaan kata-kata gabungan.
Ayat 2. Maka
berangkatlah mereka: Bahasa Ibrani berarti menurut huruf: “sambil mereka
mencabut(menyetakan) pasak kemah”( yaitu=berangkat); dari istilah itu
nampaklah, bahwa cara kehidupan manusia adalah pengembaran pada aslinya.
Barulah sebagai akibat dari perjalanan (pengembaraan dan pemindahan) suku-suku
dan marga-marga yang besar itu terjadi pembentukan bangsa yang tinggal menetap.
Dalam ayat 2 ini Alkitab menyimpan ingatan yang benar, yakni bahwatidak pernah
ada orang “bumi putra” atau “orang asli”(penduduk autochton) di suatu negeri,
melainkan terbentuknya dan lahirnya satu bangsa adalah terjadi dengan beralih
dari pengembaraan kepada kediaman menetap. Alkitab di sini adalah jauh lebih
dekat kepada hasil perkerjaan ilmu etnologi dan sisiologi daripada segala mitos
bangsa yang mencoba membuktikan bahwa bangsa itu adalah asli dan kekal di suatu
daerah tertentu.
Ingatlah
segala perpindahan bangsa-bangsa yang besar dalam sejarah! Perpindahan
bangsa-bangsa Melayu dari daratan Asia kepulauan Lautan Teduh; perpindahan
Indo-German dari Asia(pegunungan Kaskus?) keIndia dan semenanjung Eropah (lebih
kurang 2000 SM) ; dan pembentukan Amerika, sesudah perpindahan(pelayaran)
menyeberangi”tasik besara”(Lautan Atlantik) dalam abad ke-18. Israel pun
menjadi bangsa, barulah sesudah perjalanan keluar dari perhambahan di Mesir
(1200-1000 SM). Ke Sebelah timur: barang kali harus diterjemahkan “dari sebelah
timur”) tetapi istilah itu dapat juga diterjemahkan ke sebelah timur,bnd Kej
13:11.satu terjemahan memberikan teks” di sebelah timur”). Timur(qadem) dapat
dipahamkan secara tempat lokal dan secara waktu (temporal); qadem adalah tempat
terbitnya matahari, tempat asal awal zaman). tetapi dalam hubungan kalimat kita
ini tentulah istilah itu haruslah diartikan secara tempat, oleh karena Sinear(
Mesopotamia) terletak ditimur, dipandang dari tempat pengarang Y(Palestina).
Dan menjumpai tanah datar: juga dalam ungkapan itu tersimpan
ingatan kepada suatu kenyataan sejarah: pegunungan selalu sulit diduduki:
gunung-gunung dan bukit-bukit merupakan halangan dan rintangan besar yang tidak
cukup kuat untuk merebut dataran. Tetapi daratan rendah, seringkali lembah
sungai yang yang lebar, adalah tempat pemusatan kebudayaan dan kuasa politik
besar. Ingatlah di Afrika kepada sungai Nil dan lembah di sebelah kiri dan
kanannya sebagai pusat negara dan kebudayaan Mesir selama 3000 tahun. Di Asia,
ingatlah kepada sungai-sungai di India Utara sebagai tempat perkembangan kuasa
negara pertama,. Teks kita ini memandang daratan rendah di tengah-tengah kedua
sungai Efrat dan Tigris(Mesopotamia) sebagai dasar kebudayaan dan kuasa dasyat
yang timbul selama tiga ribu tahun” disebelah timur”. Hasil pekerjaan ilmu
sodok(arkeologi) membuktikan, bahwa sudah sejakk zaman melenium ke III SM. Di
daerah Babel ada suatu pemusatan kuasa yang besar(sumer 2800-2360SM) sisa-sisa
dari masa dan zaman yang dahulu adalah berasal dari melenium yang ke IV dan ke
V SM. Nama bangsa dan dinasti yang berkuasa berganti-ganti ibukota kerajaan
mereka berpindah-pindah; selama 3000 sebidang tanah yang bersungai dua(atas
Alitab lama, Hal 34) merupakan tempat menunjukan perkembanagna kesanggupan
manusia yang paling besar dan paling luhur disegala lapangan usaha manusia:
politik,kenegaraan besar, agama, ilmu, bintang dan nujum, ekonomi dan
perdagangan, dan terutama tehnik pembangunan(bnd ay 3 dan 4).
Sinear (bnd dalam alkitab: Kej 10:10;11:2;14:1,9:Yus 7:21:Yes
11:11:Za 5:11:dan 1:2) dalam bahasa sumer adalah “singi-Uri” dalam bahasa Akkad
“sa-an-ha-ra”,)dalam bahasa Mesir “sngr”. Menurut naskah kerajaan Hetit, sinear
berbeda dar Babel. Tetapi dalam alkitab, nama itu sama dengan Mesopotamia,
daerah di antara sungai Efrat dan Tigris Hilir dalam Daniel !:2 praktis sama
dengan Babel sendiri. Lalu menetaplah
mereka disana: Alkitab mengenal macam-mancam cara kehidupan manusia. Untuk
pembentukan negara dibutuhkan kediamanyang tetap dan rapat.
Ayat 3. “Mereka
bekata seorang kepada yang lain”. Perhatikanlah, bahwa musyawarah dan mufakat
manusia tersebut tidak didahului oleh firman, Allah. Segala usaha dan keaktifan
segala kegiatan pembangunan hebat" yang berikutnya adalah inisiatif
manusia semata-mata. Pembangunan yang bersemangat itu bukanlah pelaksanaan
pesan Allah, melainkan buatan tangan manusia saja, cita-cita hasrat manusia. “
marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik-baik”.) dataran itu tidak
berisik bukit batu, yang dapat dipecah-pecahkan untuk batu bangunan. Tetapi
tanah liat ada berlimpah-limpah. Di sinilah ternyata kesanggupan manusia tukang
(homo faber) itu: dengan perantaraan pertukangan (tehnik) ia mengatasi
kesulitan-kesulitan semesta alam dan menghasilkan kebutuhan-kebutuhannya secara
besar-besaran karena keahliannya. Kata “membuat” itu adalah istilah yang
dipakai juga oleh Kel 5:7.14;ternyata dari situ, bahwa tehnik adalah sama di
Mesir dan di Babel: tanah liat dicampur dengan jerami(Kej 5:7-18),cetak
(diperas) dan dibakar dalam api dan dikeringkan dalam cahaya matahari menjadi
batu ubin(batu merah). memang ilmu sodok telah mengali dan mambuka banyak bukti
pembangunan tehnik batu bata Babel itu.
Marilah: kita merasakan seluruh semangat dan “Ilham” kemajuan
tehnik yang pada masanya “moderen-utara”!dalam programma,dalam rencana bangunan
raksasa tersebut ada tersembunyi kepercayaan akan kemajuan dan tehnik sebagai
juruselamat manusia; di dalam seruan itu tercantum hasrat massa manusia akan
derajat-penghidupan yang lebih tinggi. Tehnik dan industri, keahlian dan ilmu
sebagai alat penebusan manusia oleh tangan manusia sendiri. Hebat sekali
semangat itu! Alangkah banyaknya ahli dan perintis ilmu-ilmu telah mengurbankan
nyawanya untuk pembangunan itu!a__dan rencana itu pada
mulanya di laksanakan:
Lalu bata itulah dipakai mereka segala batu ter gala-gala sebagi
tanah liat: dalam bahasa Ibrani dipergunakan suatau permainan kata(labenah)=bata
menjadi le’aben=batu;khemar=ter gala-gala menjadi khomer= tanah liat )
permainan kata itu dengan sangat baik diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dalam bagian pertama : bata menjadi batu. Bagian kedua tidak dapat meniru
permainan kata dalam bahasa asing itu. Permainan kata dengan aliterasi adalah
sangat layak dan berguna sebagai semboyan dan saran(propaganda) untuk aksi
pembangunan tersebut. Untuk mempengaruhi massa-massa haruslah ada semboyan yang
jitu dan yang termakan hati orang banyak : bata-batu, labenah- la’aben,
khemar-khomer.sebagi kunci yang dapat membuka rahasia teka teki zaman baru,
semboyan itu akan dilisankan oleh beratus-ratus ribu rakyat. Untuk semboyan itu
berlaksa-laksa,berketi-keti, berjuta-juta orang banyak akan berkerja,berkuban,berpeluh,dan
mati. kerjasama dan gotong royong mengabulan manusia menuju satu tujuan dan
cita-cita bersaman dalam uraian dalam.
Ayat 4. Juga kata
mereka: “marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara”.
Dengan itu disinggung pula bentuk masrayakat yang berupa negeri kota,
polis,negara. Pengarang Y telah mengungkapkan pokok itu dalam Kejadian 4:
17,mengenai kota Henokh. “marilah”: kita mendengarkan untuk kedua kalinya
semangat dasyat yang memenuhi hati dalam kerja sama. Tetapi kejadian itu
ditunjukkan sekarang sakarang ke arah maksud dan cita-cita bersama. idee dan
ideologi persamaan menguasai diri seseorang. perorangan dikuasi oleh
kebersamaan (kolektif).
Dirikan: bangun; alkitab menginsafi kekuatan semangat pembangunan
yang dipusatkan ibukota Babel. Taman-taman di atas sonoh rumah Babel dianggap
sebagaisalah satu di antara 7 keajaiban dunia. Babel adalah metropolis, ibukota
dan pusat kemanusiaan di segala lapangan. Bagi
kita: pembangunan itu berhaluan perikemanusiaan dan humaniter progamamma,
rancangan dan pujian negara( hadiah,lencana,dan lain-lain) dibutuhkan manusia
untuk mendorong manusia mencapai hasil kerja dan hasil otak yang termulia
disegala lapangan jasmani dan rohani. Dengan
sebuah menara: seperti yang dibuktikan oleh hasil perkerjaan ilmu sodok, banyak
ibukota negeri, baik Babel(Efrat Hilir) maupun di Asyur(Tigris Hulu), yang
mempunyai sebuah menara yang bertingkat-tingkat. Dalam reruntuhan dari ibukota
Asyur-Babel-Elam telah terdapat sisa-sisa dari 33 menara bertingkat-tingkat
itu, antara lain Babylon, Borsippa, Nippur, Syuruppak, Ur, Eridud, Uruk(Erekh),
El-Obeid, lagasy, syusyan. Semua itu mungkin sekali harus dianggap sebagai
bagunan agama, yaitu tangga (7 tingkat ) yang dipakai dewa-dewa, terutama dewa
marbuk,untuk dapat turun dari langit ke bumi. oleh karena di katakan:
Menara yang puncaknya sampai kelangit: ucapan itu hampir menurut
huruf sama dengan laporan pembangunan yang diberikan raja Nabopolassar(625-604)
tentang menara”Etemenanki” yang diperbaikai di Babel: “Marduk Tuhan itu
menyuruh aku mendandani Etemenanki, menara yang bertingkat-tingkat diBabel yang
telah rusak dan runtuh sebelum masaku, supaya aku meletakan dasarnya diatas
pangkuan dan membuat puncaknya samarata dengan langit. Berita pembangunan Nabopolassar”membuat sama
rata dengan langit” menyatakan bahwa banguan menara yang bertingkat-tingkat itu
adaah tempat suci,gedung agama,bait dewa Babel, yaitu Marduk atau Bel. Herodot
dari Halikarrnasospun mengemukakan dalam laporannya mengenai perjalanan ke Babylonia
pada tahun 460 SM. ,bahwa dalam tingkatan tertinggi dari kuil dewa bel yang
bertingkat 8 itu ada suatu tempat suci.
dari berita tersebut itu nyata, bahwa bangunan menara yang bertingkat-tingkat
itu (dalam bahasa Akkad”Ziggurat”, yang berarti “tinggi” atau
“Terangkat”)adalah bangunan agama. Tingkat tinggi adalah rumah tinggi dewa
marduk; tetapi muka bumiada sebuah bait dewa juga. Tingkat-tingkat merupakan
anak tangga, yan dipakai dewa itu untuk turun ke muka bumi di tengah-tengah
manusia. Dan manusia pun dapat naik berjumpa dengan dewanya.
Dengan ini menara bertingkat-tingkat itu sebenarnya adalah suatu “Bab-ilu”(nama Akkad
untuk Babel), yaitu suatu gerbang allah marduk. Dari suatu laporan pembangunan
oleh raja Nabopolassar dari Babel 625-604) kita mengetahui nama dari menara
yang ada di menara Babel itu tersebut yakni: “Etemenanki”; luas landasannya
adalah 90 meter persegi, tingginya pun 90m. Suatu gedung dasyat yang mengatasi
segala bangunan lain yang ada di Babel. Dengan
ini “ziggurat”, atau menara yang bertingkat-tingkat itu adalah hasil karya
agama yang agung, menurut pengertian orang Babel. Menurut kehendak para
pembangun.” Menara Babel itu” bukanla didiriakan untuk melawan, melaikan untuk
kepentingan Allah.
Ucapan Alkitap yang puncaknya sampai ke langit adalah menurut huruf
sama dengan berita dengan Babel; tetapi
artinya berbeda sama sekali, “sampai ke langit” menyatakan percobaan manusia
merebut sorgawi seperti prometeus dalam cerita bahasa Yunani. Dalam hasil karya
agama dan manusia yang bermutu tinggi seperti menara Babel, maka
Alkitab(pengarang Y) hanya dapat melihat tinggi dan bangganya hati manusia yang
merebut surgadengan kekuatan tangannya san atas namanya sendiri menara Babel
mewakili disini seluruh kebudayaan. Tetapi bukan negara Babel atau Mesopotamia
saja yang di maksudkan di sini : seluruh kemanusiaan membangun nmenara itu.
Suatu gejala sejarah( kebudayaan Babel)
diperluas menjadi kelahiran awal zaman seluruh manusia: inilah inti dan
hasrat yang tersembunyi dalam semua penjelmaan manusia dan agama tinggi manusia
: merebut surga dengan tangannya sendiri, mencakar langit utuk menunjukan
kepada Allah: kami sanggup; kami ida membutuhkan Engkau.
Alkitab melihat puncak dosa manusia bukanlah dalam
kejahatannya yang agama, melainkan dalam
hasrat akan hasil karya tenaganya sendiri yang paling bermutu tinggi. Manusia
mencoba membenarkan dirinya dengan perantaraan usahanya dan hasil karyanya di
hadapan Allah. Dala istilah sampai kelangit tersembunyi kebanggaan(hybris)
manusia yang merupakan dosanya yang asali, yaitu ia menjadi “seperti Allah”
(Kej 3:5) oleh karena manusia tidak berhasil dalam usaha itu secara
perorangan(Adam –Hawa,Kej 3), maka sekarang usaha itu dimulai secara
bersama-sama secara masal(usaha raksasa) dan global (seluah bumi harapan merka
adalah begini: penyerbuan dan serangan manusia bersatu aka
mengalahkan Allah. Perhatiakanlah, bahwa
keputusan Alkitab itu tidak tertuju terhadap suatu sistem serbazat atau ateis,
melainkan kepada sistem kebudayaan Babel yang merupakan perwujudan cita-cita
agama manusia yan termulia. “dan
marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak keseluruh bumi”. Mari,
untuk ketiga kalinya kita
mendengar seruan dan nasehat itu yang hendak mengelorakan semangat dan
mengerakan hati massal rakyat tidur. Suasana penebusan manusia oleh manusia
adalah suasana appel da pesan harian, komando dan keajaiban. Kita
cari nama:di dalam golongan Sem(=nama), maka nama Allah Yahwe dipuji (Kej
9:26), oleh sebab hanya satu nama yang agung, dan megah, luhur dan mulia,
yaitu Yahwe Israel. Tetapi dalam usaha pembangunan, manusia mencari nama,
disamping nama Allah Yahwe. Bagi
kita(bnd ay 4a juga, yakni masih ada bagi kita dalam bahasa Ibrani!): amusia
adalah “incurvartus in se”(= berbelok berbalik mengenai dirinya sendiri). Usahadan
perkerjaan manusia tidak merupakan pelayanan dan pemujian nama Allah (ad
maiorem gloriam Dei), melainkan percobaan mengabdikan nama manusia
sendiri(,maiorem gloriam sui ipsius). perkerjaan manusia bukanlah lagi tugas
dan amanat dan pesan yang diberikan Allah seperti dalam Kej 2:15, melaikan alat
untuk mempermuliakan nama dan keagungannya manusia sendiri. Mencari
nama berati merindukan atau menghasratkan kehormatan, nama abadi, kemulian. oleh karena mausia fana, oleh karena ia mati dan dilupakan namanya
dan ingatan kepadanya, maka manusia mencoba maka manusia mencoba mengabadikan
namanya dan ingatanya kepadanya dengan pembangunan tugu batu. Menara Babel
seperti tugu raksasa: juga sudah kita semua berpulang kepada debu, maka tugu,
hasil karya tangan kita ini, banyaknya
pembangunan rumah, gedung kapal,gereja, istana,dan roket(misil) timbul dari
hati yang rindu hasrat akan hormat dan
nama.
Tetapi ada juga menara-menara Babel yang tidak berupa batu,
melaikan berupa pemikiran (ideologi,ilmu-ilmu)
berupa kuasa (mendirikan
persatuan kerajaan) dan berupa agama(harapan atas hasil karya dan usaha
sendiri). Ingatlah, alangkah besarnya peranan yang dipegang oleh pencaharian
hormat dalam seluruh usaha ilmu, pelajaran (gelar), masyarakat dan politik,termasuk ekonomi.
Allah bertindak dan menciptakan dengan
(Adam ditidurkan nyenyak, Kej2:21,pada hawa waktu diciptakan; abrahampun
ditidurkan, Kej15:12,pada waktu Allah mengadakan perjanjian dengan dia). Dari
Allah hanya dapat dilihat dibelakang-Nya, bukanya wajahnya(Kel 33:23). tetapi
oleh karena”nama orang fasik menjadi busuk”.
Maka seluruh kehidupan manusia adalah usaha”mencari” atau “membuat
nama”, mereka mencari kemasyuran,keluhuran dalam pemandangan masyarakat.
Manusia tukang/tahnik adalah cucu-cucu dari orang–orang kenamaan. Kebudayaan
dan pembangaunan,kemajuan dan tehnik adalah bukan hanya perintah Allah.
Ayat 5. Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara,
yang didirikan oleh anak-anak manusia: dengan istilah “turun TUHAN” pengarang Y
memakai suatu olok-olok dan ejek-ejek yang bukan main pedisnya: pada akhir ay 4
pengarang bermaksud mengatakan ,bahwa pembanguan telah dimulai. Barangkali
temboknya telah tinggi dari semua bangunan yang lain. Pembangunan itu dapat
dilihat dari segala penjuru sampai puluhan kilometer. Demikian seluruh babel
bersemangat dan berbakti dihadapan kebesaran dan ketinggian proyek pembangunan
itu. Semua orang melihat semua orang tahu, tingginya belum setinggi langit,
tetapi Allah harus takut melihat
penambahan tingginya tiap-tiap hari. Tetapi kebesaran menara itu
sedemikian kecilnya, hingga Allah tidak dapat melihat sama sekali. Supaya dapat
melihat, maka Allah harus turun dulu dari ketinggianNya. Seluruh menara Babel
yang di sembah dan di hormati oleh seluruh manusia karena ketinggian itu adalah
seperti seekor semut di pinggir sol sepatuNya. Segala usaha dan kerja keras dan
susah payah keaktifan manusia yang bersatu, tidak mencapai atau memecat
Allahnya Israel, pencipta langit dan bumi.
Ayat 6. Kedatangan( turunnya Allah untuk melihat usaha
manusia adalah tindakan jaksa yang meriksa dan tindakan hakim yang menghakimi
untuk mencegah akibat-akibat yang tidak dinginkan dari dosa manusia. tiap-tiap
perbuatan pengarang Y memangil Allah sebagai pemeriksa . maksud hukuman itu
bukanlah hanya siksa, melainkan juga pembatalan renacana pemberontakan itu,
agar dicegah pembinasaan penciptaan dan rencana Allah.
Ayat ini memberikan hasil pemeriksaan jaksa agung dari
surga. Sebenarnya kesatuan bahasa dan
kesatuan manusia memberikan kepada manusia kemungkinan yang terbatas lagi.
Sebenarnya kedudukan Allah Israel tidak dapat digoyangkan, tetapi andaikata
manusia yang mambuk kemajuan dan hasil tehnik
itu berpendapat untuk sekejap
mata, bahwa Allah dapat dicakar oleh langit oleh usaha dari manusia, maka Allah
telah mengambil tindakan-tindakan yang tegas membatakan dan mengagalkan setiap
pencobaan pemecatan dia dari pimpinanNya.
Ayat 7. Baiklah; bertentangan dengan rencana politik dan
keaktifan sejarah manusia dan segala macam ideology manusia, maka Allah membentangkan
rencana program yang sekali-sekali tidak pernah diganggu oleh programma
manusia. Segala kegiatan manusia ada dibawah hukumann dan pengaruh kegiatan
Allah. Kita turun; Allah memperdulikan, mengiraukan dan mencampur tanggan dalam
pilitik manusia. Allah mengunakan
manusia gerakan serta cita-cita gologan-golongan dan bangsa-bangsa unntuk
mencapi tujuanNya dan mewujudkan rencanaNya. Bukan manusia pahlawan yang
menciptakan sejarah, melainkan Allah Israel yang menciptakannya. Pembatalan dan
pengagalan renana manusia dilakukan dengan pemecahan: bahsa merupakan alat
pergaulan dan komunikasi, alat persekutuan dan dan sejahtera. Ayat 7b aslinya
hendaknya menerangkan bagaimana timbaulnya bahasa-bahasa di dunia ini. bahasa
adalah ungkapan idiom, cara berfikir: tabiat manusia dan wata k manusia.
pengkacauan bahasa bukan lah soal kamus saja, melaikan juga soal persehatian,
persetujuan, kesepahaman pergaulan persekutuan, perdamaian dan sejah tera.
Ayat 7b .Mereka tidak lagi sependapat. Pikirlah:
dengan alat –alat bahasa moderen haruslah mudah mencapai persetujuan dalam
semua persoalan antar-bangsa.
Ayat 8. Ayat 7 menyatakan rencana dan keputusan Allah, dan ayat 8
ini memberitahukan pelakasanaanya: kesatuan manusia sekaligus terbelah untuk
selama-lamanya dan mereka diserakkan ke empat mata angin. Menyerakkan ( Hephiz
) adalah istilah hukuman Allah, pun terhadap umatNya sendiri. Allah akan
menghamburkan ( menyerakkan ) orang mesir diantara bangsa-bangsa. Allah
menetapkan manusia atas dosanya (( dosa
= Perceraian, pemisahan, pengasingan ). Manusia memisahkan diri daripada Allah
yang esa, sebab itu mereka tidak dapat mempertahankan keesaan ( kesatuan )
manusia. Di luar Allahnya Israel ( yaitu diluar Yesus Kristus ) tidak ada
kesatuan, keamanan, perdamaian diantara manusia. Tiap-tiap persekutuan manusia
merusak dirinya, diluar dan terpisah daripadanya Allah Israel.
Dan mereka berhenti mendirikan kota itu : Rencana
manusia gagal ( Yes 8:10 ), mereka membubarkan persatuan mereka oleh karena perselisih
faham. Setiap kerajaan yang
terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga akan
terpecah-pecah tidak dapat bertahan “ ( Mat 12: 25 ). Perpecahan, yang
mengancam setiap persatuan diluar dan terpisah daripada Allahnya israel,
menggagalkan dan membatalkan rencana sejarah
besar dari kerajaan manusia.
Ayat 9 adalah rumusan penutup suatu cerita sebab : “ Itulah sebabnya “. Y suka menerangkan suatu nama secara etimologi
: Ia menerangkan nama Babel seasal dengan kata ibrani “ balal “ (mengacaukan). Itu memang etimologi
popular, tetapi secara ilmu bahasa tidak dapat dipertahankan , oleh karena
Babel ( dalam bahasa Akkad “ Bab-ilu “ atau “ Bab-ili “ ) berarti “ Pintu
gerbang Allah “. Serba banyaknya dan
terbaginya manusia atas kebangsaan-kebangsaan
dan bahasa-bahasa bukanlah hanya tanda kelimpahan pencipta, melainkan adalah
juga tanda hukuman dan pencegahan hakim terhadap manusia yang tinggi hati.
Bangsa-bangsa yang beraneka warna dan ragam itu bukanlah hanya kesukaan,
melainkan juga tanggungan dan beban yang sukar.
Gerhard v. Rad menitikberatkan, bahwa selama ini dalam
seluruh berita pengarang Y tiap-tiap hukuman Allah diikuti oleh suatu tanda dan
tindakan anugerahNya. Adam dan Hawa, yang dikenakan hukuman susah payah
kehidupan, diberi pakaian sebagai pelindung oleh Allah ( Kej 3:21 ) Kain,
pembunuh yang terkutuk oleh Allah, menerima dari Allah tanda pelindung ( Kej
4:15 ). Pembalasan dibatasi oleh Allah untuk menjamin kemungkinan hidup. Supaya
kelaliman orang-orang raksasa dan orang-orang kenamaan ( Kej 6:1-4) jangan
menjadi abadi, maka Allah menarik kembali rohNya, sehingga kegagahan mereka
terbatas sampai 120 tahun saja ( Kej 6:3 ) bahkan, hukuman yang terlebih berat,
yaitu air bah, diiringi atau diikuti oleh pengikatan perjanjian pemeliharaan
dengan Nuh ( Kej 8:21-22, 9:8-17 ) dengan demikian, dalam semua hukuman Allah
dinyatakan juga kemauan Allah untuk menyelamatkan. Hakim adalah juga
penyelamat.
Seorang pujangga dari Jerman, Johann Wolfgang Goethe,
pernah mengucapkan kekecewaannya tentang nasts alkitab Kej 11:10-26, dimana
akhirnya perhatian hanya ditujukan kepada satu orang yaitu Abraham. Apakah pentingnya Abraham, moyang Israel bagi persoalan yang
ditimbulkan oleh Kej 1----11. Apa guna kehidupan satu orang untuk keseluruhan
manusia, mungkinkah datang pertolongan dari satu orang manusia untuk segala
bangsa, bagaimanakah seorang khusus yang juga telah dicap dan ditentukan oleh
kebangsaannya dan zamannya dapat menjadi keselamatan untuk umum, untuk
manusia segala bangsa dan segala
zaman , dan menurut pertimbangan otak manusia, itu mustahil adanya.
Tetapi, itulah keyakina Alkitab, bahwa Kej 12----25,
bahwa Kej 12---kel 24, bahwa Kej 12 ---Kis 2, bahwa Kej 12----Wah 22 adalah
jawab Allah atas Kej 1---11. Kita telah memberikan kepada Kej 1----11 judul “
Sejarah seluruh manusia melawan Allah “. Maka dengan Kej 12:1 mulailah “
Sejarah tindakan-tindakan Allah untuk ( guna ) seluruh manusia “. Di dalam
Abraham, moyang bangsa Israel, yang ditengah-tengah lahir Yesus Kristus, Allah
mulai menyelamatkan “ semua kaum “ ( Kej 12:3 ). Abraham adalah kebijaksanaan
Allah terhadap kekacau-balauan manusia. Dengan perantaraan Abraham maka Allah
mulai menciptakan manusia baru yang menjelma dalam Yesus Kristus. Tersembunyi
di dalam, bersama dengan dan di bawah sejarah
( kebinasaan ) manusia maka Allah memulai, dengan perantaraan Abraham,
suatu sejarah baru, yaitu sejarah ( penyelamatan ) manusia oleh Allah, dan itu
disaksikan oleh seluruh alkitab dari Kej 12 sampai denga Wah 22. Tersembunyi
dalam sejarah bangsa-bangsa yang banyak rebut dan gaduh besar itu maka secara
diam-diam Allah memulai dengan seorang
manusia suatu sejarah yang hakiki dan yang baru, yang akan meliputi dan
mempengaruhi segala bangsa. Di dalam
Abraham ( dan Israel ) Allah memulai suatu sejarah yang penting untuk
seluruh kemanusiaan. Bukan kekristenan yang bercorak dunia barat, tetapi
sejarah, kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang dimulai Allah di dalam Abraham ( dan yang digenapi
Allah di dalam Yesus Kristus ) adalah jawaban Allah atas persoalan manusia
ciptaanNya, yaitu semua kaum. Pemanggilan Abraham bukanlah hanya berarti
penyelamatan jiwa Abraham secara perseorangan, melainkan juga adalah awal
keselamatan bangsa-bangsa. Dengan demikian kedua cerita, yaitu menara Babel dan
pemanggilan Abraham, yang kelihatannya begitu berbeda dan berjauhan, adalah
sebenarnya berhubungan seerat-eratnya. Di dalam Abraham, di dalam Yesus
Kristus, soal yang paling sulit bagi manusia, yaitu persekutuan dan pergaulan
dengan Allah ( yang dapat dipisahkan dari persekutuan dan pergaulan dengan
sesama manusia ) dipecahkan : Kis 2:6-11 memberitahukan kepada kita, bagaimana
Allah melenyapkan ketidakfahaman dan kesalahfahaman manusia, sehingga manusia
dari segala macam bangsa ( Kis 2:9-11 ) dapat memahami satu sama lain dan
bersatu dan berdamai dengan jemaat Yesus Kristus ( Bnd Gal 3:28, Ef 2:14, Luk
13:29, Wah 7:9 ).
B. TAFSIRAN MASA KINI (PENYEBARAN DARI BABEL)
1, 2 seluruh bumi, jika ‘eres dipakai seperti dalam 10:32, pengamatan memperlihatkan keadaan
tidak lama sesudah air bah, dan ayat ini menjembatani suatu waktu yang agak
panjang, jika ‘eres menunjuk kepada
tanah Sinear, maka perspektif ayat 1
itu tidak universal. Bandingkan ayat 9. Yang manapun yang dipilih, golongan
yang pindah yang disebutkan dan ayat 2 hanyalah sebagian umat manusia saja.
Perpindahan mereka sebelum Babel termasuk proses penyebaran dari Ararat yang
sedang berjalan (bnd Kej 10), dan penyebaran mereka sendiri yang lebih lanjut
dari Babel (ayat 8) diceritakan sebagai penghakiman khusus atas penjelmaan roh
kefasikan, yang sesudah air bah mencirikan lagi kebudayaan manusia.
4 Kota
sekali lagi (bnd Kejadian 4) menjadi pusat kebudayaan dari kecongkakan
manusia yang membumbung tinggi. Menara dapat
juga sebuah benteng; Ul 1:28 dan 9:1 menyebutkan hal kota-kota yang berkubu
‘sampai ke langit’. Kesejajaran-kesejajaran dalam sastra Babel dan menara
kuilnya memberi kesan bahwa migdol adalah
sebuah pola dasar zigurat atau teras kuil, yang pertama-tama terdapat dalam
bentuk tertua pada bagian pertama dari 30 abad sM. Mengenai kegemaran membuat
nama,
5 Turunlah
TUHAN untuk melihat. Allah tertawa
terhadap permusyawarahan raja-raja, demikianlah di sini Ia menertawakan dan
merendahkan kesia-siaan para pembangun menara, sebab Ia harus turun
(demikianlah cara berkata secara manusia) untuk melihat kemegahan manusia jauh
di bawahnya.
7 baiklah
kita turun. Mengacaubalaukan bahasa mereka. Kekacauan itu mungkin akibat
dari suatu proses alam yang diperpanjang, tapi barang kali yang dimaksud adalah
sebuah campur tangan yang adikodrati, sebuah mujizat kekacauan yang aneh, yang
akan dijawab pada hari pentakosta dengan suatu perbuatan yang lain, ketika yang
ilahi turun dalam sebuah mujizat penyatuan bahasa. Ayatnya tidak menganggap
segala perbedaan bahasa sebagai berasal dari kejadian ini, juga tidak
menuntutnya sebagai umpama yang pertama dari perbedaan bahasa sesudah air bah,
juga tidak menyangkal adanya keanekaragaman bahasa sebelum air bah.
8. diserakkan
TUHAN. Apa yang dikira oleh orang Babel dapat dihindarinya, justru dapat
menimpa mereka dengan lebih memecah-belah, dari pada ia ditempat lain
dikenal sebagai yang kodrati.
9 Babel,
karena disitulah dikacau-balaukan TUHAN. Apapun artinya yang semula, nama
itu berarti “pintu gerbang Allah”, menurut etimologi (ilmu asal dan sejarah
kata-kata) yang dikenal dalam terjemahan
bahasa Sumer dan Babel. Polemik yang terkandung di dalam tulisan-tulisan Musa
ini nampak dalam permainan kata Babel Balal
ini. Dilihat melalui terang dari
cerita itu, gerakan penyebaran dari Kejadian 10 nampak sebagai suatu kutuk,
suatu kekuasaan sentrihugal (meninggalkan pusat), yang menoleh dari pusat
keluar, yang memisahkan manusia yang merintangi penaklukan bumi (bnd ayat 6b).
Namun dalam hubungan dosa, kutuk ini merupakan suatu berkat, sebab kutuk ini
juga merintangi kejahatan yang makin menjadi matang, yang menyertai
perkembangan keadaban (ay 6). Demikianlah kejadian itu menghindarkan
penghakiman yang dapat menyela atau mengganggu pengungkapan penyelamatan.[6]
III.
APLIKASI
Motivasi mereka
membuat menara Babel merupakan simbolisasi keangkuhan manusia terhadap Tuhan.
Itu terbukti dari sikap mereka dalam
membangun Menara Babel. Menara ini melambangkan kesombongan dan kemegahan diri mereka. Dimana mereka tinggi hati dan merasa bangga
dengan kekuasaan sehingga memisahkan mereka dari Tuhan. Keinginan dan hasrat yang tersembunyi dalam penjelmaan
sebagai manusia mereka berusaha dalam merebut sorga, mencakar langit kekuasaan tertinggi Allah dan menunjukannya kepada Allah, bahwa
mereka sanggup dan tidak membutuhkan
Allah.
Mereka
merusak dirinya dan membuat hubungan persekutuan mereka dengan Allah menjadi
terpisah, pemisahan membuat mereka
berada diluar kuasanya Allah (Israel). Bahwa kemegahan mereka jauh dibawahNya.
Sehingga kekacauan menimpa dan memecah-belahkan mereka menjadi bangsa-bangsa
yang terserakkan. Allah memperlihatkan keesaanNya bahwa manusia bukan apa-apa
tanpa Allah. Saat ini juga kita sering hanya mengandalkan kemampuan diri kita
masing-masing tanpa memohon Allah untuk campur tangan dalam hidup kita.
Menggangap bahwa diri ini mampu tanpa pertolongan Allah. Teguran ini membuat
kita harus mengkoreksi juga memperbaiki diri agar tidak mengulangi hal yang
sama seperti yang dilakukan pada zaman pembuatan menara Babel. Hidup kita tanpa
Tuhan bukanlah siapa-siapa jadi kita harus hidup dalam Tuhan.
[1] John H.Hayes. Carl R. Holladay, PEDOMAN
PENAFSIRAN ALKITAB, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal 1
[2] Prof. S. Wismoady Wahono, DI
SINI KUTEMUKAN, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal 61-62
[3] Prof. S. Wismoady Wahono, DI
SINI KUTEMUKAN, Jakarta: BPK Gunung Mulia, hal 88-89
[4] Dr. Walter Lempp, TAFSIRAN ALKITAB KITAB KEJADIAN 5:1~13:3, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, hal 176-177
[5] J.Sidlow Baxter, MENGGALI ISI ALKITAB KEJADIAN-ESTER, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, hal 41-43
terima kasih banyak... karena lebih memahami asal bangsa dan bahasa..
BalasHapus