Terima Kasih Anda Telah Berkunjung di Blog Obet Nego Y. Agau

Senin, 20 Mei 2013

Pendefinisian Khotbah Ekspositori


Pendefinisian Khotbah Ekspositori
Apa yang dialami oleh Pendeta Onesimus merupakan pengalaman kita bersama. Kita telah mendengar istilah khotbah ekspositori, mungkin, jauh sebelum kita menjadi pengkhotbah. Bahkan kita mungkin juga telah mengikuti pelatihan-pelatihan tentang khotbah ini. Tetapi bila kita diminta untuk
mendefinisikan apakah khotbah ekspositori itu, maka mungkin akan ada keraguan dalam diri kita. Salah satu sebabnya adalah karena khotbah ekspositori oleh para ahli homiletik telah didefinisikan dengan beragam cara menurut sudut pandang dan kriteria masing-masing sehingga tidak jelas definisi mana yang benar. Hal ini juga diamati oleh Harold T. Bryson, seorang profesor khotbah dan direktur dari Institute of Christian Ministry di Mississippi College di Amerika. Namun kemudian, dia dengan cermat mengklasifikasi definisi-definisi yang ada dalam tiga macam pendekatan, yaitu berdasarkan etimologi, morfologi, dan substansi.[1]

Berdasarkan Etimologi.[2]  Menurut Bryson, kata ekspositori mempunyai akar kata expose yang berasal dari kata exposen (Inggris), exposer (Perancis), atau exponere (Latin). Dalam bahasa Latin yang lebih modern (180- 600 M.), pengertian dari exponere berarti “menafsirkan atau menjelaskan.” Berdasarkan pendekatan ini, maka dalam khotbah ekspositori faktor yang dominan adalah penjelasan, sedangkan faktor-faktor lain, seperti pendahuluan, ilustrasi, aplikasi, dan penutup khotbah hanya berfungsi sebagai penopang penjelasan. Pada abad ke-16, John Calvin memahami khotbah ekspositori dengan pengertian ini. Itu sebabnya, pola khotbah Calvin diawali dengan menjelaskan pengertian suatu teks dari ayat ke ayat
kemudian menerapkannya ke dalam kehidupan pendengarnya.[3]

Berdasarkan Morfologi.[4]  Pendekatan ini lebih menekankan definisi khotbah ekspositori berdasarkan bentuk khotbahnya. Menurut Bryson, pendekatan morfologi menghasilkan paling tidak empat macam
pendefinisian, yaitu khotbah ekspositori yang didefinisikan berdasarkan:
(1) Panjang-pendeknya teks yang dikhotbahkan. Dalam pendekatan ini khotbah diklasifikasikan sebagai khotbah topikal, tekstual, dan ekspositori. Salah satu tokohnya adalah Andrew W. Blackwood. Dalam bukunyaExpository Preaching for Today, ia mengartikan khotbah ekspositori sebagai khotbah dari teks Alkitab yang panjangnya lebih dari dua atau tiga ayat yang berurutan.[5]  Pendapat ini tampaknya dilatarbelakangi oleh usaha Blackwood untuk membedakan khotbah ekspositori dari khotbah tekstual yang hanya bertumpu pada satu atau dua ayat berurutan dan dari khotbah topikal yang bertumpu pada banyak ayat dari berbagai tempat.
(2) Pengambilan teks secara seri atau berurutan dari satu kitab sebagai dasar khotbah. Beberapa ahli homiletik, seperti William M. Taylor dan F. B. Meyer, memahami khotbah ekspositori sebagai khotbah yang mengkhotbahkan teks-teks Alkitab dalam satu kitab secara berurutan setiap minggunya.
(3) Perlakuan terhadap teks. Ahli homiletik lainnya, seperti Charles W dan Nolan Howington, berpendapat bahwa khotbah ekspositori adalah khotbah yang berpusat pada teks dan setiap poin dan sub-poin dalam kerangkanya diperoleh dari teks yang sedang dikhotbahkan.
(4) Tafsiran yang berjalan. Sebagian ahli homiletik memahami khotbah ekspositori sebagai khotbah yang mempunyai format seperti sebuah buku tafsiran di mana khotbah berjalan dari kata ke kata dan ayat ke ayat tanpa menghiraukan kesatuan amanat, kerangka, dan dorongan persuasif yang ada di dalam teks tersebut. Di dalam sejarah khotbah, beberapa pengkhotbah yang sangat luar biasa, seperti John Chrysostom, Martin Luther, Ulrich Zwingli, dan John Calvin, menggunakan pendekatan ini.[6]

Berdasarkan Substansi. Menurut pendekatan ini bukan etimologi atau morfologi yang penting, melainkan substansi. Substansi dalam khotbah ekpositori adalah bahwa berita khotbah harus bersumber dari amanat teks Alkitab sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulisnya.[7]  John A. Broadus, yang termasuk dalam kelompok ini, mendefinisikan khotbah ekspositori
sebagai:

Khotbah yang terutama diisi atau didominasi dengan eksposisi Alkitab. . . . Teks yang diambil bisa berupa perikop yang panjang, atau yang sangat pendek, bahkan bisa hanya sebagian kalimat. Selain itu bisa juga teks yang diambil berupa satu seri, atau satu bagian yang berdiri sendiri.[8]

Merrill F. Unger dalam bukunya Principles of Expository Preaching mendukung pendekatan substansi. Bagi Unger, kriteria yang menentukan sebuah khotbah dapat digolongkan dalam khotbah ekspositori bukanpanjang-pendeknya teks, melainkan cara pengkhotbah menafsirkan teks tersebut. Bila pengkhotbah menafsirkannya sedemikian rupa sehingga ia dapat menemukan makna yang sesungguhnya sebagaimana yang dimaksud oleh penulisnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan pendengar masa
kini, maka khotbah tersebut dapat digolongkan sebagai khotbah ekspositori.[9]
John W. R. Stott juga berpandangan yang sama. Dalam bukunya yang klasik, Between Two World, ia menyatakan bahwa dalam khotbah ekspositori,

teks yang dikhotbahkan bisa saja hanya satu ayat, atau satu kalimat, atau bahkan hanya satu kata. Itu tak berbeda dengan satu paragraf, atau satu pasal, atau satu kitab penuh. Panjang-pendeknya teks tidak penting, sejauh teks itu adalah teks Alkitab. Yang penting adalah apa yang kita lakukan dengan teks itu. Entah teks itu panjang atau pendek, tanggung jawab kita sebagai ekspositor adalah mengungkapkannya sedemikian rupa sehingga amanatnya[10] berbicara dengan jelas, apa adanya, akurat, relevan, tanpa tambahan, pengurangan atau perubahan.[11]

Haddon Robinson, dalam bukunya yang sangat populer, yakni Biblical Preaching yang terbit pertama kali pada tahun 1980, berada pada jalur pemikiran yang sama dengan Unger dan Stott. Ia sama sekali tidak melihat khotbah ekspositori dari sudut bentuk (morfologi). Baginya, “khotbah
ekspositori pada hakikatnya adalah lebih berupa suatu filsafat daripada suatu metode.”[12] Karena itu, ia mendefinisikan khotbah ekspositori sebagai:

Khotbah yang “mengkomunikasikan suatu konsep alkitabiah, yang diperoleh dari dan disampaikan melalui penyelidikan historis, gramatikal,  dan kesusastraan suatu teks di dalam konteksnya, di mana Roh Kudus pertama-tama menerapkannya kepada kepribadian dan pengalaman pengkhotbah, kemudian melalui pengkhotbah, menerapkannya kepada para pendengar.”[13]

Pada dasarnya, definisi khotbah ekspositori Robinson, demikian juga Unger dan Stott, menekankan pada cara penafsiran teks yang mengutamakan penemuan amanat yang sebenarnya dari penulis teks. Namun, ia melangkah lebih maju dengan memberi penambahan pada unsur peranan Roh Kudus dan pengkhotbah sebagai pribadi yang pertama-tama harus taat pada kebenaran firman yang ia akan sampaikan dan juga sebagai komunikator yang harus mempersiapkan aplikasi-aplikasi yang sesuai dan mengena kepada para pendengarnya. Belakangan ini, para pakar homiletik lebih cenderung mengakui
pengertian khotbah ekspositori berdasarkan substansi; substansi jauh lebih penting daripada etimologi dan morfologi. Khotbah ekspositori dapat mengambil bentuk yang bermacam-macam, tetapi substansinya tidak boleh berubah.







1. Tekstual/Berdasarkan Teks
Gaya ini biasanya didasarkan pada suatu ayat Alkitab yang relatif pendek. Pada kenyataannya, sesuai dengan judulnya, biasanya khotbah ini didasarkan pada satu "teks" Kitab Suci.
Hal ini melibatkan pemilihan pernyataan yang tepat dari Kitab Suci. Kemudian anda menyelidikinya, menganalisanya dan menemukan semua kebenaran yang terkandung di dalamnya.
Kemudian anda menyajikan materi itu dengan susunan rapi dan progresip hingga memudahkan pendengar untuk mengerti.
2. Topikal/Berdasarkan Topik
Di sini tujuan pengkhotbah adalah untuk menyajikan sebuah topik yang khusus pada jemaat.
Sebagai contoh, mungkin ia mengambil sebuah pokok bahasan mengenai "pembenaran" lalu pertama-tama ia akan mencari segala sesuatu yang dikatakan Alkitab atas pokok persoalan yang memikat ini.
Kemudian dia akan menyusun semua referensi dari Alkitab dan buah-buah pikiran yang didapatkannya ke dalam sebuah format yang tersusun rapi. Kemudian dia mengembangkan temanya dengan sepenuh dan setepat mungkin. Tujuannya adalah menceritakan kepada pendengarnya segala sesuatu yang harus mereka ketahui mengenai pokok bahasan yang penting ini.
Tentu saja, dia tidak mungkin dapat melakukannya dalam satu kali mengajar saja; maka dengan ini dia akan menyiapkan satu seri khotbah atau pengajaran mengenai pokok bahasan yang sama. Hal ini akan memberikan pengupasan yang lebih lengkap terhadap topik tersebut.
Konkordansi topik seperti di dalam buku The Shepherd's Staff sangat diperlukan untuk mempersiapkan khotbah semacam ini. Di dalam buku itu orang akan dengan cepat dapat menemukan referensi Alkitab mengenai topik yang bersangkutan.
Alkitab referensi yang baik juga akan sangat menolong. Hal ini juga akan membantu anda menyelami tema yang anda dapatkan di seluruh Alkitab.
3. Tipikal/Berdasarkan Tipe
Ini adalah seni mengupas, menggali dan mengkomunikasikan kebenaran yang tersembunyi dibalik "tipe-tipe" yang ada di dalam Alkitab.
"Tipe" bisa berarti satu pribadi, obyek atau kejadian yang merupakan simbul dari seseorang atau sesuatu yang dinubuatkan akan terjadi. Ada kesamaan karakter dengan orang atau kejadian yang dinubuatkan.
Dalam penerapannya di dalam Alkitab, hal ini mengarah pada tokoh Alkitab atau kejadian yang mewakili hal-hal yang akan terjadi di masa depan.
Contohnya, Domba Paskah di kitab Keluaran adalah tipe dari Kristus. Setiap detail dari Domba Paskah bernubuat tentang peran Kristus sebagai penebus yang akan digenapkan sebagai"Anak Domba Allah" (Yoh 1:29). Setiap simbol yang berbentuk nubuatan digenapkan pada waktu Kristus mati bagi dosa dunia.
Tipe-tipe Alkitabiah sering menunjukkan pada "bayangan sesuatu yang akan datang" (Ibr 8:5; 10:1). Orang-orang dan kejadian-kejadian semacam ini adalah seperti seorang yang berjalan dan matahari berada dibelakangnya. Tubuh mereka membuat bayangan ke depan. Bayangan di depan mereka menggambarkan sesuatu yang akan datang.
Hukum Taurat Allah adalah bayangan dari segala sesuatu yang baik di masa mendatang. Hal ini melambangkan bayangan akan keadaan yang lebih baik di dalam Kristus (Ibr 10:1).
"Hari-hari kudus" di perjanjian lama juga merupakan bayang-bayang dari hal yang akan datang (Kol 2:17). Hari-hari kudus itu sendiri tidak mempunyai arti yang lengkap. Sebagian penggenapan bertujuan untuk memperjelas nubuatan tentang keadaan yang akan datang.
Tafsiran dan penjelasan terperinci tentang tipe-tipe di dalam Alkitab adalah tugas khusus; ini perlu kecakapan dan kedewasaan pengetahuan pokok Alkitab.
Mereka yang baru bertobat hendaknya menghindari cara berkhotbah yang terlalu dalam, sebab tafsiran yang tidak tepat dapat merugikan dan menyebabkan kesalahan.
Pengetahuan akan seluruh Alkitab perlu bagi para pengajar. Mereka harus dilengkapi dan didasari isi Alkitab secara menyeluruh.
a. Prinsip Penggunaan. Jika pertama kali anda mengajar tipe-tipe Alkitab, hendaknya mengingat dasar berikut ini dan mengikutinya.
1) Gunakan Tipe yang Lebih Sederhana. Mulailah dengan tipe yang sederhana, yang bisa dimengerti dengan jelas.
2) Usahakan Tetap Pada Interpretasi yang Umum. Jangan sekali-kali mencoba untuk menafsirkan setiap detil, tetaplah pada garis besar kebenaran secara umum.
3) Jangan Terpaku Pada Ajaran Tertentu. Jangan hanya terpaku pada ajaran tertentu saja.
4) Ilustrasi dari Doktrin Jangan mengajarkan ajaran berdasarkan doktrin anda. Tipe pelajaran hendaknya menjadi ilustrasi bagi doktrin.
5) Terbukalah untuk Dikoreksi Terimalah dengan besar hati jika ada koreksi dari mereka yang lebih matang daripada anda.
4. Secara Ekspositori
Dengan metode ini, kita berusaha untuk menguraikan secara terperinci makna dan kebenaran yang terkandung dalam bacaan tertentu dalam Kitab Suci. Kita mencoba untuk menunjukkan kebenaran yang sering tersembunyi di antara kata-kata pada halaman tertentu. Ini merupakan metode yang baik sekali untuk mengajarkan seluruh nasehat Allah (Kis 20:27).
Anda dapat mengambil sebuah topik dari Alkitab, dan menjelaskan maknanya pasal demi pasal. Mungkin anda dapat mengambil satu pasal setiap minggu - dan terus masuk ayat demi ayat, menjelaskan kebenaran dan artinya yang penting. Dapat juga dikembangkan menjadi satu seri pelajaran Alkitab yang lengkap, dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau berminggu-minggu.
Maka selang beberapa tahun, sidang jemaat akan terbiasa dengan setiap bagian dalam Alkitab, yang didalamnya Allah ingin menyampaikan seluruh kebenaranNya agar umatNya diperkaya dan dilengkapi secara rohani.
Khotbah ekspositori adalah khotbah yang ditentukan oleh panjang-pendeknya teks
Pendapat Andrew W. Blackwood, yang mengartikan khotbah ekspositori sebagai khotbah dari teks Alkitab yang panjangnya lebih dari dua atau tiga ayat yang berurutan,[17]  telah banyak ditolak oleh para ahli homiletik yang lebih modern. Bagi mereka esensi yang terpenting dalam khotbah ekspositori bukanlah panjang-pendeknya teks, melainkan apakah teks yang dijadikan dasar khotbah itu telah ditafsirkan dengan baik dan akurat oleh pengkhotbah sehingga amanat teks yang sesungguhnya, sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulisnya, ditemukan oleh pengkhotbah. Menurut Chapell, bisa jadi seorang pengkhotbah berpikir bahwa satu unit ekspositori itu adalah sama dengan satu atau dua paragraf, atau hanya satu perikop Alkitab. Padahal, satu unit ekspositori itu bisa saja terdiri atas beberapa perikop, beberapa pasal, bahkan keseluruhan kitab, sejauh teks tersebut menyampaikan sebuah kebenaran rohani tunggal sebagaimana yang dimaksud oleh penulisnya.[18]  Jadi, panjang pendeknya teks yang dipilih




Khotbah Ekspositori :

“Bergantung Kepada TUHAN”

Pendahuluan :

Perjanjian adalah suatu pertalian antara Allah dengan manusia. Perjanjian itu diberikan secara berdaulat dan kewajiban timbul di pihak manusia. Mengingat bahwa perjanjian itu mempererat suatu pertalian. Perjanjian itu sudah diadakan sebelumnya (Nuh, Abraham, Ishak, Yakub, dst). Janji-janji dan berkat-berkat menuntut pengudusan dalam diri si penerima. Oleh karena sumber janji itu adalah kudus adanya. Apa yang digantungkan pada ketaatan ialah penikmatan berkat-berkatnya. Tuhan selalu setia akan janji-janjiNya. Bahkan Tuhan tidak pernah melanggar janji-janjiNya, melainkan IA menepati janji-janjiNya. Tetapi janji Tuhan selalu melibatkan daya dan usaha manusia. Tinggal bagaimana cara kita menghadapi kehidupan ini, dalam suatu persekutuan, tentu didalamnya ada suatu masalah-masalah baik itu dari pribadi maupun persekutuan, yang juga teringat akan janji Tuhan. Mari kita bersama-sama belajar mengenai pengalaman bangsa Israel dalam Keluaran 15:22-27.

Kitab Keluaran adalah salah satu kitab yang di tulis oleh Musa berdasarkan tradisi Ibrani. Kitab Keluaran lebih banyak membicarakan “Karya Pembebasan” terdiri dari 40 pasal dan banyak berbicara tentang karya Allah dan pembebasan bangsa Israel dan merupakan penggenapan Injil Allah kepada Abraham. Kitab ini merupakan kesinambungan dari Kitab Kejadian. Peristiwa pembebasan merupakan inti dan sangat menentukan bagi sejarah bangsa Israel dan sejarah keselamatan manusia. Menurut kesaksian Perjanjian Lama. Pembebasan itu merupakan mujizat yang penting dalam sejarah bangsa Israel. Kitab Keluaran banyak menekankan asal mula Israel sebagai bangsa.

Inilah suatu cerita tentang keluhan-keluhan yang penuh dosa. Di Mara jeritan orang Israel ‘Apakah yang kami minum?’; di padang gurun Sin mereka berkata, ‘Apakah yang akan kami makan?’; sekalipun diberikan perbekalan yang sesuai secara mujizat dalam kedua tempat itu dan pemberian air selanjutnya di Rafidim, mereka masih bertanya, ‘Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?’.
Kembali kepada teks yang kita baca dalam Kel. 15:22-27 ini, 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar