MENGENAL
SURAT-SURAT PAULUS YANG ASLI
1. Surat 1 Tesalonika
Rupanya, surat
1 Tesalonika adalah surat Paulus yang pertama, yang ditulis menjelang akhir
tahun 52.[1] Hampir semua ilmuwan biblika setuju bahwa surat ini merupakan dokumen
Kristen tertua yang masih ada, sedangkan Injil-injil ditulis lebih satu dekade
kemudian. Sarjana-sarjana modern yakin bahwa surat ini ditulis oleh Paulus dari
Korintus, meskipun dalam beberapa manuskrip disebutkan bahwa Paulus
menuliskannya dari Atena,[2] setelah Timotius kembali dari Makedonia membawa berita tentang keadaan
jemaat di Tesalonika (Kis. 18:1-5; 1Tes. 3:6). Pada hakikatnya, sebagian besar
surat ini bersifat surat pribadi, hanya dalam dua pasal terakhir berisi masalah
doktriner.
Maksud utama Paulus menulis surat ini adalah untuk menguatkan dan
meyakinkan kembali umat Kristen di sana. Paulus menasihatkan agar jemaat tetap
terus bekerja dalam pengharapan mereka, menantikan kedatangan parousia. Jemaat Tesalonika hampir
seluruhnya terdiri dari orang-orang Kristen kafir, yang agaknya cenderung
kembali menyembah berhala mereka (1:9). Namun, Kisah Rasul melaporkan bahwa
selama Paulus memberitakan Injil di sana, terdapat pula orang-orang Yahudi yang
menjadi Kristen (Kis. 17:4), yang kemudian menjadi anggota jemaat.
Paulus prihatin karena jemaat belum dewasa. Ia hanya tinggal bersama jemaat
di sana beberapa minggu sebelum berangkat ke Atena. Dalam keprihatinannya, ia
mengirim Timotius untuk mengunjungi Tesalonika dan kembali dengan membawa
laporan tentang keadaan jemaat. Sekalipun secara keseluruhan berita tentang
keadaan jemaat menggembirakan, namun agaknya ada kesalahmengertian terhadap
ajaran Paulus mengenai kekristenan. Paulus menggunakan sebagian surat ini untuk
meluruskan kesalahmengertian tersebut dan menasihatkan jemaat Tesalonika untuk
menguduskan hidup mereka, serta mengingatkan bahwa pengudusan jemaat adalah
kehendak Allah demi kehidupan mereka.
Persoalan utama yang dihadapi jemaat antara lain adalah kesalahmengertian
mengenai parousia. Rupanya Paulus
telah mengajarkan hal ini, namun mereka salah mengerti, sehingga menimbulkan
masalah dalam jemaat. Sebagian anggota jemaat mengira bahwa parousia akan segera terjadi, sehingga
mereka berhenti bekerja dan dari sehari ke sehari hanya menantikan kedatangan
Tuhan kembali. Karena mereka tidak lagi mencari nafkah, maka anggota jemaat
yang lain harus mencukupkan kebutuhan mereka. Mereka hanya menjadi benalu bagi
anggota jemaat yang lain. Di samping itu, terjadi pula ketegangan antara
anggota jemaat dan para pemimpinnya. Untuk meredam ketegangan ini perlu adanya
nasihat, bahwa Roh Kudus bekerja di antara mereka, dan kebenaran Allah
sebagaimana dikatakan dalam Kitab Suci itulah yang harus dinyatakan.
Surat ini terbagi dalam dua bagian besar. Dalam tiga pasal pertama, Paulus
mengungkapkan isi hatinya kepada jemaat mengenai hubungannya dengan mereka. Ia
khawatir terjadi kesalahpahaman, seakan-akan dengan kepergiannya dari
Tesalonika ia membiarkan jemaat mengalami penganiayaan. Karena itu, ia
mengingatkan jemaat bahwa ia sendiri sedang mengalami keadaan sulit karena
dikejar-kejar di Filipi; sekalipun demikian, hatinya tetap penuh keprihatinan
atas keadaan jemaat Tesalonika. Karena itu Paulus berkata:
“Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut
kamu dalam doa kami. Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha
kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan
Allah dan Bapa kita” (1Tes. 1:2-3).
Paulus menyebut
tiga hal penting yang menandai kehidupan jemaat Tesalonika, yaitu: pekerjaan
iman, usaha kasih dan ketekunan pengharapan mereka. Hal ini lebih lanjut
dijelaskan dalam ayat 9 bahwa mereka telah berbalik dari berhala-berhala kepada
Allah untuk melayani Allah yang hidup dan benar. Itulah ‘pekerjaan iman’ mereka. Usaha kasih
mereka tampak dalam kesediaan mereka untuk menjadi alat kasih Allah. Ayat 10
menjelaskan ketekunan pengharapan mereka, yaitu “menantikan kedatangan Anak Allah dari surga, yang telah dibangkitkan-Nya
dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang
akan datang.” Ketiga hal itu sekaligus merupakan garis besar isi pasal
1, 2 dan 3.
Dua pasal berikutnya merupakan bagian yang sangat praktis, dengan nasihat
tentang bagaimana jemaat harus berperilaku di tengah ketertekanan. Bagian ini
terbagi dalam empat bagian singkat. Nasihat pertama berkenaan dengan kehidupan
kudus di tengah-tengah masyarakat yang dipenuhi amoralitas seksual. Dengan
tandas Paulus menasihatkan agar jemaat hidup berkenan kepada Allah dan
melakukannya dengan lebih bersungguh-sungguh (4:1). Tentu saja, hidup kudus dan
berkenan kepada Allah hanya mungkin terjadi jika ada iman yang benar. Tanpa
iman, tidak mungkin orang dapat hidup kudus dan berkenan kepada Allah. Mengenai
kehidupan kudus ini, Paulus menjelaskan lebih lanjut dalam 4:3-8.
Nasihat kedua berkenaan dengan kasih persaudaraan dalam jemaat serta
kemandirian hidup, yang sesungguhnya telah dipahami oleh jemaat (4:9-12).
Nasihat ketiga berkenaan dengan kedatangan hari Tuhan dan agar jemaat selalu
berjaga-jaga (4:13-5:11). Nasihat keempat berkenaan dengan ha-hal praktis
seperti: sikap terhadap para pelayan jemaat, kesediaan untuk saling membangun
dalam iman, saling mengingatkan dan menegur, nasihat agar senantiasa
bersukacita dan berdoa, agar berserah diri kepada pimpinan Roh Kudus, agar
menguji setiap ajaran serta berpegang pada ajaran yang benar dan menjauhi
kejahatan (5:12-22).
2. Surat 1 Korintus
Surat ini
kemungkinan besar ditulis di Efesus pada musim semi tahun 55, sebelum penulisan
surat Galatia. Pendapat ini didasarkan pada beberapa alasan:
1)
Jika dipersandingkan
dengan surat Galatia, baik bahasa maupun isinya menunjukkan bahwa 1 Korintus
ditulis lebih dulu.
2)
Dalam 1 Korintus tidak
terdapat petunjuk mengenai pemahaman tentang Taurat sebagaimana tercermin dalam
surat Galatia. Bahkan kata nomos
(hukum) tidak ditemukan dalam 2 Korintus dan dalam 1 Korintus hanya digunakan
delapan kali di empat tempat (1Kor. 9:8, 9, 20-22; 14:21; 15:56). Tidak seperti
surat Galatia, dalam membicarakan Taurat, tidak satu pun di antara ayat-ayat
tersebut menggunakan metafora yang rumit. Satu-satunya ayat yang mencerminkan
garis pemikiran Paulus di kemudian hari hanyalah 1 Korintus 15:56.
3)
Dalam 1 Korintus tidak
kita temukan doktrin pembenaran sebagaimana terdapat dalam surat Roma dan Galatia.
4)
Banyaknya kesamaan
antara Galatia dan Roma menunjukkan bahwa Galatia ditulis sesaat lebih dulu
sebelum surat Roma.
Pada tahun 146
sM, kota Korintus dihancurkan, namun tetap didiami. Pada 44 sM, kota ini
dibangun kembali oleh Julius Caesar dan dijadikan koloni veteran Romawi, serta
dijadikan ibu kota provinsi Akhaya pada 27 sM. Korintus kemudian menjadi pusat
kegiatan komersial yang penting di antara Asia dan Yunani, kota yang kaya dan
berlimpah dengan uang serta hasil-hasil industri. Di sana hidup sejumlah agama
Hellenis. Paulus mendirikan jemaat Korintus pada 50, setelah pelayanannya di
Filipi, Tesalonika, Berea dan Atena. Ia tiba di Korintus sendirian (Kis. 18:5),
tetapi Silas dan Timotius segera bergabung. Paulus menetap di sana sekitar 1,5
tahun (Kis. 18:11), sehingga Korintus menjadi pos pekabaran Injilnya untuk
seluruh daerah Efesus.
Kebanyakan anggota jemaat Korintus berasal dari orang-orang non-Yahudi
(1Kor. 12:2). Hal ini tercermin dari persoalan-persoalan yang dihadapi jemaat,
seperti keikutsertaan dalam upacara-upacara keagamaan kafir, penghakiman di
depan orang-orang kafir dan pelacuran. Di samping masalah-masalah etis dan
sosial, jemaat juga menghadapi perpecahan, yang berkisar pada masalah makanan
yang dipersembahkan kepada berhala dan ketidakrukunan jemaat dalam perjamuan
Tuhan (1Kor. 11:17-34) yang hanya dianggap sebagai pesta duniawi, serta
pemahaman terhadap karunia-karunia Roh Kudus (1Kor. 12). Menghadapi itu semua,
Paulus menekankan beberapa hal, antara lain:
-
Kesatuan jemaat sebagai
tubuh Kristus (soma Khristou), dengan
tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Paulus mengritik berkem-bangnya
individualisme dalam jemaat.
-
Kebenaran Injil tidak
ditemukan dalam hikmat manusia, melainkan dalam iman kepada salib Kristus.
Itulah hikmat Allah yang menjadi kebodohan bagi hikmat manusia.
-
Baptisan adalah
pertanda pengudusan, karena itu, sebagai tubuh Kristus, jemaat harus hidup
dalam kekudusan.
-
Pihak yang kuat dalam
iman hendaknya mengingat mereka yang lemah, tidak boleh hanya mementingkan diri
sendiri.
-
Bermacam-macam karunia
Roh seharusnya menjadi manifestasi keesaan jemaat, seperti halnya tubuh
memiliki bermacam-macam anggota.
-
Inti dari semua itu
adalah kasih.
3. Surat 2 Korintus
Rupanya,
setelah menulis suratnya yang pertama, Paulus pernah kembali berkunjung ke
Korintus. Untuk menentukan tempat dan waktu penulisan surat ini, ada beberapa
peristiwa penting yang perlu dipertimbangkan:
-
Perjalanan Paulus dari
Efesus ke Korintus merupakan kunjungannya yang kedua (2 Kor. 12:14; 13:1).
-
Dengan tergesa dan
sangat sedih, Paulus kembali ke Efesus, karena beberapa orang anggota jemaat
melawannya (2 Kor. 2:3-11; 7:8, 12).
-
Atas peristiwa itu,
Paulus kemudian menulis surat kesedihan yang dibawa oleh Titus ke Korintus (2 Kor.
7:5-9).
-
Di Asia Kecil,
kehidupan Paulus berada dalam bahaya (2 Kor. 1:8).
-
Paulus mengadakan
perjalanan dari Troas ke Makedonia (2 Kor. 2:12-13).
-
Di Makedonia ia
bertemu dengan Titus yang sedang dalam perjalanan kembali ke Korintus (2 Kor.
7:5-7).
Berdasar
rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi lebih dari enam bulan di atas,
kemungkinan 2 Korintus ditulis di Makedonia, paling lambat tahun 55 (bdk. 2 Kor.
7:5; 8:1-5; 9:3-4).
Dari 2 Korintus 10:1-8, terlihat bahwa para penentang Paulus (guru-guru
palsu) memandang Paulus lebih rendah daripada kemampuan ekstatis dan kerohanian
mereka. Terhadap tuduhan ini, Paulus menjawab bahwa ia bermegah dalam
kelemahannya, sebab justru dalam kelemahan itulah kuasa Kristus bekerja.
Doktrin rekonsiliasi Paulus dalam 2 Korintus 5:11 menimbulkan perdebatan,
karena dua kata kerja Yunani yang digunakan Paulus, yaitu dilassō dan katalassō
keduanya berhubungan dengan perdamaian secara politis.
4. Surat Galatia
Ada dua
kemungkinan yang dapat dipetimbangkan mengenai waktu dan tempat penulisan surat
ini.
1)
Kemungkinan Galatia ditulis
selama Paulus tinggal di Efesus, sesudah atau sebelum penulisan surat 1
Korintus dan dikirim dari Efesus.
2)
Alternatif yang lain,
kemungkinan surat ini ditulis selama perjalanan Paulus melalui Makedonia, yaitu
setelah penulisan surat 1 dan 2 Korintus, tetapi sebelum penulisan surat Roma.
Jika isinya
dibandingkan dengan surat Roma, ternyata terdapat banyak kesamaan, antara lain:
tentang kerasulan Paulus bagi orang kafir (Gal. 1:15-16, bdk. Rm 1:1-5);
pembenaran oleh iman (Gal. 2:15-21, bdk. Rm. 3:19-28); tentang Abraham (Gal.
3:6-25, bdk. Rm. 4:1-25); tentang baptisan (Gal. 3:26-28, bdk. Rm. 6:3-5).
Pemikiran-pemikiran Paulus yang terdapat dalam surat Galatia terdapat juga
dalam surat Roma. Polemik yang terjadi di Galatia menjadi isu penting dalam
surat Roma. Di samping itu, kedua surat tersebut menekankan doktrin tentang
pembenaran dan bahwa keselamatan hanya diperoleh melalui iman, bukan karena
melakukan hukum Taurat.
Dalam surat Galatia, masalah pengumpulan persembahan untuk jemaat Yerusalem
tidak lagi diperdebatkan oleh para pelawan Paulus. Dapat diduga bahwa usaha
untuk mengumpulkan bantuan bagi jemaat Yerusalem telah selesai sebelum surat
ini ditulis. Karena itu, diperkirakan surat ini ditulis sebelum surat Roma,
paling lambat tahun 55 di Makedonia.
Ada tiga masalah pokok yang dihadapi Paulus dan hendak dipecahkannya
melalui suratnya kepada jemaat Galatia, yaitu:
(1) Adanya
sekelompok orang yang meragukan kerasulan Paulus. Hal ini dipecahkan dengan
pembelaan diri Paulus (1:11-2:21).
(2) Adanya sekelompok orang yang ingin menambahkan
ketaatan terhadap hukum Taurat sebagai syarat memperoleh keselamatan.
Kemungkinan mereka adalah orang-orang Kristen-Yahudi yang menempatkan Taurat di
atas segala-galanya. Mereka menuntut agar orang-orang Kristen kafir menaati
hukum Taurat, terutama sunat, karena keselamatan Kristus saja dianggap tidak
cukup. Paulus menandaskan bahwa keselamatan itu hanya diperoleh karena iman
(3:1-29).
(3) Adanya
anggota-anggota jemaat yang salah pengertian dalam mengartikan kemerdekaan yang
dihasilkan oleh karya keselamatan Kristus. Mereka berpendapat bahwa karya
keselamatan Kristus telah membebaskan mereka dari segala tuntutan hukum,
sehingga mereka merasa tidak perlu menaati hukum dan menganut prinsip
antinomistis-libertinistis. Hal ini diselesaikan dalam pasal 5.
5. Surat Roma
Rupanya surat
ini ditulis pada waktu Paulus bermaksud mengarahkan pekerjaan misionernya ke
Barat. Ia menganggap pekerjaannya di wilayah Timur kekaisaran Romawi telah
cukup dan ingin melanjutkan pelayanannya di Barat, terutama Spanyol. Ketika
menulis surat ini, Paulus hampir berangkat ke Yerusalem untuk menyerahkan
sum-bangan yang dikumpulkan di Makedonia dan Akhaya. Kemungkinan surat ini
ditulis di Korintus, di rumah Gayus pada musim semi tahun 56, dan diantar
kepada jemaat Roma oleh diakones Febe (Rm. 16:1-2).
Alasan Paulus menulis surat Roma adalah untuk memperoleh dukungan, baik
personal maupun material dari jemaat Roma bagi misi pekabaran Injilnya ke
Spanyol. Itulah sebabnya Paulus memperkenalkan diri dengan jalan menguraikan
pandangan teologisnya secara panjang lebar. Sementara itu, perlawanan
orang-orang Yahudi-Kristen, terutama di Yerusalem, makin merebak. Paulus
membeberkan perdebatan-perdebatannya dengan para pelawannya, agar jemaat Roma
menjadi saksi. Garis perdebatan Paulus tampak masih dipengaruhi oleh
perselisihannya dengan jemaat Galatia, termasuk tentang hubungan antara mereka
yang kuat dan yang lemah. Sedangkan pergumulannya mengenai kedudukan Israel
dalam pasal 9-11 terkait erat dengan doktrinnya tentang pembenaran.
Jadi, secara ringkas ada empat faktor yang mendorong Paulus menulis surat
kepada jemaat Roma, yaitu:
(1)
Paulus membutuhkan
dukungan dan bantuan jemaat Roma untuk rencana misionernya ke Spanyol.
(2)
Ia membutuhkan
dukungan berkenaan dengan kemungkinan terjadinya perdebatan dengan orang-orang
Kristen-Yahudi di Yerusalem ketika ia menyerahkan persembahan untuk jemaat
Yerusalem.
(3)
Paulus ingin menangkis
agitasi para pelawan Yahudi terhadap misi Paulus, yang diduga telah
mempengaruhi jemaat Roma. Menurut F.C. Baur, di Roma telah ada kelompok anti universalisme
Paulus yang berusaha menyingkirkan orang-orang kafir dari anugerah Allah.
(4)
Paulus ingin
menjelaskan pokok-pokok teologinya.
Asal-usul
jemaat Roma tidak dapat dilepaskan dari sejarah komunitas Yahudi di Roma, yang
berkembang sejak 139 sM. Mereka berkembang pesat terutama setelah kematian
Herodes. Beberapa kali komunitas Yahudi di Roma mengalami penganiayaan, antara
lain oleh Kaisar Tiberius pada 19
M dan keluarnya edik Klaudius akibat pertentangan
orang-orang Yahudi di Roma dengan orang-orang Kristen perihal nama Khristos (Kristus).
Kekristenan sampai di Roma melalui lalu-lintas perdagangan dan bisnis para
pengusaha Kristen, yang sekaligus juga misionaris. Ada dua jemaat Paulin di
sana (mungkin hasil pekabaran Injil para murid Paulus), yaitu di Putioli dan di
Roma (Kis. 28:13, 15). Edik Klaudius membawa dua macam akibat bagi jemaat
Kristen di Roma, yaitu: terpisahnya jemaat Kristen dari sinagoge dan orang
Yahudi-Kristen menjadi minoritas dalam jemaat. Sebelum keluarnya edik Klaudius
tersebut, mayoritas anggota jemaat adalah orang-orang Yahudi.
Surat Roma ditulis ketika mayoritas anggota jemaat masih orang-orang
Yahudi-Kristen. Disebutnya 28 nama pribadi-pribadi dalam surat ini menunjukkan
bahwa dalam jemaat Roma terdapat strata sosial. Jemaat-jemaat di Roma merupakan
jemaat-jemaat rumah atau jemaat-jemaat mandiri. Namun waktu itu, secara
organisatoris, jemaat-jemaat belum terpisah satu sama lain. Mereka masih sering
berkumpul di suatu aula yang luas. Itulah sebabnya Paulus tidak mengalamatkan
suratnya kepada suatu persekutuan lokal tertentu, melainkan kepada “kamu
sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan
dijadikan orang-orang kudus” (Rm. 1:7).
Sekalipun surat Roma mengandung unsur-unsur sebuah surat, sebagaimana
terdapat dalam surat-surat Paulus yang lain, namun ada bagian luas yang berupa
pengajaran monolog dan tidak ditujukan untuk suatu situasi konkret yang sedang
dihadapi jemaat, sehingga terkesan gaya retorisnya. Karena itu, surat ini
sering disebut sebagai ‘firman pengajaran’ (logos
protreptikos).
Bagi Paulus, hanya dalam Injillah keselamatan dan kebenaran Allah
dinyatakan kepada semua orang percaya, baik orang Yahudi maupun orang Yunani.
Jika kriterium keselamatan adalah perbuatan baik, maka tidak ada seorang pun dapat
diselamatkan, karena semua manusia berdosa dan tidak ada seorang pun yang benar
(Rm. 3:10-18). Manusia hanya dapat dibenarkan oleh anugerah Allah melalui iman,
bukan karena menjalankan hukum Taurat (Rm. 3:20). Abraham pun dibenarkan karena
imannya bukan karena perbuatannya (Rm. 4).
Mengenai Israel, bagi Paulus pemilihan umat ini semata-mata adalah anugerah
Allah. Hal itu masih tetap berlaku, hanya saja, saat ini Israel masih berada
dalam krisis, karena belum dapat menerima penyataan diri Allah dalam Kristus.
Dalam pasal 9-11, Paulus mempersandingkan antara kesetiaan Allah dengan
ketidaksetiaan Israel. Dari iman mereka dapat dibedakan antara Israel sebagai
anak-anak kedagingan dengan Israel sebagai anak-anak perjanjian.
Nasihat-nasihat Paulus didasarkan pada apa yang telah diuraikan dalam pasal
6-8. Intinya adalah agar seluruh kehidupan dipersembahkan kepada Allah, karena
orang-orang percaya telah dipersatukan dalam Kristus melalui baptisan. Tentang
hubungan antara gereja dan negara (Rm. 13:1-7), Paulus tidak mengajukan teori
mengenai negara atau legitimasi ilahi terhadap wibawa pemerintah, melainkan
menyodorkan paranesis mengenai sikap bertanggung jawab orang percaya terhadap
negara.
6. Surat Filipi
Surat ini
ditulis oleh Paulus ketika ia sedang berada dalam penjara (Flp. 1:7, 13, 17).
Paulus menerima bantuan finansial dari jemaat Filipi yang dikirim melalui
Epafroditus. Dengan perantaraan dia pula Paulus mengucapkan terima kasih dan
menyatakan pujiannya kepada jemaat Filipi melalui surat yang dikirimkannya.
Dari penjara manakah Paulus menulis surat ini? Ada beberapa kemungkinan:
penjara Roma, Kaesaria atau Efesus. Disebutnya ‘istana kaisar’ (1:13; 4:22)
mengindikasikan bahwa ia sedang berada dalam penjara di Roma. Keberatannya,
Roma terlalu jauh jaraknya dari jemaat yang disuratinya. Namun perlu diingat,
transportasi dari Roma ke Filipi cukup bagus dan lancar. Jika ditempuh
menggunakan perahu membutuhkan waktu kira-kira dua minggu. Rupanya jemaat
Filipi mendengar kabar tentang pemenjaraan Paulus dan ikut bersimpati atas
musibah yang dialami Paulus.
Menyadari bahwa jemaat Filipi membutuhkan
pertolongan dan bimbingan rohani, mereka mengutus Epafroditus untuk
mengunjungi dan menyampaikan bantuan
kepada Paulus, serta memohon agar Paulus mengirimkan kembali Timotius ke
Filipi. Namun dalam perjalanan ke Roma, Epafroditus menderita sakit keras,
sehingga tidak dapat memenuhi tugasnya dengan cepat. Ketika Epafroditus tiba di
Roma, Paulus telah dipenjarakan kurang lebih satu tahun. Sumbangan jemaat
diterima Paulus sebagai anugerah Allah, dan ia sangat berterima kasih kepada
jemaat atas persembahan mereka. Permintaan jemaat tidak dapat dipenuhi, karena
hanya Timotius sendirilah yang membantu Paulus dalam masa-masa sulitnya (Flp.
2:19-30). Paulus menyadari bahwa kembalinya Epafroditus tanpa Timotius akan
sangat mengecewakan jemaat. Jika benar bahwa
Paulus sedang berada dalam penjara di Roma, maka surat ini kira-kira ditulis
sekitar tahun 60.
Jemaat Filipi adalah jemaat Paulin yang pertama di Eropa, yang didirikan
oleh Paulus sekitar tahun 49-50. Warga jemaatnya terdiri dari campuran
orang-orang Yahudi, orang-orang kafir dan mereka yang disebut sebagai
“orang-orang yang takut akan Tuhan.” Hubungan Paulus dengan jemaat sangat baik,
bahkan Paulus menjamin bahwa jemaat Filipi mendukung pelayanannya secara
finansial (4:18). Setelah mendirikan jemaat Filipi, paling tidak Paulus pernah
sekali mengunjungi mereka. Sampai saat surat ini ditulis, hubungan Paulus
dengan jemaat tetap baik, meskipun di antara anggota jemaat ada pula yang
menentangnya (1:27-30; 2:21). Merekalah yang secara tajam dikritik oleh Paulus
dalam pasal 3:2 dbr. Agaknya, dalam jemaat sendiri ada beberapa ketegangan
(2:1-4), sebagaimana Paulus menyinggung perselisihan antara Euodia dan
Sintikhe, dua kawan sekerjanya (4:2-3).
Di samping mengungkapkan konsep-konsep teologisnya sendiri, dalam surat ini
Paulus juga mengambil fragmen-fragmen tradisi Kristen awal, misalnya hymne
Kristus dalam Filipi 2:6-11. Kata-kata seperti ‘ditinggikan’ (huperupsoun), ‘di bawah bumi’ (kataksthonios), ‘bentuk’ (morfē) dan ‘kesetaraan’ (harpagmos), yang secara harfiah dapat
pula berarti ‘sesuatu yang dieksploitasi,’ merupakan kata-kata yang berasal
dari tradisi.
Tentang para pelawan yang dihadapi Paulus dalam surat ini, ada
bermacam-macam pendapat. Walter Schmithal, Georg Klein dan Gerhard Friedrich
berpendapat bahwa Paulus mungkin menghadapi pengaruh Yudaisme, orang-orang
Kristen Gnostik atau para misionaris Yahudi, seperti disebutkan dalam 2
Korintus.[3] Sedangkan menurut Martin
Dibelius dan G. Braumbach, polemik Paulus ditujukan kepada dua sasaran, yaitu
orang-orang Kristen Yahudi yang masih menjunjung tinggi Taurat sebagai syarat
keselamatan dan pandangan libertinisme Hellenis.[4] Menurut Ernst Lohmeyer,
Paulus mengalamatkan polemiknya untuk tiga sasaran, yaitu: Yudaisme,
libertinisme dan kemurtadan.[5] Namun yang jelas, Paulus
berjuang, antara lain, melawan para misionaris Yahudi, yang disebutnya sebagai
‘anjing-anjing’ (kunas, 3:2-11).
Penafsiran atas teks Filipi yang berkenaan dengan lawan-lawan Paulus (mis.
1:15-17, 27-28; 3:2, 18-19, demikian pula 2:14-16 dan 3:12-16), bermacam-macam.
Dari ayat-ayat tersebut tersirat bahwa dalam jemaat agaknya ada beberapa
kelompok pelawan Paulus. Salah satunya secara spesifik menunjuk kepada
pribadi-pribadi tertentu, yang terus dibicarakan Paulus, sekalipun ia berada
dalam penjara. Mereka itulah yang disebut ‘saudara-saudara,’ yang memberitakan
Injil dengan motif yang tidak jujur, yaitu untuk menjatuhkan Paulus. Peringatan
dalam 1:27-28 mencerminkan oposisi dari orang-orang kafir. Filipi 3:2 menunjuk
pada ahli-ahli hukum Taurat, yang digambarkan sebagai orang-orang Kristen
Yahudi. Sedangkan yang disebut sebagai ‘seteru salib’ dalam 3:18-19 agaknya
adalah kelompok guru-guru palsu yang tidak bermoral. Mereka menganut prinsip
moral libertinistis-antinomistis. Jadi, rupanya ada lebih dari dua atau tiga
macam lawan-lawan Paulus.
7. Surat Filemon
Pada abad XIX,
autentisitas Filemon dipersoalkan oleh F.C. Baur. Namun dewasa ini tidak ada
lagi yang meragukan bahwa Filemon merupakan surat Paulus yang autentik.
Berdasar fakta bahwa saat itu Paulus sedang dalam penjara (ayat 1, 9, 13);
Timotius dan beberapa pembantunya yang lain ada bersama Paulus (ayat 1, 23,
24); dan kondisi penjara yang tidak moderat, seperti digambarkan dalam surat
Filipi (1:23-24), maka diperkirakan surat ini ditulis dari dalam penjara di
Roma, kira-kira pada 61.
Sesuai dengan alamatnya, surat ini ditujukan kepada Filemon, yang disebut
Paulus sebagai ‘saudara’ dan ‘kawan sekerja’ (sunergos, ayat 1). Tetapi, di samping itu, surat ini juga ditujukan
kepada Apfia, Arkhipus dan jemaat yang berkumpul di rumah Filemon.
Surat ini dikirimkan berkenaan dengan pelarian Onesimus, budak Filemon.
Pada waktu itu, perbudakan masih merupakan sesuatu yang lazim di tengah
masyarakat. Populasinya sulit ditentukan, tetapi kemungkinan sampai 25% atau
bahkan 50% dari jumlah penduduk kota. Masalah perbudakan dan status budak dalam
jemaat memang menjadi persoalan. Paulus tidak dengan terang-terangan menentang
perbudakan, namun menyarankan apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang Kristen
dalam masalah ini. Solusi yang dikemukakan adalah agar jemaat menerima
budak-budak itu sebagai saudara dalam Tuhan. Tentang Onesimus yang dikirim
kembali kepada Filemon, Paulus menasihatkan agar Filemon belajar dari relasi
dirinya sendiri dengan Paulus.
Apakah Onesimus sungguh-sungguh melarikan diri dari Filemon, tuannya, atau
hanya absen beberapa waktu untuk mencari Paulus dalam rangka memohon
pembelaannya untuk mengatasi konfliknya dengan Filemon, tidak dapat dipastikan.
Hal yang menarik, nama Onesimus juga disebut dalam Kolose 4:9. Dalam ayat itu
dikatakan bahwa Paulus bermaksud mengirim Onesimus, pembantunya yang dekat dan
setia, kepada jemaat Kolose. Jika yang dimaksud Onesimus di sini adalah orang
yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa Filemon tidak hanya memaafkan Onesimus,
tetapi juga membebaskan dia untuk melayani Paulus secara pribadi, dalam rangka
pekerjaan misinya. Namun yang jelas, Paulus hanya minta kepada Filemon agar
Onesimus diterima kembali sebagai saudara dalam Tuhan.
[1] Raymond E.
Brown, An Introduction to the New Testament, Anchor Bible,
1997, hlm. 456-466.
[2] Ernest Best, The First
and Second Epistles to the Thessalonians (New York: Harper and Row, 1972),
hlm. 7.
[3] Walter Schmithals, “The
False Teachers of the Epistle to the Philippians,” dalam John E. Steely
(trsltr), Paul and the Gnostics
(Nashville and New York: Abingdon Press, 1972), hlm. 65-122; bdk. Gerd
Lüdemann, Opposition to Paul in Jewish Christianity (Philadelphia:
Fortress, 1989), hlm. 104-109.
[4] Martin Dibelius, An
die Philipper (Tübingen: J.C.B. Mohr, HNT 11, 21925).
[5] Ernst Lohmeyer, Der Brief an die Philippier, und die
Kolosser ung an Philemon, KEK 9.1. (Göttingen: Vandenhoeck & Ruprecht,
1974).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar