PEMIMPIN
PELAYAN
Oleh. Tulus
Tu’u, STh, MPd
Mengapa menjadi pemimpin diberbagai lembaga pemerintah
atau non pemerintah yang berdampak nilai ekonomi banyak
diperebutkan orang? Bahkan ada yang mencoba meraihnya dengan cara-cara
yang tidak lazim, atau juga melanggar norma-norma hidup yang
dipegangnya. Boleh dipahami, kalau hal-hal demikian terjadi, karena dalam benak
mereka menjadi pemimpin itu akan dilayani, bukan melayani.
Hasil sebuah angket menunjukkan alasan orang
ingin menjadi pemimpin itu al: dengan menjadi pemimpin aku akan
memiliki kuasa, aku memiliki nama yang masyhur, aku
memiliki harta kekayaan, aku memiliki prestise diri, aku
dapat memenuhi kebutuhan diriku, aku memiliki tantangan yang harus
kuhadapi, aku memperoleh pengakuan diri oleh sesamaku, aku
mendapat kehormatan dan penghargaan, aku dapat mengontrol dan
memerintah orang-orang yang saya pimpin, aku mendapatkan bayaran yang
memadai sesuai jabatan yang kumiliki.
Dari hasil angket tersebut, sangat jelas bahwa dengan
mendapatkan jabatan pemimpin, seorang pemimpin memperoleh sesuatu yang
diharapkannya bagi dirinya dan kepentingan dirinya. Hasil angket itu
menunjukkan semua harapan itu tertuju pada diri sendiri dan bagi kepentingan
diri sendiri. Dengan kata lain, dampak kepemimpinan yang ada di
tangannya, ia mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri.
Rupanya tidak ada yang terlintas dalam diri, kalau
mereka menjadi pemimpin, mereka akan memberi sesuatu bagi kepentingan dan
kemajuan serta perkembangan orang lain. Oleh sebab itu, sangat penting bagian
ini membahas tema “Pemimpin Pelayan,” dengan harapan calon atau
para pemimpin kristiani memahami bahwa dampak kepemimpinan bukan saja hanya
untuk kepentingan diri mereka sendiri, tetapi juga harus dan perlu
berdampak bagi kepentingan orang lain.
Sebab apa ? Sebab, “Kristus telah mati untuk semua
orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. Sebab
tidak ada seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri dan
mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, jika
kita mati kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita milik Tuhan.
Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingan dirinya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga,” (II Kor 5:15. Roma 14:
7,8. Fil 2:4).
Jadi, seorang yang percaya dan telah mengalami keselamatan
dalam Yesus Kristus, apalagi dia seorang pemimpin kristiani, maka hidup, karya
jerih juangnya dalam memimpin mesti berdampak bagi kepentingan
orang-orang yang lain. Sebab seorang yang sukses adalah orang yang
berhasil memberikan kebaikan, perubahan dan kemajuan bagi orang-orang
lain.
I.
Managemen modern
1.
Managemen by Objective
Seseorang melontarkan pertanyaan retoris pada saya dan
dijawabnya sendiri. “Sdr. Tulus orang Belanda dengan Negaranya yang amat
kecil, ternyata mampu menguasai dan menjajah Indonesia sampai sekian lama
? Padahal negara kita Indonesia ini amat besar. Tepai mengapa kita begitu
lama tidak beradaya apa-apa ? “ Pertanyaan itu lalu dijawabnya sendiri,
begini, “Ya, sebab semua karena kemampuan managemen. Mereka managemennya
lebih baik dari kita. Di mana-mana, dalam hidup dan kerja manusia
itu, yang utama itu adalah managemen. Kalau managemen baik, maka
keadaan akan menjadi lebih baik.”
Lalu ada seorang rekan, lulus sarjana dari bidang eksakta,
dapat pekerjaan yang cukup baik. Saya bertemu dia di kemudian waktu.
Ternyata ia melanjutkan pendidikannya lagi. Saya heran dan bertanya,
“Mengapa anda tidak melanjutkan bidang eksakta anda?” Apa jawabnya ? Saya
agak kaget, tetapi akhirnya saya paham dan setuju, sebab hal itu banyak
mempengaruhi pola pikir saya selanjutnya. Ia menjawab saya, ”Kalau kita
sudah bekerja, akhirnya memang banyak mekalukan hal-hal yang managemen.
Managemen itu sangat penting.” Benar, di mana-mana semua
membutuhkan managemen yang baik.
2.
Dampak managemen
Peter F. Drucker seorang pakar managemen, pada sekitar
tahun 1970-an mengembangkan model Managemen By
Objective (MBO) = managemen berdasarkan tujuan. Baginya, bahwa sebuah
organisasi mestilah mempunyai program yang dikelola dengan
baik berdasarkan tujuan-tujuan yang disusun sesuai kebutuhan
organisasi.
Umumnya model penyusunan program yang
sederhana MBO sangat dikenal dengan langkah POAC ( Planning,
Organizing, Action, Controling), atau PDAC (Planning, Doing, Action,
Controling), atau juga PDAEC (Planning, Doing, Action, Evaluation,
Controlling). Model MBO Peter Drucker ini telah
mempengaruhi dan mengubah wajah banyak organisasi di Amerika
Serikat dan negara-negara lain di dunia. Bahkan Peter Drucker
sendiri menilai bahwa managemen telah menjadi agen utama
transformasi social dan menjadi fungsi social yang baru.
Managemen menjadi kekuatan dan membawa perubahan organisasi serta
cara mengembangkan organisasi.
3.
Organigram control dan perintah
Umum yang dikenal dan dikembangkan selama ini adalah
organigram firamida dengan hierarkhi yang kuat dan ketat. Dalam
organigram model ini, pemimpin ada di atas, sedangkan
staff adalah orang-orang yang mendukung dan membantunya. Keputusan
diambil oleh orang yang ada di atas. Perintah dan komando bersifat
dari atas ke bawah dan satu arah. Orang-orang di bawah merupakan
pelaksana akhir dan sebagai ujung tombak organisasi.
Model ini memiliki kecenderungan para pimpinan
bukan melayani tetapi dilayani. Pemimpin memegang kuasa dan kekuatan,
memerintah, mengontrol bawahan. Bawahan menjadi penopang dan
pelayan agar bangunan firamida organisasi berdiri kuat tidak roboh.
Bawahan bekerja lebih banyak demi perintah, tugas dan
kepentingan orang-orang di atasnya. Hasil dan keuntungan akan lebih besar
dinikmati oleh orang-orang yang diatasnya. Keberhasilan
organisasi sesungguhnya banyak ditentukan oleh bawahan.
Keberhasilan pemimpin sesungguhnya keberhasilan bawahan. Tetapi pemimpin
yang mendapat nama baik dan hasil yang lebih besar. Model ini kurang
memberi rasa keadilan.
Kalau bawahan tidak kuat dan tidak kompak, maka
bangunan firamida organisasi akan goyah, oleng dan roboh. Untuk itu seorang
pemimpin akan berjuang dengan berbagai cara (menguasai, memerintah, mengontrol,
atau dengan cara lain yang baik ataupun buruk), agar bawahan tetap
menopang dan melayani orang-orang yang ada di atas mereka. Tetapi, tetap bukan
atasan yang menopang dan melayani bawahan. Bawahanlah yang melayani atasannya.
II. Pemimpin
pelayan
1. Organigram
melayani
Model organigram melayani adalah firamida
terbalik, dasar di atas, puncak ada di bawah. Dalam hal ini,
pemimpin berusaha dan berjuang secara kreatif menopang, mendukung,
mendorong agar staff dapat melakukan dan memberi
layanan yang baik, sesuai peran dan tugas yang dipercayakan
kepadanya. Pelayanan itu bukan dimulai oleh bawahan dan dari
bawahan. Tetapi pelayanan itu dimulai dari pemimpin paling atas. Ia orang
pertama yang melayani bawahannya. Ia contoh dan teladan pelayanan itu. Di
meja pemimpin seharusnya ada tulisan : Pelayanan Mulai Di Sini !
Bila pelayanan di mulai dari pimpinan.
Para bawahan akan melihat teladan itu. Lalu mereka akan meniru dan
meneruskan pelyanan itu kepada orang-orang lain. Sebab cara mengajar
terbaik untuk sebuah perubahan adalah melalui teladan hidup. Pesan yang
paling kuat pada orang lain, hanya jika kita hidup seperti
yang kita katakan. Melakukan yang dikatakan, mengatakan yang dilakukan.
Perbuatan lebih nyaring dari perkataan.
Pepimpin pelayan adalah pemimpin yang memberdayakan,
meneguhkan, menguatkan, mendorong, menopang bawahannya. Ia menolong
agar ada perubahan, pertumbuhan dan kemajuan orang-orang yang
dilayaninya. Kebesarannya bukan karena ia dilayani, tetapi karena pertama-tama
ia memberi pelayanan. Seperti Kristus yang besar karena melayani. Kristus bukan
hanya mengajar tentang melayani, tetapi Ia teladan pelayan sejati. Pemimpin
kristiani adalah pemimpin yang melayani. Ia akan besar kalau ia pertama-tama
melayani sesamanya.
2.
Robert Greenleaf
Gagasan pemimpin melayani dikembangkan oleh
Robert Greenleaf sekitar tahun 1970-an. Model ini sebagai respon
terhadap model dilayani selama ini, yang telah lama menjadi pola
yang sudah mendarah daging dalam berbagai organisasi. Gagasan Greenleaf
ini memadukan ide Alkitabiah, social dan managemen.
Bagi Robert Greenleaf, pemimpin pelayan itu adalah :
1.
Mendengarkan itu penting, agar
dapat mengerti situasi
2.
Mengembangkan intuisi dan kemampuan
agar mampu melihat ke depan
3.
Memimpin dengan meyakinkan
dari pada dengan memaksa
4.
Konseptualisasi perbaikan agar
orang melihat peluang-peluangnya
5.
Penguatan dengan mencipta peluang
dan alternative bagi yang dilayani
Jadi, arah model pemimpin pelayan ini tertuju bagi kepentingan
mereka yang dilayani. Dimulai dari mendengar mereka dan hal-hal yang
menyekitarinya, lalu mengembangkan intuisi agar mampu menangkap hal-hal
ke depan ( point 1 dan 2). Sedangkan point 3-5 sebagai upaya
menolong agar yang dilayani dapat bertumbuh dan berkembang.
III. Model
pemimpin pelayan
Model pemimpin pelayan yang awalnya
dikembangkan oleh Robert Greenleaf. Kemudian dikembangkan, diaplikasikan dalam
pelatihan dan dimantapkan oleh Larry C. Spears, Director Greenleaf Center
for Servant-Leadership. Gagasan-gagasan mereka kita uraikan,
kemudian kita menghubungkannya dengan konsep yang ada dalam Alkitab.
Sehingga gagasan mereka itu menjadi kuat sekali untuk dikembangkan
dan diaplikasikan dalam kepemimpinan kristiani. Model pemimpin
pelayan itu sebagai berikut:
1. Mendengarkan
Pemimpin pelayan mengembangkan dan memiliki kemampuan
mendengarkan. Kemampuan mendengarkan ini sangat penting baginya.
Agar ia dapat menyelami dan menangkap harapan dan
keinginan orang-orang yang dilayaninya dalam organisasi atau pihak
lain yang dianggap perlu. Ia mendengarkan apa yang mereka katakan atau
yang tersembunyi yang mereka tidak katakan, namun hal itu merupakan
harapan dan kebutuhan mereka. Ia berusaha mendengarkan segala yang
ada dalam hati terdalam mereka, dalam pikiran mereka, selain yang
nampak pada bahasa tubuh mereka.
Menurut Greenleaf, “Hanya pelayan yang sudah menjiwai
tugasnyalah, yang akan secara otomatis memberi respon terhadap
problem-problem yang didengarnya, dengan cara pertama-tama mendengarkan. Sebab
itu, ketika ia sebagai pemimpin, maka kencenderungan ini
menyebabkan dirinya dipandang sebagai pemimpin pelayan.”
Mendengarkan merupakan bagian
terdalam dan penting untuk komunikasi dan pemahaman dalam
komunikasi itu. Dengan komunikasi yang mendengarkan seorang pemimpin
pelayan meneguhkan sesamanya, menolong mereka memahami diri mereka
dan membantu mereka bertumbuh. Seorang pemimpin pelayan
pertama-tama memiliki perhatian pada Tuhan Allah. Kemudian ia
mendengarkan Tuhan Allah. Apa yang didengar itu dikembangkan dalam
pelayanannya. Ia bertanya bagaimana Tuhan memimpin dan memberi
arahan kepadanya. Sehingga melalui perenungan mendalam, pemimpin menemukan
kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang dilayaninya. Bila ini dilihat dari
sisi Alkitab?
Satu. Pertama-tama
mendengarkan Tuhan Allah.
“Hai Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah
Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu,” (Ul 6:4,5). Dari sini, benar bahwa
seorang pemimpin pelayan pertama-tama mendengarkan suara Tuhan Allah yang
memanggil dan mengajar prinsip dan nilai kehidupan dan perilaku sejati. Hukum
kasih adalah hukum utama dan pertama bagi pemimpin kristiani.
Pemimpin kristiani pertama-tama mengasihi Allah. Sebab kasih Allah ini
sumber kasihnya untuk mampu mengasihi orang-orang lain yang dipimpinnya.
Tanpa kasih sejati ini, pemimpin kehilangan daya dan tenaga untuk mengasihi
orang lain. “Kita mengasihi, sebab Allah lebih dahulu mengasihi kita,’ 9 I Yoh
4:19).
Dua. Mendengarkan
orang lain.
“Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat
untuk berkata-kata,” (Yak 1:19). Pemimpin adalah pendengar yang baik. Ia
tidak mendominasi percakapan. Telinga, mata dan hatinya dibuka lebar-lebar agar
ia memahami, mengerti dan menyelami seluruh pergulatan, jeritan, harapan dan
kebutuhan orang lain dengan baik. Bila ia banyak berkata-kata, maka
orang lain yang mendengar dia. Ia tidak akan dapat mendengarkan mereka.
2. Empathy
Pemimpin pelayan yang sangat sukses adalah
pemimpin yang melatih keterampilan mendengarkan dengan
empathy. Mendengarkan dengan empathy adalah cara
pemimpin menyelami segala yang dikatakan dalam kata-kata atau yang
dimengerti dari gerak-gerik bahasa tubuh sesamanya.
Dengan empathy, pemimpin pelayan mengenal
keadaan sesamanya, baik sifat-sifat mereka, juga segala kemampuan
dan keunikan mereka. Sehingga mereka merasa ada niat
yang baik dan mereka juga merasa tidak ditolak, meskipun ada orang
yang tidak dapat menerima perilaku dan penampilan mereka. Di
sinilah pentingnya empathy, sehingga keterampilan ini akan membawa
pemimpin pelayan sukses dalam tugasnya memimpin. Bila ini dilihat dari
sisi Alkitab ?
Satu, empathy
Yesus Kristus
Yesus Kristus sesungguhnya teladan sejati dalam
empathy terhadap sesamanya manusia. Ada banyak kisah, dimana Yesus menunjukkan
empathynya bagi mereka. Yesus merasakan, memahami, menyelami dan
mengerti apa yang sedang dialami dan dirasakan oleh orang-orang yang
dijumpaiNya. Misalnya, “Tergeraklah hatinya oleh belas kasihan kepada
mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit,” (MT 14:14).
“Ketika Yesus melihat janda itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan, lalu
ia berkata kepadanya, jangan menangis,” (Lk 7: 13).
Yesus sungguh menyelami suasana hati terdalam mereka itu.
Sehingga keadaan hatinya sendiri tidak dapat disembunyikan. Hati Yesus
akhirnya tergerak juga oleh belas kasihan kepada mereka.
Dua,
ikut menyelami keadaan orang lain
“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan
menangislah dengan orang yang menangis. Hendaklah kamu sehati sepikir
dalam hidupmu bersama,” (Roma 12: 15, 16). Dalam kebersamaan dengan orang
lain, maka kesehatian yakni sehati sepikir merupakan wujud lebih kongkret
sebuah empathy. Malah sedikit larut ke dalam keadaan orang lain
apabila ikut mereka sampai menangis atau bersukacita. Tetapi maksud ayat
itu tentunya kita ikut merasakan keadaan sedih atau sukacita mereka. Inipun
sebuah empathy yang sangat mendalam. Pemimpin kristiani, yang juga
pemimpin pelayan, harus mampu berempathy demikian. Agar ia memahami
mereka yang dipimpinnya.
3.
Menyembuhkan
Kemampuan menyembuhkan merupakan kekuatan
yang sangat besar bagi transformasi dan integrasi.
Salah satu kekuatan pemimpin pelayan yang sangat besar
adalah memberi penyembuhan dirinya sendiri dan orang lain. Padahal
orang lain, banyak yang mengalami jiwa dan hati yang hancur,
penderitaan batin dan emosi, yang sangat
membutuhkan pelayanan dari pemimpin mereka. Untuk itu, pemimpin
pelayan terpanggil dan berpeluang untuk menolong mereka semua, yang
berjumpa dengannya. Greenleaf menulis, “Dalam perjumpaan antara pemimpin
dengan yang dipimpin, telah terjadi komunikasi yang
halus dengan mereka yang dilayani dan dipimpinnya. Mengetahui
hal-hal yang menyeluruh keadaan mereka tentu melalui sesuatu yang mereka
ungkapkan kepada pemimpin.” Perjumpaan dan komunikasi itu menjadi
peluang untuk menolong memulihkan mereka. Bagaimana hal ini dilihat dari
sisi Alkitab?
Satu,
Yesus Kristus adalah tabib agung
Yesus bukan hanya guru yang mengajar bagaimana
murid-murid dan orang-orang percaya hidup sebagai orang-orang
percaya. Akan tetapi, Ia juga memberi perhatian kepada mereka
yang sakit. Berulang kali diceritakan Yesus menolong dan menyembuhkan
mereka yang sakit, dengan berbagai macam penyakit.
Dua, Yesus
pembebas sejati
Yesus tidak hanya menyembuhkan orang sakit secara
jasmni. Tetapi ia juga menyembuhkan mereka yang mengalami pergumulan batin dan
emosi yang berat. Bahakan Yesus membebaskan mereka dari segala akar penderitaan
manusia, yakni penyakit dosa. Dosa memang akar segala kesengsaraan dan
penderitaan manusia. “Bila Anak manusia memerdekan kamu, maka kamupun
benar-benar merdeka,” (Yoh 8:36).
Karena Yesus tabib agung dan pembebas sejati, maka
pemimpin kristani, yang juga pemimpin pelayan, melanjutkan karya penyembuhan
dan pemulihan itu.
4.
Mawas diri/ keasadaran diri
Mawas diri atau kesadaran diri secara umum, dan secara
khusus, kesadaran diri di dalam diri sendiri, merupakan
kekuatan yang amat penting dimiliki pemimpin pelayan. Oleh karena
kesadaran diri itu akan memperkuat hati, pikiran dan kemauan
pemimpin pelayan dalam mengembangkan kepemimpinan pelayannya.
Dengan kesadaran dirinya, ia akan membuat
komitmen untuk terciptanya suatu kesadaran terhadap
hal-hal yang akan menakutkan dan mengancam dirinya. Sebab,
dalam perjalanan kepemimpinannya, ada hal-hal yang ditemukan dan yang terjadi,
tidak diketahui sebelumnya. Inilah makna sebuah kesadaran diri dan kewaspadaan
diri. Ia sudah waspada dan mawas diri atas segala hal yang akan
terjadi dan hal yang akan ditemukan, meskipun hal-hal itu tidak dapat
diduga sebelumnya. Berkat kewaspadaan, ia tidak bingung dan hilang akal
dalam menghadapinya.
Kesadaran diri juga membantu pemimpin pelayan
mengerti dan menyelami tentang etika yang harus ia lakukan,
nilai-nilai kehidupan yang harus dianutnya. Hal-hal itu,
memungkinkan seseorang untuk melihat sebagian besar situasi, dari sisi
yang dapat lebih menyatupadukan. Bagaimana bila ini dilihat dari
sisi Alkitab ?
Satu,
Etika dan nilai hidup
Sikap, perilaku dan hidup pemimpin ditentukan dan diwarnai
oleh apa yang mendasari keyakinannya. Kesadaran terhadap etika
kristiani dan nilai-nilai kristiani berdasarkan ajaran Alkitab akan sangat
besar pengaruhnya bagi kehidupan pemimpin. sebab, etika dan nilai-nilai
hidup yang dianut, dipegang dan diikuti itu akan mempengaruhi sikap, sikap
mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi karakter, karakter membentuk
hidup, dan itulah hidupnya sehari-hari. Ayat-ayat Alkitab penuh dengan
etika dan nilai-nilai kehidupan. Misalnya, “Kasihilah sesamamu manusia, seperti
dirimu sendiri. Janganlah tiap-tiap orang hanya memikirkan kepentingan
dirinya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Marilah kita berbuat
baik kepada semua orang, terutama kepada kawan-kawan kita seiman,”
(MT 22: 29, Fil 2:4 Gal 6:10).
Dua,
Hidup penuh kewaspadaan
Pemimpin sadar akan bahaya-bahaya yang dapat
menyeretnya oleh karena hawa nafsu, cara hidup, tipu daya
kenikmatan dunia yang ditawarkan oleh iblis yang menyamar bagaikan
malaikat terang (II Kor 11:14). Pemimpin dengan sadar
memelihara dan menjaga hatinya dengan penuh kewaspadaan, sebab dari
hatinya terpancar kehidupan (Ams 4:23). “Sebab itu siapkanlah akal budimu,
waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang
dianugerahkan kepadamu,” (I Pet 1:13).
Kesadaran dan kewaspadaan diperlukan agar pemimpin tidak
ditimpa hal-hal buruk, melainkan ia sukses dan selamat. “Tetapi kita,
yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajusirahkan iman
dan kasih, dan berketopongkan keselamatan, karena Allah tidak menetapkan kita
untuk ditimpa murka, tetapi untuk memperoleh keselamatan oleh Yesus Kristus,
Tuhan kita,” (I Tes 5:8,9).
Tantangan seorang pemimpin sangat besar dan berat,
maka ia perlu sadar diri, beriman teguh agar kuat dan menang. “Sadarlah dan
berjaga-jagalah! Sebab lawanmu, si Iblis berjalan keliling sama seperti
singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah
ia dengan iman yang teguh,’ (I Pet 5:8,9).
5.
Meyakinkan (persuasif)
Pemimpin pelayan dalam kepemimpinannya lebih
banyak dan senang menggunakan model membujuk dipadukan dengan meyakinkan
orang-orang yang dipimpinnya. Ia kurang senang
menggunakan kekuasaan dan wewenangnya dalam kedudukan sebagai pemimpin
dalam membuat satu keputusan organisasinya. Ia tidak suka memaksakan
kehendaknya dalam membuat keputusan. Karena itu, pilihannya lebih pada
menggunakan kemampuan membujuk dan meyakinkan orang dalam membuat
keputusannya.
Model membujuk dan meyakinkan ini adalah model yang khas
pemimpin pelayan, yang membedakannya dengan model pemimpin tradisional yang
cenderung otoriter dalam keputusannya. Sebab itu, pemimpin
pelayan akan efektif membangun sebuah konsensus dalam kelompok
orang-orang yang dipimpinnya. Bila ini dilihat dari sisi Alkitab ?
Satu,
Yesus persuasifer efektif
Yesus melihat pembesar-pembesar di dunia ini dalam
memerintah menggunakan kekuatan mengontrol dan memaksa rakyatnya
dengan keras, bahkan dengan tangan besi. Untuk merespon cara
demikian Yesus berkata, “Tidaklah demikian di antara kamu,” (Mrk
10:43). Artinya, cara Yesus memerintah dan meyakinkan orang bukan dengan
menggunakan kekuatan dan kuasanya sebagai pemimpin. Yesus meyakinkan
orang dengan cara memberi argumentasi yang Alkitabiah. Ingat ketika
digoda dan dicobai Iblis, Yesus memakai Firman Allah, “Manusia bukan
hanya hidup dari roti saja, tetapi juga dari setiap firman yang keluar dari
mulut Allah. Enyahlah Iblis, sebab ada tertulis, engkau harus menyembah
Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engaku berbakti,’ (MT 4:4,10).
Dua,
Integritas Yesus
Yesus Kristus juga meyakinkan orang tidak hanya dengan
kata-kata dan ajaran. Tetapi semua ajaran dan kata-kata itu telah menjadi
bagian perliku hidupNya sehari-hari. Ada integritas diri dan hidup,
adanya kesatuan antara kata dan perbuatan. Sehingga hidup Yesus adalah
teladan yang telah ditiru dan mengubah hidup banyak orang. Teladan adalah
kekuatan yang sangat besar untuk mengajar orang mengubah hidupnya. Sebab dengan
teladan, maka orang mudah untuk meniru dan mengikutinya. Hal itu cocok
dengan naluri manusia suka meniru segala apa yang mengesankan dan memberi
keuntungan dan kebaikan bagi dirinya.
6.
Konseptualisasi
Pemimpin pelayan perlu mengembangkan kemampuan konseptual.
Artinya, ia melihat dan memahami masalah organisasinya lebih dari
hanya sebuah realitas kegiatan sehari-hari dalam
organisasi. Ia dapat melihat hal-hal itu dari sisi
konseptual. Segala pemikirannya tentang dan masalah organisasi dapat
dibuat, dipaparkan dan dibentangkan secara konseptual yang mendasar dan
luas, baik jangka pendek maupun panjang.
Dalam organisasi, konseptualisasi seharusnya
merupakan kegiatan yang biasa dan alamiah bagi para pemimpinnya. Sebab
mereka tidak terlibat langsung dengan kegiatan operasional organisasi di
tingkat bawah. Seorang pemimpin pelayan berusaha untuk
sanggup mencari dan menjaga keseimbangan antara focus pada level konseptual
dengan level operasional organisasi. Bila ini dilihat dari
sisi Alkitab?
Satu.
Konsep damai sejahtera
Manusia yang dicipta oleh Allah adalah manusia yang ada
dalam rancangan Allah sendiri. Ia dicipta sebagai gambar Allah atau citra
Allah. Dengan status itu, Allah berkehendak manusia dapat menjalin hubungan
baik dengannya. Akan tetapi rancangan itu terganggu oleh karena manusia
memberontak pada sang penciptanya, Tuhan Allah sendiri. Padahal rancangan
Allah tetap, yakni kasihNya yang kekal tidak pernah habis meskipun manusia
berdosa. RancanganNya untuk manusia adalah rancangan damai sejehtera, bukan
rancangan kecelakaan, dan hari depan penuh harapan (Yer 29:11).
Dua.
Yesus seorang konseptor
Alkitab amat kaya dengan konsep tentang dunia dan
manusia. Kalau kita memperhatikan pengajaran Yesus Kristus, kita bertemu
dengan berbagai konsep. Misalnya konsep Yesus tentang pemuridan.
Dia panggil murid-murid. Kemudian diajarkan mengenai kehidupan
sebagai murid dan orang percaya. Mereka lalu dilatih dengan mengirim
mereka memberitakan kabar baik. Puncaknya nanti ketika Kristus akan
naik ke sorga, murid-murid diutus untuk memberitakan Injil sampai ke ujung
bumi.
Yesus sebagai konseptor juga nampak dalam cara mengajar
orang banyak. Segala hal yang sangat abstrak dibuatnya menjadi sederhana. Untuk
itu, pengajaran dilakukan dengan perumpamaan. Ada banyak perumpamaan yang
diajarkan oleh Yesus kepada orang banyak. Misalnya tentang kerajaan
Allah, kasih bagi sesame, pengampunan, kedatanganNya yang kedua.
7.
Melihat jauh ke depan
Kebutuhan di masa depan sukar untuk didefinisikan, akan
tetapi mudah untuk diidentifikasikan. Pemimpin pelayan
mengembangkan kemampuan melihat kebutuhan di masa depan. Kemampuan ini
menjadi ciri dan kebutuhan seorang pemimpin pelayan. Dengan melihat ke
depan, maka segala pengalaman yang telah dilalui dapat dianggap sebagai sebuah
pembelajaran bagi masa kini dan masa depan. Kenyataan masa kini (sekarang)
sebagai kerangka dan acuan mengambil keputusan untuk masa depan.
Kemampuan mengambil keputusan untuk masa depan
atau kemampuan prediktif, berakar dalam pemikiran yang intuitif.
Kemampuan ini, dapat dianggap sebagi talenta atau karakteristik
seorang pemimpin pelayan. Ia perlu melatih dan mengembangkan
kemampuan prediktif ini. Bila dilihat dari sisi Alkitab ?
Satu.
Yesus berpikir ke depan
Pemanggilan dan pelatihan murid-murid selama tiga
tahun dilakukan dalam satu kerangka pemikiran jauh ke depan.
Tugas memberitakan Injil bukan hanya tugas sesaat saja. Akan tetapi
sebuah tugas yang berkelanjutan. Dari satu generasi diestafetkan ke
generasi berkitnya. Untuk itu Yesus memanggil, mengajar dan melatih
murid-murid. Murid-murid juga melakukan hal yang sama.Apa yang
dilakukan kini, untuk sesuatu yang jauh ke depan.
Dua.
Yesus seorang visioner.
“Kepadaku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di
bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka
dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala
sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman,” (MT 28:18 -20). Inilah
visi dan penglihatan Yesus ke depan yang jauh.
8.
Komitmen melayani
Pemimpin pelayan adalah pemimpin yang menjadi pelayan untuk
mengelola organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya. Ia tidak mengelola
dan memimpin mereka sekehendak hatinya. Namun, dengan sebuah komitmen
yang tinggi untuk melayani kebutuhan dan kepentingan orang-orang
yang dilayaninya itu. Cara yang digunakan seorang pemimpin
pelayan dalam mengelola dan memimpin organisasinya adalah
dengan keterbukaan, dengan membujuk dan meyakinkan, dari pada
menggunakan kekuatan control. Bila dilihat dari sisi
Alkitab ?
Satu,
ajaran melayani
“Memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah
kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk hidup dalam dosa,
melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih,” (Gal
5:13). Orang yang hidupnya dibelenggu dan dikuasi dosa cenderung
hidup mementingkan dirinya sendiri. Kemerdekaan yang ada padanya juga cenderung
disalahgunakan untuk memenuhi dorongan hawa nafsunya. Akan tetapi, setiap
orang yang telah mengalami karya kemerdekaan dalam Kristus dipanggil
untuk menggunakan kemerdekaan itu untuk melayani sesamanya. Pelayanan itu
didasarkan oleh dan dalam kasih Kristus. “Kita mengasihi, karena Allah
lebih dahulu mengasihi kita,” ( I Yoh 4:19).
Dua,
besar karena melayani
“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu,
hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di
antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya,” (Mrk 10: 43,
44). Kebesaran seorang pemimpin bukan karena jabatan dan statusnya
pemimpinnya. Akan tetapi karena kualitas pelayanannya. Makin melayani,
makin besarlah ia. Orang sukses adalah orang yang telah banyak memberi dirinya
bagi kebaikan dan kemajuan orang lain.
Tiga,
teladan pengorbanan pelayan
Kekuatan Yesus bukan pada statusnya sebagai putra
Allah. Tetapi pada kesediaan melayani, mengabdikan diri, bahkan
mengorbankan diri bagi kepentingan manusia sebagai sahabatNya.
KataNya, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang
yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabatKu
jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu,” (Yoh 15: 13, 14).
Yesus melayani manusia, karena kasihNya yang sejati. Ia datang ke dunia
bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya
menjadi tebusan bagi banyak orang,” (Mrk 10:45). Pelayan sejati
sedia mengorbankan dirinya bagi yang dilayaninya. Yesus teladan sejati
seorang pemimpin pelayan yang rela berkorban. Di sini kebesaran Yesus, yakni
pada pengorbananNya. Seorang pemimpin kristiani, besar karena pelayan dan
pengorbanannya.
9.
Komitmen bagi pertumbuhan orang lain
Pemimpin pelayan memiliki keyakinan bahwa
manusia memiliki nilai intrinsik dalam dirinya. Nilai intrinsic itu
melebihi nilai yang mereka persembahkan, sebagai seorang pegawai
bagi organisasi mereka. Oleh karena itu, pemimpin pelayan memiliki
komitmen yang tinggi untuk membantu pertumbuhan orang-orang yang dipimpinnya.
Ia membantu pertumbuhan pribadi, spiritualitas dan professionalisme
mereka.
Ia berkomitmen membantu mereka mengenal tanggung jawab
mereka yang hebat. Sehingga mereka mengerjakan segala sesuatu
dengan kekuatan mereka, untuk pemeliharaan pribadi, profesionalisme dan
spiritualitasnya. Untuk semua itu, perlu disediakan dana bagi
pengembangan dan pertumbuhan diri, spiritualitas dan profesionalisme
mereka. Mereka juga dilibatkan dalam dalam mmengambil keputusan. Juga
membantu mencari pekerjaan lain bagi pegawai yang
berhenti. Bila dilihat dari sisi Alkitab?
Satu,
pikirkan dan lakukanlah
Upaya persuasif Paulus kepada pertumbuhan Timotius luar
biasa hebat dan kuatnya. Ia meminta Timotius memikirkan 8 hal yang
positif. Lalu segala hal yang telah dipelajari, telah dilihat, telah
didengar pada diri Paulus, lakukanlah itu, pintanya pada Timotius. Di
balik semua itu, menanti sebuah janji bagi ketaatannya, yakni damai
sejahtera Allah akan menyertainya.
“Jadi, akhirnya, semua yang benar, semua yang mulia, semua
yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua
yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. Apa
yang telah kamu pelajari dan telah kamu terima, dan apa yang telah kamu
dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka, Allah
sumber damai sejahtera akan menyertai kamu,” (Fil 4:8,9).
Penyertaan dan damai sejahtera Allah,
berawal pada titik memikirkan 8 yang positif, lalu menekankan
apa yang telah dipelajari, didengar, dilihat, dan dilanjutkan
dengan melakukannya. Di sini nampak kuat sekali upaya bimbingan bagi
sebuah pertumbuhan iman dan perilaku. Paulus mempengaruhi Timotius
melalui kata-kata ajaran dikombinasi dengan teladan hidupnya. Sangat efektif
sekali bagi pertumbuhan dan perubahan perilaku orang yang dilayaninya.
Dua,
komitmen Yesus
Yesus sangat memperhatikan pertumbuhan dan iman
orang-orang yang dilayaninya. Sehingga ada kalanya kata-kata yang keluar
cukup tegas. Murid-murid di perahu yang bimbang dan ragu oleh ombak dan
badai, “Di manakah kepercayaanmu ?” (Lk 8:25). Tomas yang bimbang,
dihampiri, ditantang dan diteguhkan agar terus bertumbuh. “Karena engkau
telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak
melihat, namun percaya,” (Yoh 20”29). Juga, Petrus yang sempat patah arah
karena merasa telah berkhianat, dijumpai secara pribadi oleh Yesus.
Keyakinan dan kasihnya diuji, “Simon anak Yohanes, apakah engkau
mengasihi Aku ? “ (Yoh 21: 15-19). Sampai tiga kali hal itu diuji, tetapi
tujuannya untuk meneguhkan dan memulihkan dirinya. Sehingga ia mantap
dalam pertumbuhan kasih dan pelayannya.
Motivasi untuk ketaatan dan kebahagiaan juga mendapat
perhatianNya. “Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika
kamu melakukannya,” (Yoh 13:17). Kunci bahagia : T + L =
B ( T = tahu, L = lakukan, B = bahagia). “Yang
berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya,”
(LK 11:28). Kunci bahagia : D + P = B ( D = dengar, P =
pelihara, B = bahagia). Tidak cukup hanya berseru Tuhan,
Tuhan, mesti ditambah dengan ketaatan. “Bukan setiap orang yang berseru
kepadaKu, Tuhan, Tuhan, yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga,
melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu,” (MT 7:21).
10.
Membangun masyarakat
Pemimpin pelayan mengerti bahwa perasaan dan kebutuhan serta
nilai-nilai hidup bermasyarakat telah banyak yang hilang dari dalam
diri pekerjanya. Hal itu sebagai akibat dari perubahan
komunitas local menjadi organisasi yang besar. Itulah
bentuk utama hidup manusia.
Kesadaran tersebut memaksa pemimpin pelayan
mengidentifikasi beberapa arti dan makna dari membangun
masyarakat di antara mereka yang bekerja dengannya. Pemimpin
pelayan berkeyakinan bahwa masyarakat yang benar dapat dicipta di antara
mereka yang bekerja di dalam organisasi yang dipimpinnya. Bila dilihat
dari Alkitab ?
Satu,
Yusuf mengatasi krisis pangan Mesir
Yusuf berhasil tampil menolong rakyat Mesir keluar dari
krisis pangan. Keberhasilannya tidak terjadi begitu saja. Ia tampil melalui
proses panjang. Yang memungkinkannya sukses ada beberapa hal.
Pertama, Yusuf menempatkan Tuhan sangat sentral dalam
hidupnya. Kedua, kearifannya dalam memanfaatkan masaa kelimpahan
guna menghadapi masa kekurangan. Ketiga, Yusuf memiliki karakter yang
setia, taat dan takut akan Tuhan. Keempat, Yusuf memiliki
keterampilan dan kemampuan memberdayakan masyarakat. Dengan sikap,
perilaku, dan karakter yang dimilikinya, ia mampu membawa rakyat
Mesir keluar dari krisis pangan mereka. Yusuf telah
berhasil membawa Mesir sejahtera melewati masa
paceklik
Dua,
usahakan kesejahteraan kota
Salah satu kebutuhan manusia dalam bermasyarakat
adalah hidup tenang, tenteram dan sejahtera. Dalam satu kota, kebutuhan
itu merupakan kebutuhan dasar. Bagi orang Israel yang sedang ada dalam
pembuangan di Babel, mereka diminta berdoa dan ikut berusaha mengembangkan
kesejahteraan kota di mana mereka berada. Sebab ketenangan, ketenteraman
dan kesejahteraan kota itu, adalah kesejahteraan mereka juga (Yer 29: 7).
Mereka ada di tengah dan bagian dari masyarakat itu.
IV.
Karakter Alkitabiah pemimpin pelayan
Karakter itu bermula di mana ? Karakter itu
bermula pada keyakinan iman. Keyakinan iman
mempengaruhi nilai-nilai yang dipegang dalam hidup. Nilai-nilai
mempengaruhi sikap. Sikap mempengaruhi perilaku.
Perilaku mempengaruhi dan membentuk karakter. Karakter mempengaruhi
dan membentuk kehidupan, dan itulah hidup seseorang. Dengan
demikian, bagaimana hidup seseorang, ditentukan oleh keyakinan awalnya,
sebagai titik berangkatnya. Hal itu yang akan berpengaruh bagi karakter
dan hidupnya. Dalam bagian ini penulis mengembangkan
gagasan dari ayat-ayat yang dipilih dan diusulkan oleh Francis Cosgrove,
sebagai ayat-ayat yang penting mengenai hidup seorang pemimpin
pelayan. Ayat-ayat itulah yang akan menjadi keyakinan bagi usaha
membentuk karakter pemimpin pelayan. :
1.
Pelayan itu rendah hati
“Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau
seorang hamba dari pada tuannya,” (MT 10:24). JJ de Heer
menerangkan ayat ini bahwa kalau seorang guru dilawan, pasti
murid-muridnya hendak dilawan juga. Apabila seorang tuan dilawan, pasti
hamba-hambanya dilawan juga. Yesus adalah guru dan tuan.
Jikalau Tuhan Yesus sendiri dilawan secara keras di dunia ini, janganlah
murid-murid mengharapkan nasib yang lebih baik dari pada itu. Sebab itu,
murid-murid, pemimpin kristiani, tidak menarik perhatian pada dirinya
sendiri. Mereka belajar rendah hati menerima kemungkinan yang suram itu.
Pemimpin pelayan dalam pendekatan dengan orang yang
dipimpinnya, mengambil jalan sabar dan lemah lembut, agar mereka berkesempatan
berpikir dan merenungkan dirinya. Sehingga pada akhirnya dapat menyesal,
bertobat dan mengenal kebenaran. “Seorang hamba Tuhan
tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia
harus cakap mengajar dan sabar. Dan dengan lemah lembut dapat
menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal
kebenaran,” (II Tim 2:24,25).
Kekuatan
sikap rendah hati
Secara negatif dikatakan bawa sikap tinggi hati
adalah, “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului
kejatuhan. Tinggi hati mendahului kehancuran, tetapi rendah hati
mendahului kehormatan, “(Ams 16; 18, 18;12). Kehancuran hidup
tidak terjadi serta merta. Tetapi ia berproses terlebih dahulu. Proses yang
menjatuhkan dan menghancurkan seseorang adalah ketika orang hidup bersikap
tinggi hati, sombong, congkak dan angkuh. Itulah awal kehancuran dan
kejatuhannya.
Tetapi ketika seseorang mengembangkan sikap rendah
hati, maka amat ajaib. Ia akan mewarisi negeri, diberi
mahkota keselamatan, dikasihi oleh Tuhan, menerima
pujian dari sesamanya, kerendahan hatinya mendahuli
kehormatannya, ganjaran rendah hati adalah kekayaan dan hormat (Maz
37:11, 149:4, Ams 3: 24, 29:23, 15: 33, 22:4). Luar biasa hebatnya
pengalaman yang akan terjadi dengan orang rendah hati. Sebab itu, pemimpin
kristiani perlu sikap rendah hati. Hendaklah kamu selalu rendah
hati. Hendaklah kamu penyayang dan rendah hati. Kenakanlah sikap rendah hati
(Ep 4:2, I Pet 3:8, Kol 3:12).
2.
Pelayan itu rajin tekun
“Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh
tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya
? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu,
ketika tuannya itu datang,” (MT 24:45,46).
Hamba yang bijaksana aktif bekerja dan tidak malas. Ia
tidak hanya bekerja ketika tuannya ada. Ia bekerja dengan penuh kesadaran dan
kerelaan. Ia bertanggung jawab atas tugas dan kepercayaan tuannya. Ia
tidak bekerja karena dan setelah disuruh oleh tuannya. Ia bekerja secara
kreatif dan berinisiatif.
Ia hamba yang berbahagia. Sebab, ketika tuannya tiba-tiba
datang, ia ada kedapatan oleh tuannya sedang bekerja. Maka tuannya sangat
bangga dengan hambanya ini. Sebab di matanya, hamba ini kreatif, berinisiatif,
bertanggung jawab, dapat dipercaya. Ia bekerja rajin dan tekun, baik saat
tuannya tidak ada maupun saat tuannya ada. Sebab itu, kepada hamba
ini tuannya memberi tanggung jawab kepemimpinan lebih besar lagi. “Sesungguhnya
tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya,” (MT
24:47). Kini hamba yang baik ini telah mejadi orang dan penguasa
kedua di tempat tuannya. Demikianlah seharusnya juga pemimpin
pelayan, ia rajin dan tekun.
Kalau pemimpin pelayan itu rajin dan tekun, ”Janganlah
hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah
Tuhan. Siapa yang memeberi pimpinan hendaklah ia melakukannya dengan
rajin,” (Roma 12:8, 11). Dengan itu, maka tangan orang
yang rajin akan memegang kekuasaan, tangan orang rajin
menjadikannya kaya, hati orang rajin diberi kelimpahan (Ams 10: 4,
12: 24, 13:24). Sungguh janji-janji yang memberikan motivasi
dan kekuatan untuk terus tekun dan rajin bagi pemimpin pelayan.
3.
Pelayan itu sibuk melayani
“Siapa di antara kamu yang mwempunyai seorang hamba
yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba
itu, setelah ia pulang dari ladang : Mari segera makan ! Bukankah
sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu : Sediakanlah makananku. Ikatlah
pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum.
Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum,” (Lk
17:7,8).
Seorang hamba adalah orang yang sibuk dalam hal
melayani tuannya. Ia bekerja terutama bagi kepentingan tuannya. Sebelum
kepentingan tuannya selesai, ia belum boleh mengerjakan kepentingan
dirnya. Setelah layanan bagi tuannya selesai, barulah
ia mengerjakan bagi kepentingan dirnya. Bagi seorang hamba,
melayani tuannya merupakan tugas utama dan pertama. Bahkan hidup dan
kerjanya bagi kepentingan tuannya. Seorang pemimpin pelayan,
sibuk dalam melayani. Melayani orang-orang yang dipimpinnya. Bukan
memimpin untuk dilayani.
4.
Pelayan itu mampu mengajar
Pemimpin mesti cakap mengajar (II Tim 2: 24).
Terutama mengajar tentang melayani. Mengajar dengan
teladan merupakan metode yang efektif. Kita sadar benar, memang ada
orang tidak cakap mengajar sebagai seorangn guru bagi orang lain. Tetapi,
mengajar itu tidaklah hanya dilakukan dengan kata-kata yang lancar dan
pasih seperti seorang guru di depan kelas. Mengajar dapat dilakukan
dengan teladan dan cara hidup, cara berbuat, cara berperilaku.
Pengajaran yang paling efektif dan paling kuat serta besar pengaruhnya
adalah pengajaran melalui contoh atau teladan hidup. Sebuah perubahan
perilaku paling mudah dilakukan kalau diajarkan melalui contoh dan teladan
hidup.
Teladan sebagai metode efektif. Karena itu,
setiap pemimpin pelayan yang telah mengembangkan syarat-syarat pemimpin
kristiani di dalam hidupnya. Sesungguhnya ia adalah seorang yang telah cakap
mengajar orang lain. Sebab, orang telah melihat hidupnya yang baik,
cenderung untuk meniru dan meneladaninya. Karena, “Perbuatan lebih
nyaring dibandingkan dengan kata-kata,” kata sebuah pepatah bijak. Lagi
pula, manusia adalah makhluk yang suka meniru apa yang lihat dan juga apa
yang didengarnya. Pemimpin pelayan adalah guru yang patut
digugu dan ditirunya. Para pengikut akan belajar banyak dari kehidupan
gurunya itu. Sikap dan perilaku guru dan pemimpinnya adalah
cermin yang baik baginya. Ia model dan pola bagi mereka untuk
diikuti. Metode teladan ini sangat efektif.
5.
Pelayan itu sabar
“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik
waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran,” (II Tim 4:2). Pemimpin pelayan itu
membutuhkan sikap sabar dalam tugasnya. Karena ada
banyak hal yang dapat menekan dan menghimpitnya dalam tugas memimpinnya.
Lebih-lebih model memimpin yang melayani, sudah barang tentu butuh
kesabaran ekstra. Karena melayani itu memang butuh kesabaran.
Dampak kesabaran. “Orang yang sabar memadamkan
perbantahan. Orang yang sabar besar pengertiannya. Akal budi membuat
seseorang sabar. Orang sabar melebihi seorang pahlawan. Kesabaran mencegah
kesalahan besar. Sabar lebih baik dari pada tinggi hati. Sabarlah dalam
kesesakan dan bertekunlah dalam doa. (Ams. 15:18,
14:29, 16:32, 19:11, Pengk 7:8, 10:14, Roma
12:12). Demikianlah kekuatan dan dampak sebuah
kesabaran bagi hidup manusia. Kalau pemimpin pelayan melatih dan
mengembangkan kesabaran dan doanya. Sungguh luar biasa pengaruh dan hasilnya
bagi kepemimpinnya. Ia akan penuh akal budi dan pengertian. Perbantahan
dan kesalahan besar dapat dihindari. Mampu bertahan dalam kesesakan.
6.
Pelayan itu taat dan menghargai tuan
“Hai hamba-hamba taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut
dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus,
jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi
sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati
melakukan kehendak Allah. Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuannya dalam
segala hal dan berkenan kepada mereka,” (Ep 6:5,6. Titus
2:9).
Hati dan sikap pelayan sering
menjadi alasan banyak problem dalam melayani.
Sesungguhnya hati dan sikap pelayan yang utama adalah sebuah
ketaatan. Ia taat dalam melaksanakan tugasnya melayani
tuannya. Ia taat pada suruhan dan perintah tuannya. Bagian seorang
hamba adalah mendengarkan perintah, lalu mentaati perintah itu. Ia tidak
bertanya mengapa dan untuk apa hal itu dilakukan. Dalam hatinya, inilah
tugas yang harus saya kerjakan. Tuanku memerintahkan itu padaku. Aku harus taat
padanya. Sehingga, oleh kataatan itu, hamba telah
memperlihatkan hormat dan penghargaannya yang tinggi kepada tuannya.
Dalam ketaatan ada sikap menghormati dan menghargai tuannya.
Pemimpin pelayan taat pada Yesus Kristus tuannya. Ia
taat pada tugas memberitakan firman dengan cara dan metode sesuai
konteks dan keadaan. Sehingga firman itu dapat efektif sampai kepada
para pendengarnya. Ia taat untuk hidup dalam kasih dan mengasihi orang-orang
yang dilayaninya. Sehingga mereka melihat teladan ketaatan itu,
lalu mengikuti teladan itu dalam hidup mereka. Karena ketaatan, itu juga
berarti ada penghargaan dan hormat kepada tuannya dan sesamanya.
7.
Pelayan itu penuh dedikasi
“Demi Tuhan yang hidup, dan demi hidup tuanku
raja, di mana tuanku raja ada, baik hidup atau mati, di situ juga hambamu juga
ada,” (II Sam 15:21). Kata-kata Itai orang Gat itu kepada Raja
Daud menggambarkan sebuah dedikasi yang luar biasa. Hidup dan mati akan
tetap bersama dengan raja.
Pemimpin pelayan adalah orang yang membuat
komitmen melayani dengan dedikasi tinggi. Secara total ia berbuat
bagi orang yang dilayaninya. Hidup dan karyanya diberikan sebagai tanda
dedikasinya bagi mereka yang dilayaninya.
Dedikasi sejati bagi kemanusiaan dan keselamatan, kita
telah lihat dalam diri Yesus Kristus. Ia persembahkan diriNya, sampai di
atas kayu salib, demi keselamatan manusia. Lalu Paulus juga
memperlihatkan dedikasi yang istimewa. “Sebab jika hidup, kita
hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup
atau mati, kita adalah milik Tuhan,” (Roma 14:10). Pemimpin pelayan, hidupnya
milik Tuhan. Sebab itu, baik hidup atau mati, seharusnya bagi kemuliaan
nama Tuhan. Janganlah sampai ia hidup atau mati untuk dan
bagi diri sendiri.
8.
Pelayan itu siap-sedia
“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap
menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang
menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia
datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya,” (Lk 12:
35,36). Pelayan selalu berjaga-jaga dan penuh perhatian
terhadap hal-hal yang dibutuhkan tuannya untuk dilakukan. Kapanpun
tuannya memerlukan dirinya, ia selalu siap sedia untuk melayani tuannya.
Pemimpin pelayan juga selalu siap sedia apabila
dibutuhkan oleh orang-orang yang membutuhkan layanannya. Ia bukan orang yang
susah dicari dan ditemui. Ia terbuka bagi kedatangan orang-orang yang
membutuhkan layanan kepemimpinannya. Baginya pemimpin dan memimpin
adalah melayani bukan dilayani. Kebahagiaannya adalah ketika ia dapat memberi
layanan bagi orang-orang yang membutuhkannya. Ia siap sedia bagi mereka. Lebih
berbahagia baginya, sebab ada janji Tuhan, “Berbahgialah hamba-hamba yang
didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang.” (Lk 12:37).
9.
Pelayan itu setia
“Tetapi siapakah di antara segala pegawaimu yang dapat dipercaya
seperti Daud, apalagi ia menantu raja dan kepala pengawalmu, dan
dihormati dalam rumahmu,” (I Sam 22 :14). Pelayan adalah
orang setia kepada tuannya. Daud orang yang setia kepada tuannya
Saul. Meskipun Saul berulangkali mau mencelakakan Daud.
Tetapi Daud tetap hormat kepada Saul, yang saat itu masih sebagai
raja Israel.
Yesus Kristus mengajar, “Barangsiapa setia dalam
perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.
Barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga
dalam perkara-perkara besar,” (Lk 16:10). Itu berarti, kesetiaan
terbentuk melalui latihan dan kebiasaan. Kalau sudah dilatih dan
dibiasakan setia dan benar dalam hal-hal kecil, maka ia akan biasa dan terlatih
juga untuk setia dan benar dalam perkara yang besar.
Pemimpin pelayan adalah orang yang membiasakan dan melatih
diri dalam hal kesetiaan. Pertama-tama ia setia kepada Tuhan,
firman dan memegang janjiNya. Selanjutnya ia setia juga dalam tugas yang
dipercayakan kepadanya. Ia setia kepada Yesus Kristus Tuhan dan
Tuannya. Sebab, Kristus telah setia berpihak dan membelanya sampai di
atas kayu salib. Latihan dan pembiasaan diri ini akan membawa pemimpin
pelayan menjadi orang yang setia kepada tuannya Yesus Kristus.
10.
Pelayan itu penuh Roh Kudus
“Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia, maka anak-anakmu
laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat
penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi.
Juga ke atas hamba-hambaKu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan RohKu
pada hari itu dan mereka akan bernubuat,” (Kis 2:17,18).
Roh Kudus menjadi kekuatan yang memampukan
pemimpin pelayan untuk melayani. Diakui bahwa pemimpin sebaiknya memiliki
pengetahuan dan pendidikan yang cukup, keterampilan memimpin dan berkomunikasi
yang cukup. Hal-hal itu dapat diraih dengan belajar dan melatih diri.
Akan tetapi, semua itu tidak menjadi jaminan pemimpin akan berhasil dan mampu
mengerjakan tugasnya dengan baik dan sukses.
Sebagai murid Kristus, diakui bahwa kekuatan dan
kemampuan menjadi pemimpin pelayan adalah juga karya dan pertolongan Roh
Kudus. Roh Kudus adalah energy dan synergy sejati baginya. “Dengan
diri kami sendiri, kami tidak sanggup, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.
Ialah yang membuat kami sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian
baru, yang tidak terdiri dari hukum tertulis, tetapi dari Roh, Roh
menghidupkan,” (II Kor 3:5,6). Ya, pemimpin pelayan hanya
sanggup dan kuat menyelesaikan layanannya, karena Roh Kudus memberinya
kekuatan dan kemampuan. Sehingga keberhasilan pemimpin adalah
keberhasilan Tuhan di dalam dan melalui dirinya.
PENUTUP
Akhirnya, pemimpin pelayan sebagai pemimpin yang
mendengarkan, berempathy, menyembuhkan, mawas diri, melakukan
langkah persuasif, berpikir konseptual, melihat jauh ke
depan, berkomitmen untuk melayani, berkomitmen untuk pertumbuhan
orang yang dipimpinnya, membangun nilai-nilai kemasyarakatan dalam
organisasinya. Sedangkan karakter Alkitabiahnya adalah rendah hati,
rajin dan tekun, sibuk melayani, cakap mengajar, sabar, taat dan
menghargai, penuh dedikasi, selalu siap sedia, setia, dan penuh dengan
Roh Kudus. Inilah sosok pemimpin pelayan.
KEPUSTAKAAN
D’Sousa, Anthony, Empowering Leadership, Singapore, Haggai
Institute, 2006.
Haggai, John Edmund, Lead On !, Singapore, Kobrey
Press, 2006.
Heer, JJ de, Tafsiran Injil Matius, Jakarta, BPK
GM, 1996.
Koroh, Nico JJ., Managemen yang Melayani, Mitra Mark.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar