Nama
Penulis :
Obet Nego
Tugas
Mata Kuliah : Teologi Komunikasi
Dosen Pengampu :
Pbrt. Tulus Tu’u, S.Th, M. Pd
A.
Inti
Sari Jurnal Pambelum
I.
STRATEGY KOMUNIKASI KHOTBAH
Persiapan
yang baik merupakan langkah yang baik untuk mencapai khotbah yang berhasil,
menyentuh hati dan menarik bagi pendengar. Akan tetapi, kita mengingat kembali
kata bijak, “Yang penting bukan isinya, tetapi bagaimana cara menyampaikannya.”
Hal itu mau menyadarkan kita bahwa isi khotbah yang kita persiapkan dengan
sebaik mungkin,
Untuk
mencapai harapan yang baik itu, maka bagian strategy komunikasi khotbah ini
membahas 1). Memakai garis besar khotbah, 2).Berdayakan kekuatan suara,
3).Berdayakan kekuatan bahasa tubuh, 4). Monolog tapi dialogis, 5). Pakailah
alat bantu, 6).Sekali-sekali selipkan senyum tawa, 7).Menyentuh hati,
8).Personal.
1. Memakai
garis besar khotbah
Cara
menyampaikan khotbah umumnya terdiri dari: 1).Membaca teks khotbah secara
lengkap. 2). Membaca teks khotbah yang telah digaris bawahnya, yang lainnya
disampaikan dengan agak bebas. 3). Menyusun teks lengkap dan menghafalkannya
untuk disampaikan. 4).Menyusun kerangka sistematis dan garis-garis besarnya,
dan menyampaikannya sesuai uurutan yang ada.
Cara
yang terakhir umumnya cara yang menarik dan berkesan bagi para pendengar. Oleh
karena dalam cara ini, pengkhotbah menjadi ia agak bebas bergerak dan tidak
kaku, suasana lebih hidup. Matanya dapat memandang hadirin, sehingga terjadi
kontak mata antara dirinya dengan para pendengar. Dalam komunikasi, seharusnya
terjadi kontak mata antara komunikator dan pendengarnya.
2. Berdayakan
kekuatan suara
Suara
adalah sebuah energy, tenaga, kekuatan dan pengaruh. Apabila komunikator
mengeluarkan suaranya berupa kalimat-kalimat yang mengandung makna dan pesan.
Maka dari dalamnya dapat membawa tenaga, kekuatan, pengaruh bahkan kuasa untuk
terjadinya perubahan dalam diri pendengarnya. Sebab komunikasi selalu mempunyai
tujuan untuk mencapai terjadinya sebuah perubahan sikap, perubahan pendapat,
perubahan perilaku, perubahan sosial, adaptasi diri pada situasi yang
diperlukan, serta harmonisasi kehidupan dalam lingkungannya.
Dalam
komunikasi, orang belajar, memahami, mengerti dan menangkapnya dari pemberi
pembelajaran dengan pengaruh dari kata-kata = 7 %, pengaruh dari suara = 38 %,
pengaruh dari bahasa tubuh, terutama wajah = 55 %. Dengan demikian, suara dan
bahasa tubuh membuat 93 % dampaknya dalam komunikasi.
Oleh Karena itu, dalam khotbah, kekuatan suara kita sebaiknya dioptimalkan agar
ada intonasi, penekanan-penekanan pada hal-hal yang perlu, kecepatan dan tempo
diatur dengan baik, volume dan tinggi rendah suara dikontrol dengan baik pula.
Sebab, kita bicara selain dengan kata-kata dan bahasa tubuh, kita bicara juga
dengan nada suara kita. Perasaan, harapan, keinginan, permintaan, kesungguhan,
keprihatinan, kegembiraan dan sukacita kita, selama berkhotbah dapat kita
munculkan melalui perubahan-perubahan dan getaran suara kita. Suara kita perlu
diberdayakan.
3. Berdayakan
kekuatan bahasa tubuh
Bahasa
tubuh (nonverbal) ternyata berpengaruh sangat besar dalam komunikasi, yakni 55
%. Sebab gerakan tubuh, ekspresi wajah, termasuk nada suara, tidak dapat
dibuat-buat. Ia selalu menggambarkan keadaan hati dan pikiran seseorang. Bahasa
nonverbal dapat berfungsi menguatkan, menekankan, memperteguh, mengulangi dan
melengkapi apa yang telah diucapkan (secara verbal).
Dengan didayagunakannya bahasa nonverbal ini, maka pemahaman pesan yang
disampaikan menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih jelas.
4. Monolog
sekaligus dialogis
Khotbah
sudah umum bila disampaikan dengan cara monolog. Artinya, pengkhotbah menjadi
pembicara tunggal, hanya satu arah dari dia kepada para pendengarnya. Sedangkan
para pendengar hanya D4 (datang, duduk, diam dan dengar). Kondisi pasif seperti
itu tidak selalu menguntung. Terutama bila khotbah yang disampaikan itu kurang
menarik dan kurang mengesankannya. Ia dapat menjadi gelisah, bosan, jenuh,
tanpa perhatian dan bertanya dalam hatinya, kapan khotbah ini amin tanda
selesai.
Sesungguhnya,
khotbah salah satu pengertiannya adalah bercakap-cakap tentang firman Tuhan.
Oleh karena itu, meskipun dalam prakteknya khotbah disampaikan secara monolog
(satu arah). Perlu juga ia diusahakan agar bernuansa dialogis (dua arah).
Artinya, suasana diciptakan seperti orang bercakap-cakap antara dua orang atau
lebih tentang Firman Tuhan. Demikian juga dalam khotbah kita. Untuk itu, dalam
satu khotbah, kita dapat melakukan berulangkali membuat atau menyampaikan
pertanyaan retoris kepada pendengar. Dengan cara menyampaikan pertanyaan
retoris, mereka yang D4 tadi kita bawa menjadi terlibat dalam khotbah kita.
Mereka yang semula pendengar pasif, pendengar dangkal bahkan mungkin bukan
pendengar. Mereka, kita ubah dan kita bawa menjadi pendengar aktif, yang mau
mendengar yang verbal dan nonverbal,
dan juga menjadi pendengar empati yang berusaha terlibat untuk memahami dan
mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Pakailah
alat bantu
Manusia
diberi Tuhan, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan hati untuk
merasa. Dalam pembelajaran, menurut
Vernon A. Magnesen, orang belajar 10 % dari yang dibacanya, 20 % dari yang
didengarnya, 30 % dari yang dilihatnya, 50 % dari yang didengar dan dilihatnya,
70 % dari yang dikatakannya, 90 % dari yang dikatakan dan dilakukannya.
Berarti, kalau kita menggunakan alat bantu multimedia dalam membelajarkan
jemaat, maka kekuatan pengaruhnya dalam pembelajaran itu = 50 %. Kalau hanya
dengan cara konvensional/ mendengar, hanya = 20 % saja. Agak kecil, apalagi
kalau kurang menarik dan kurang berkesan bagi pendengarnya.
Berkaitan
dengan hal itu, simaklah dengan cermat berikut ini, kemanfaatan, dayaguna,
kekuatan dan pengaruh alat bantu berupa gambar, barang-barang simbolis, audio
visual dan multimedia, a.l, 1). Lebih menarik dan lebih variatif, 2).
Menumbuhkan minat dan motivasi , 3). Orang akan lebih aktif dan terlibat dalam
pembelajaran, 4). Melibatkan orang ikut berpikir, 5). Dengan media, konsentrasi
dan perhatian lebih baik, 6). Hanya secara verbal saja, akan lebih mudah lelah
dan jenuh, 7). Mempermudah pengertian dan pemahaman, 8). Orang diajak dari
berpikir kongkret menuju berpikir abstrak, ini lebih mudah, 9). Kalau hanya
verbal saja, orang diajak berpikir abstrak., 10). Meningkatkan persepsi,
imajinasi dan tafsiran yang memperkaya, 11). Menyegarkan karena konsep
disampaikan dalam bentuk baru, 12). Menolong menambah daya ingat, 13). Hal yang
sukar, dipermudah dan disederhanakan, 14). Lebih mudah untuk diikuti dan
dimengerti, 15). Pembelajaran dapat lebih cepat, 16). Mengatasi keterbatasan
waktu, tempat dan bahasa.
Sedangkan
hasil penelitian Enny Trisnawati di
sebuah jemaat GKE, tentang penggunaan multimedia dalam khotbah, dikatakan,
a.l,: lebih menarik, lebih bagus, lebih banyak ingat, mudah dipahami dan
dimengerti, menjadi lebih jelas, mudah diikuti, membuat ikut berpikir, menambah
dan membantu daya tangkap, tidak monoton, mencegah kantuk, lebih konsentrasi.
Meski ada yang mengatakan konsentrasi terganggu.
Hasil
teknologi yang begitu canggih dan mahal, mestilah digunakan lebih optimal lagi,
yakni juga untuk sarana khotbah. Sehingga khotbah anda mempunyai pengaruh dan
kekuatan yang lebih luar biasa besarnya. Perhatikan juga, bila memanfaatkan
multimedia, seperti LCD, jangan teks khotbah lengkap yang ditayangkan, karena kalau
demikian, justeru akan kontra produktif, sebab akan membuyarkan konsentrasi.
Cukup hanya garis besar khotbah saja yang dibuat dan ditayangkan di layar. Akan
menjadi sangat baik bila disertai gambar-gambar yang cocok dengan isi khotbah,
sebab, sebuah gambar selalu punya makna dan pesan yang beragam arti serta
menyentuh hati.
6. Sekali-sekali
selipkan senyum tawa
Humor
dapat menurunkan ketegangan dan menghilangkan kebosanan dan kejenuhan. Ia mampu
menghidupkan suasana yang kaku menjadi lentur dan santai. Orang menjadi segar
dan terjaga. Kadang dapat ditarik ke dalam arti dan makna dari baliknya, sama
dengan ilustrasi dan kesaksian, yang tidak jarang lebih mampu dan lebih efektif
daripada nasihat dan teguran yang keras. Ia dapat masuk menusuk secara positif
ke dalam sanubari terdalam, sehingga membuat orang sadar diri lalu berbalik ke
dalam pertobatan.
Tony Buzan dalam “Jadi Orang Cerdas Spiritual,” mengutip Elia Wheeler Wilcox,
“Tertawalah dan dunia akan ikut tertawa bersamamu.” Lalu Tony Buzan menjawab
dan mengatakan, “Benar! Tertawalah dan dunia tertawa bersamamu ! Selera humor
merupakan salah satu kualitas utama kecerdasan spiritual. Tawa akan mengurangi
perasaan stress, meningkatkan kesehatan secara umum, dan menambah jumlah teman
(yang lebih bahagia). Tawa dapat menciptakan kehidupan yang lebih bahagia,
ceria, dan bersemangat. Dapat meredakan persoalan, dapat membagi ketegangan dan
menyatukan orang dari berbagai profesi. Humor mempertalikan semua umat
manusia.”
J.Oswald Sanders mengatakan, “Oleh karena manusia adalah
gambar Allah, maka rasa humor adalah karunia Allah dan mendapatkan kedudukannya
di dalam sifat ilahi. Tetapi humor merupakan karunia yang harus dikendalikan
dan dipupuk. Humor yang bersih dan sehat akan meredakan ketegangan dan mengobati
keadaan sulit, lebih dari pada apapun. Humor sangat besar nilainya bagi seorang
pemimpin karena bermanfaat bagi dirinya maupun pekerjaannya.”
Kata Charles H.Spurgeon, “Lebih baik
membiarkan orang tertawa untuk sementara dari pada tertidur dengan pulas selama
setengah jam.” dalam ibadah gereja. Humor yang sehat membuat orang terjaga,
segar dan membuat mereka mampu mengikuti acara yang diikutinya. Presentasi
tanpa humor, yang berlangsung panjang, atau pada jam-jam tertentu, dapat
membawa orang pada rasa lelah dan kantuk. Humor akan mampu mencipta kesegaran
dan keterjagaan mereka.
Helmut Thielicke menulis, “Apakah kita tidak boleh memandang
garis-garis yang ada di sekeliling mata kita, jika kita tertawa, itu sama
seperti tanda iman yang terlihat dari garis-garis wajah yang menunjukkan
perhatian dan kesungguhan? Apakah hanya kesungguhan saja yang dibenarkan ?
Apakah tertawa itu bersifat kafir? Kita telah membiarkan begitu banyak hal yang
baik hilang dari gereja dan membuang banyak mutiara kepada babi. Satu gereja
berada dalam keadaan kurang sehat, jika gereja membuang tawa ria dari ruang
kebaktian, dan menyerahkannya kepada cabaret, kelab malam dan para pemimpin
acara saja,”
sungguh menyedihkan.
Karena
itu, kita jangan sampai mengabaikan pendapat-pendapat tersebut. Dayagunakanlah
tawa senyum secara hati-hati dan konstruktif, sehingga memberi dampak positif
dalam khotbah kita. Bukankah juga di depan dikatakan, salah satu ciri
komunikasi yang efektif adalah dapat membuat pendengar senang, gembira, sukacita
bahkan bahagia. Demikian juga komunikasi khotbah kita, perlu diupayakan agar
ada rasa senang, sukacita, gembira, bahkan bahagia yang dialami para pendengar
kita. Kesan yang menarik dan melegakan hati serta membahagiakan. Menurut John Edmund Haggai, komunikasi Injil
selain untuk memberitahu, menyentuh hatinya, meyakinkannya, membuatnya gembira
sukacita, dan puncaknya ia berbuat sesuai motivasi dan harapan pengkhotbah.
7. Menyentuh
hati
Pendidikan
seseorang kerap kali berpengaruh besar dalam cara berkomunikasi dan
mengembangkan komunikasi. Bahasa yang digunakan dapat menjadi lebih tinggi dan
ilmiah, tidak lagi sebagaimana bahasa yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga dalam komunikasi dapat terjadi jurang antara yang
berpendidikan tinggi dengan warga masyarakat biasa. Sehingga, terjadi hambatan
dan kesulitan memahami, mengerti dan menangkap pesan-pesan dalam komunikasi.
Dalam
khotbah dapat terjadi juga hal demikian. Ada kesan sementara, bahasa khotbah
kita kerap agak terlalu tinggi, terlalu teologis dan intelektual, bahkan
sedikit menjurus filosofis. Hal ini sedikit menjadi hambatan pendengar untuk
menyelami dan menyerapnya. Khotbah demikian lebih cenderung banyak mengisi
ranah kognitif (intelektual, rasio,
akal pikiran). Tentu tidak salah bahwa ia mengisi sisi kognitif. Akan tetapi,
bila hanya sampai di situ saja, maka khotbah masih kurang berdayaguna.
Seharusnya, capaiannya seimbang antara rasio dengan emosi. Artinya, khotbah
perlu mencapai ranah kognitif (intelaktual, rasio), tetapi dilanjutkan sampai
menyentuh ranah afekktif (hati,
perasaan, emosi). Sebab ranah afektif ini adalah ranah yang terdalam yang mampu
membuat orang sadar diri, memperbaiki diri dan bertobat. Sebab itu, khotbah
harus diupayakan sekuat-kuat untuk sampai menyentuh ke ranah afektif ini.
Bagaimana
caranya agar khotbah mencapai dan menyentuh ranah afektif (hati,emosi)? Ia
dapat dilakukan dengan memakai kesaksian, ilustrasi dalam berbagai bentuk,
dapat juga memakai alat bantu gambar atau barang simbolis. Dari kesaksian,
ilustrasi atau alat bantu itu, lalu ditarik ke aplikasinya. Seperti di depan,
“Apa kaitan kisah tadi dengan sdr-sdr? Atau, bagaimana dengan sdr-sdr ?” Dengan
cara itu, pesan dapat menukik tajam dan dalam, lalu masuk ke dalam hati, serta
menyentuh hati terdalam para pendengar. Di sana dapat terjadi pertobatan
(seperti Daud), perubahan hati, sikap, perilaku dan perbuatan hidupnya.
8. Personal
Kegagalan
dan hambatan komunikasi, di bagian depan dikatakan, antara lain disebabkan
komunikasi itu kurang personal, terlalu bersifat umum. Oleh karena itu, dalam
berkhotbah umumnya dilakukan di depan banyak orang. Tentu dengan hal semacam
itu komunikasi menjadi sangat umum dan tidak atau kurang personal. Dapatkah hal
umum semacam itu kita ubah dan arahkan menjadi sesuatu yang personal? Bagaimana
caranya?
Untuk
itu, di bagian aplikasi atau di bagian penutup, kita menarik hal-hal umum
menjadi hal-hal khusus. Kita tidak mengakhiri khotbah kita hanya dalam
kalimat-kalimat biasa tanpa ajakan, tantangan, seruan, panggilan dan komitmen.
Kita mengganti cara itu dengan pola yang baru, agar penutup atau aplikasi kita
menukik tajam ke dalam hati para pendengar. Caranya, kita agak mendorong,
sedikit agak memotivasidengan kuat, agar pendengar mengambil sikap atau
keputusan dalam hati mereka untuk mengikuti pesan Tuhan melalui khotbah yang
kita sampaikan.
Untuk
itu, mirip dengan cara untuk menyentuh hati pendengar. Kita bertanya secara
retoris berdasarkan uraian atau aplikasi, misalnya, a.l. “Kalau demikian,
bagaimana dengan sdr-sdr? Siapa di antara sdr-sdr yang akan berkomitmen untuk
setia pada Tuhan? Siapa dari kita yang akan tetap mengikut Tuhan walau jalan
kita berat? Siapa yang ingin menemukan kebahagiaan sejati? “ dll. Lalu kita
jawab dengan inti pesan akhir, kabar baik., sesuai dengan isi dan pesan khotbah
kita. Baru berkata Amin.
Cara
demikian, membuat akhir aplikasi atau akhir khotbah berubah dari umum menjadi
khusus, dengan tantangan, panggilan, seruan, dan ajakan kepada orang secara
pribadi ke pribadi. Khotbah puncaknya menjadi sangat personal dan pribadi.
Lebih kuat lagi, apabila diikuti dengan intonasi suara yang meminta dan
berharap dengan sangat, lalu diulangi dan ditegaskan dengan bahasa nonverbal,
yakni tangan ditunjuk ke pendengar, dll. Maka, akan terasa kita sedang menunjuk
mereka untuk menjawab dalam hati mereka agar mengambil keputusan atau sikap,
perilaku atau perbuatan. Keputusan atau sikap itu sesuai isi khotbah kita.
Sehingga khotbah bukan hanya sekedar menarik dan mengesankan, tetapi juga
mengubah kehidupan pendengar. Perubahan itu bukan hasil kerja pengkhotbah, tetapi
Tuhan melalui Roh Kudus dapat memakai hasil kerja dan jerih juang pengkhotbah
untuk sebuah perubahan..
PENUTUP
Komunikasi
kita efektif kalau para pendengarnya memahami dan mengerti dengan jelas apa
yang disampaikan oleh yang berbicara. Isi dan pesan yang disampaikan itu mampu
masuk ke dalam batinnya yang paling dalam, sehingga mempengaruhi sikap dan
perilakunya. Ia mendorong dan memotivasinya untuk bertindak dan berbuat sesuatu
yang baik, yang dapat dan mampu memperbaiki relasi kehidupan yang lebih baik
lagi. Kemudian, dalam dan dampak komunikasi itu adalah lahir dan munculnya
perasaan senang, gembira sukacita bahkan bahagia. Komunikasi itu menyenangkan
hatinya.
Komunikasi
yang menghadirkan daya tarik dan rasa senang pada sebuah khotbah, dapat terjadi
bila disusun tema dan tujuan khotbah, logis dan sistematis, mudah diingat,
variasi dalam model khotbah, menyelami kebutuhan pendengar, mendayagunakan
Ilustrasi dan kesaksiaan. Dengan
demikian, khotbah kita, selain menarik dan mengesankan, tetapi juga diberkati
dan dipakai oleh Tuhan, sehingga mempunyai kekuatan untuk mengubah kehidupan
para pendengarnya.
B. Tanggapan
Jurnal Pambelum
Tulisan
dalam Jurnal Pambelum ini sangat menarik dan memberikan banyak wawasan dalam
berkomunikasi. Tulisan dalam Jurnal Pambelum ini memberikan banyak sekali tips
atau strategi yang efektif dalam menjalani sebuah komunikasi. Tulisan ini
sangat berguna ketika mengunakannya khususnya dalam berkhotbah maka dalam
menjalani sebuah strategi komunikasi dengan hasil yang efetif dan tepat pada
sasaran. Agar semuanya efektif para pengkhotbah harus pandai membaca strategi
komunikasi dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi yang di alami.
S. de Jong, Khotbah,
h.83-88
James KVF, Rahasia kekuatan
percakapan, h.69.
Rajem Kemraj, Communicating
Effectively for Evangelising, paper.
Phillip LH, Seni Komunikasi Pemimpin,
h. 59-65.
Opcit, Deddy Mulyana, h.314-315
EP. Ginting, Khotbah dan
Pengkhotbah, h. 1.
Opcit. Phillip LH, h. 15-20.
Steward L.Tubbs, Human
Communication, h. 172-173.
Bobbi dePorter, Quantum
Teaching, h.57.
Tulu Tu’u, Teknik Pembelajaran
di SHM, paper ceramah.
Enny Trisnawati, Peranan Media
dalam Khotbah, h. 38-46.
Donald Leow, Audio Visual for Evangelisim,
paper.
Opcit. Hasan Sutanto, h. 192-193, 196.
Tony Buzan, Jadi Orang Cerdas
Spiritual, h. 72.
J. Oswald Sanders, Pemimpin
Rohani, h. 65-67.