Terima Kasih Anda Telah Berkunjung di Blog Obet Nego Y. Agau

Kamis, 04 Desember 2014

Peranan perempuan di Gereja Kalimantan Evangelis. Disusun oleh : Obet Y. Agau

MAKALAH
TUGAS MATA KULIAH
TEOLOGI FEMINIS
Judul
 “Peranan perempuan di Gereja Kalimantan Evangelis”


Penulis                   : Obet Nego
NIM                       : 11.16.23
Dosen Pengampu  : Pdt., Dr. May Linda Sari


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN-KALSEL
NOV 2014

BAB I
PENDAHULUAN
            Tidak dapat dibayangkan bila hidup manusia didunia tanpa adanya kehadiran perempuan. Apa jadinya bila di dunia ini tidak ada ada perempuan? Pasti akan sulit sekali dan dapat kita tebak hasilnya. Yakni manusia akan punah sejak awal mula. Pentingnya peran perempuan yang sama seperti halnya juga laki-laki. Dengan kelebihan dan keurangan yang dimiliki perempuan, para perempuan berusaha menujukan jati diri mereka yang sebenarnya, terkhusus pada zaman post modern.
            Namun disayang banyak sekali dan meragukan keberadaan tentang kemampuan perempuan. Keraguan itu muncul sejak awal-mula dan mungkin saja sekarang ini. Dapat terlihat jelas dan tergambar jelas ketika kita melihat di dalam teks-teks Alkitab terkhusus dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian lama jelas bahwa sistem yang di anut ialah patriakal. Dimana wanita di anggap kaum atau ciptaan nomer 2. Namun beranjak dari sejarah perempuan itu mulai aktif berperan dalam kehidupan manusia
            Dalam makalah ini kita akan melihat kenyataan perempuan yang terjun aktif dalam pelayanan gereja. secara khusus disini pendeta perempuan yang turuit ambil bagian dalam dunia pelayanan. peran mereka sagatlah penting bagi GKE. Semoga makalah ini bermanfaaat.







BAB II
ISI
1.      Latar belakang
            Melihat sejarah tentang keberadaan perempuan dan perannya sangatlah menyedihkan. Perempuan menjadi korban dari penindasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Harkat dan martabat perempuan sering kali di rendahkan dan tidak tidak dipandang sama sekali. Penguragan nilai perempuan dan melihat perempuan sebagai ciptaan nomer dua dari laki-laki. Hal ini jelas-jelas menimbulkan kecemburuan sosial kareena terjadinya pembatasan golongan dan gender.  
          Karena kita hidup didunia yang umumnya bersifat patriakal selama kira-kira delapan ribu tahun, maka wanita tidak dianggap memberi arti banyak, kecuali dalam pengaruhnya terhadap kaum pria. Semua orang bisa berangapan, bahwa mereka selalu dan dimana-mana tertindas secara menyakitkan, namun itu tidak benar. Walaupun demikian, memang kebutuhan, harapan, ciri khas dan sikap pria selalu dipentingkan secara menonjol. Wanita terutama dihargai karena kemampuannya yang khas untuk memberi keturunan dan dukungan sosial yang memenuhi ambisi pria.[1]

          Jika kita menengok sejarah yang terjadi maka sangat ironis meiihat peranan perempuan di masyarakat. Status nomer dua menjadi batu sandungan kaum perempuan untuk berkarya bebas. Gaya patriakal membuat orang kerap kali memandang nomer dua perempuan. Padahal jika kita melihat perempuan juga memiliki kesempatan bisa melakukan seperti yang kaum pria lakukan ( pemikiran).


2.      Peranan perempuan dalam kisah penciptaan
            Laki-laki dan perempuan dalam kisah penciptaan memiliki kesamaan derajat. Laki-laki dan perempuan diciptakan segambar dan serupa dengan Allah seperti dalam nast Kejadian 1:27. Bahkan dikatakan dalam Alkitab juga bahwa perempuan diciptakan untuk menjadi penolong yang sepadan ( Kej 2:21-23). Perempuan di ciptakan menjadi mitra dan rekan pria untuk menjalani kehidupan secara bersama. 2 point ini jelas mengambarkan kedudukan perempuan dan tugasnya sebagaimana mestinya.

            Secara deskriptif dikatakan dalam Kej 1:27 bahwa laki-laki dan perempuan berbeda secara seksualitas tetapi posisinya setara sebagai sesama ciptaan Allah. Allah menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan) menurut tselem (gambar) dan demut (rupa) Allah. Kata tselem tidak pernah digunakan untuk suatu gambaran visual yang konkrit, tetapi murni suatu gambar yang tidak memiliki isi dan bentuk yang konkrit. Kata tselem merupakan istilah umum yang menunjuk kepada hubungan, dan menggambarkan sesuatu yang tidak ada. Kata Tselem sebenarnya menunjuk kepada “tanda‟, yakni suatu tanda yang menunjuk kepada sesuatu atau seseorang yang tidak hadir. Ini berarti, menurut Kej. 1:26-27, manusia yang ditempatkan di dunia adalah “tanda‟ yang menunjuk kepada kehadiran Allah. Jadi manusia menjadi tanda kehadiran Allah yang diberikan mandat sebagai wakil Allah untuk memerintah di dalam dunia[2]

            Kesamaan identitas antara laki-laki dan perempuan sangat terlihat dalam gambar Allah menciptakan manusia. Kesamaan rupa dan tanda yang Allah berikan kepada manusia tanpa membedakannya antara perempuan dan laki-laki secara pemikiran, walaupun ada kesamaan fisik dan memang jelas perbedaan fisik yang mencirikan keduanya.
            Manusia yaitu laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar Allah menunjukkan bahwa posisi mereka setara tanpa hierarki. Diciptakan menurut gambar Allah adalah suatu martabat dari laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan tugas yang sama dari Allah (Kej 1:26 ;28-29). Sehingga laki-laki tidak akan berada diatas perempuan ataupun sebaliknya.[3]

3.      Peranan Perempuan dan perkembangannya hingga zaman post modern.
           
            Hampir segalanya telah berubah semenjak masa itu. emansipasi wanita melanda bagai air bah. Masing-masing ge;lombangmembawa kemajuan baru (maupun persoalan) yang timbul antara gelombang itu. wanita pejuang emansipasi yang gigih, muda dan modern menunjukan kecendrungan demikian. Ada bukti kuat bahwa hal itu, sampai batas tertentu, sudah merupakan instink wanita. Dalam system patriakat wanita dididik untuk memperkuat instink demikian sekaligus mencegah munculnya sikap ingin bebas memutuskan sendiri.[4]
           
             Sulitnya melenyapkan pemikiran-pemikiran patriaki yang terjadi di masyarakat sejak zaman dahulu hingga sekarang ini. Namun tidak semua wanita menyerah dengan problema itu. seberkas gabungan menguntungkan antara intuisi, kelicinan, dan temperamen memungkinkan banyak wanita untuk maju terus dengan sukses besar, tetap mempertahankan keseimbagan melewati segala penghalang. Namum bolehlah kita menyimpulkan, bahwa kedua segi khusus pada identitas wanita. Yang pertama adalah perhatian asasi yang dimilikinya terhadap hubungan antar manusia. Yang kedua ialah kecendrungan untuk mengikuti nilai-nilai umum yang berkiblat pada pria, sehingga menyulitkan melakukan penilaian terhadap kebutuhan dan kekuatannya sendiri. Bahakan yang terkuat diantara kita pun, secara sadar atau tidak, masih saja menginjakan satu kai dalam system patriakal.[5]
.
             Walaupun dengan keterbatasan yang dimiliki kaum perempuan dalam semangat perjuangan meraih kesamaan gender. Mereka lambat laun dalam perkembangan zaman membuktikan kemampuan perempuan bahwa perempuan mampu bersaing dengan pria. Banyak posisi penting yang diduduki perempuan sebagai bukti bahwa perempuan memiliki kesamaan kemampuan bukan hanya masalah meneruskan keturunan namun juga berjuang untuk mempertahankan kehidupan. Perjuangan itu terus berlanjut hingga zaman post modern ini.

4.      Peran perempuan dan Gereja Kalimantan Evangelis
            Peran perempuan dalam Gereja Kalimantan Evangelis sangatlah penting. Dilihat secara menyeluruh keaktifan anggota jemaat perempuan sangatlah dominan dibandingkan anggota jemaat laki-laki. Berdasarkan gambaran umum melihat kondisi yang terjadi maka pentingnya peranan perempuan dalam pelayanan di Gereja Kalimantan Evangelis. Oleh karena itulah penyadaran akan pentinganya peranan perempuan dalam gereja.
Contoh lain  peranan penting perempuan dapat dilihat dari konsisten dan komitmen yang kuat dalam mengambil, menjalankan jabatan pengurus di dalam gereja bahkan sebagai pendeta perempuan di GKE. Dengan fakta yang ada jumlah pendeta perempuan lebih banyak dari pada laki-laki juga dapat menunjukan bahwa prempuan mempunyai kemampuan yang sama dalam memimpin jemaat pada khususnya.


5.      Sumbangsih pemikiran Teologi Feminis dalam pengembagan pemikiran teologi di STT
            Jika kita melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini pada dunia pelayanan terkhusus di GKE. Banyak peranan kaum perempuan yang menunjukan existensinya dan kemampuannya berjemaat dan berorganisasi gereja. Sebagai Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kalimantan Evangelis Banjarmasin yang sebagai sumber pendidik berbasis teologi secara khusus. Hendaknya STT GKE Banjarmasin membuat program yang menyangkut pembinaan warga gereja GKE terkhusus anggota perempuan, dimana meilhat kenyataan fakta yang terjadi dilapangan bahwa banyaknya peran perempuan dalam dunia pelayanan. Perlu adanya pembinaan apalagi pemberian pendidikan tentang isu-isu yang menyangkut teologi feminis. STT GKE harus memberi ruang untuk member pengajaran akan hal-hal yang menyangkut perempuan maupun yang berbau teologi feminis.
            Diharapkan dengan adanya pendidikan yang di berikan oleh STT GKE kepada kaum perempuan secara Khusus akan memberikan pemahaman. Kepada semua pihak tentang keberadaan perempuan seharusnya melalui pendidikan teologi feminis dan isu-isu yang menyangkut masalah perempuan. Bisa dilaukuan semacram seminar atau diskusi panel tentang pendidikan teolgi feminis bagi jemaat. Jika dalam STT GKE sendiri hendaknya menambah waktu study tentang teologi feminis  

BAB III
PENUTUP
            Laki-laki dan perempuan pada dasarnya berbeda secara fisik. namun fisik bukanlah hal utama yang membuat alasan bahwa perempuan itu harus di nomer duakan. Namun jika kita melihat secara objektif ada kesamaan yakni secara pemikiran tiap laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki kemungkinan untuk melakukan tindakan dan pemikiran yang sama dan tidak bisa dibatasi oleh karena fisik saja.
            Kita harus melihat kesamaat tugas dan kesamaan ciptaan. Perempuan diciptakan untuk menjadi mitra kerja laki-laki. Bukan untuk di nomer duakan derajatnya. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.




[1] Barnhouse, Ruth Tiffany, IDENTITAS WANITA ( bagaimana mengenal dan membentuk citra diri), Yogyakarta, Penerbit Kanisius,  1988, Hal 29-30.
[2] Ellen van Volde, Stories of the Beginning, Genesis 1-11 and Other Creation Stories (London: SCM Press,1996) h. 24-25, 27,28

[3] Yonky Karman, Bunga rampai Teologi Perjanjian Lama, (BPK Gunung Mulia, 2007), hal. 45.

[4] Barnhouse, Ruth Tiffany, IDENTITAS WANITA ( bagaimana mengenal dan membentuk citra diri), Yogyakarta, Penerbit Kanisius, hal 39
[5] Ibid.hal 46